Hal ini juga termasuk tidak memperkuat stereotip seperti "anak laki-laki harus kuat, anak perempuan itu lemah." Sebab ketika anak tumbuh dengan pikiran bahwa laki-laki lebih tinggi dari perempuan, benih-benih ketidaksetaraan akan terbentuk.
Bukan Sekadar Sopan, Tapi Juga Peka
Menghormati perempuan bukan hanya soal bersikap sopan secara lahiriah, tetapi juga soal memiliki empati dan kepekaan.
Anak laki-laki perlu diajarkan untuk memahami perasaan orang lain, tidak meremehkan atau menyela ketika perempuan berbicara, serta mampu bekerja sama tanpa merasa harus mendominasi.
Banyak anak laki-laki tumbuh dalam budaya yang mengajarkan bahwa mereka harus selalu kuat, tidak boleh menangis, dan harus "memimpin." Padahal, sifat-sifat seperti empati dan kerendahan hati bukan tanda kelemahan, tapi kekuatan sejati dalam membangun relasi yang sehat.
Di era sekarang, anak laki-laki juga perlu dikenalkan pada kisah-kisah perempuan hebat, bukan hanya tokoh laki-laki.Â
Bukan hanya cerita pahlawan laki-laki yang gagah, tapi juga kisah RA Kartini, Dewi Sartika, atau tokoh-tokoh masa kini yang memperjuangkan keadilan.
Ini akan menumbuhkan rasa hormat yang tulus karena anak tahu bahwa kontribusi perempuan sama pentingnya. Menghargai perempuan bukan karena mereka ibu atau kakak perempuannya, tapi karena mereka manusia utuh dengan hak dan potensi yang sama.
Mendidik anak laki-laki untuk menghormati perempuan adalah bagian dari warisan nilai Kartini yang perlu terus dihidupkan.
Sebab kesetaraan tidak hanya diperjuangkan oleh perempuan, tapi juga dipelajari oleh laki-laki sejak dini. Rumah yang setara akan membentuk generasi yang tidak lagi membandingkan siapa lebih tinggi, tapi siapa bisa berjalan bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI