Mohon tunggu...
Terry Okta Wijayanto
Terry Okta Wijayanto Mohon Tunggu... -

Grobogan Oktober 20, 1992 | Male | Mahasiswa fakultas hukum | Semarang | Jateng

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyikapi Konglomerasi Media dalam Dinamika Politik 2014

1 Juli 2014   23:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:55 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dewasa ini tak dapat dipungkiri existensi serta peran media sangat penting dan berpengaruh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap harinya ratusan bahkan ribuan informasi silih berganti mengisi berbagai jenis media massa baik itu dari media cetak, media elektronik maupun Internet. Sesuai fungsinya yang telah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran,media sebagai sarana pendidikan, pengontrol, informasi, perekat sosial serta Hiburan.

Memang dalam kenyataannya semua hal tersebut diatas telah dilaksanakan oleh media, namun menjelang pemilu tahun 2014 ini, muncul kekhawatirandari berbagai elemen masyarakat bahwasanya content/isi informasi yang dihadirkan oleh media akan diintervensi atau “disetir” oleh para pemilik perusahaan media. Bagaimana hal ini tidak terjadi, jika para bos media di tanah air adalah politisi yang bertarung dalam pemilu 2014 ?, berikut ulasanya.

Media dan Politik

Mungkin akhir-akhir ini kita merasa jenuh dan bosan, setiap hari, setiap menit bahkan setiap detik kita disuguhkan oleh informasi dan tayangan-tayangan yang sifatnya politik dan politik. Baik itu tentang pemilihan umum legislatif maupun pemilhan umum presiden. Hal ini menjadi wajar karena bangsa ini akan menghadapi pemilihan umum tahun 20014, dan kebosanan serta kejenuhan menerima informasi yang sama dan berulang-ulang adalah sebagai suatu konsekwensi dari pesta demokrasi.

Namun menjadi tidak wajar ketika suguhan informasi politik tersebut baik dari media cetak, elektronik maupun internethanya dari salah satu nama calon/kandidat peserta pemilu khususnya pilpres 2014. Tanpa kita sadari setiap hari kita telah mengkonsumsi berbagai kampanye politik yang dibungkus dengan Iklan-iklan, talkshow, running text bahkan kuis. Tujuannya adalah tak lain tak bukan mempopulerkan calon penguasa negeri dari masing-masing perusahaan pers dengan memprovokasi dan mendoktrin masyarakat melalui media.

Jika kita sadari bersama, secara kebetulan atau tidak yang menjadi pemilik dari perusahaan-perusahaan media di Indonesia saat ini mayoritas adalah sebagai ketua atau petinggi partai politik di Indonesia. Seperti halnya Surya Paloh bos dari perusahaan Media Group, diantaranya MetroTv, Media Indonesia, Metrotvnews.com sekaligus menjabat sebagai ketua umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Aburizal Bakrie bos dari TvOne, Antv, Vivanews.com, serta pemilik dari Bakrie and Brothers notabene adalah ketua umum Partai Golongan Karya (Golkar). Ada lagi nama yang tak asing ditelinga masyarakat yaitu Hari Tanoesodibyo populer sebagai raja pers indonesia, ia adalah pemilik MNC group yang memiliki berbagai anak cabang diantaranya adalah MNCTv, RCTI, Sindo Trijaya Fm, Koran Sindo, Sindonews.com, dan Sindo Tv adalah sekaligus menjabat sebagai ketua umum Perindo. Dan secara kebetulan pula para pemilik media tersebut maju dalam pesta demokrasi tahun 2014 yang akan datang. Sehingga hal ini tak dapat dipungkiri telah menimbulkan conflict of interest seperti halnya yang terjadi saat ini, disatu sisi harus menjaga independensi dan netralitas pers disatu lain media adalah kebutuhan dan media kampanye paling efektif.

Dalam hal ini jika kita bayangkan, siapa yang dapat menjamin independensi perusahaan media, seperti Media Group terhadap pencalonan Surya Paloh, Bakrie Group terhadap ARB, dan MNC Group terhadap Hary Tanoesoedibyo? Mungkin ada benarnya pameo yang menjadi trend untuk mengilustrasikan media di Indonesia saat ini, yaitu “kalau dulu pada masa orde baru musuh utama pers adalah pemerintah, di masa sekarang musuh beratnya pers adalah pemilik perusahaan pers itu sendiri”.

Pada dasarnya kepemilikan media yang terkonsentrasi pada satu orang secara bisnis belum tentu negatif. Terlebih lagi jika ownernya adalah orang yang menjunjung tinggi pancasila maupun perundang-undangan lainya, media akan tumbuh menjadi alat yang hebat untuk mengedukasi masyrakat dan mengontrol kinerja pemerintah sesuai dengan fungsinya. Namun akan menjadi persoalan apabila para pemilik media terjun dalam kegiatan politik dan memiliki kepentingan politik yang berambisi mewujudkan dan mencapai apa yang disebut dengan ‘kekuasaan’, bisa saja media berubah fungsi menjadi kendaraan pribadi untuk memuluskan hajat mereka.

Berikut ini mugkin rekomendasi dari penulis cara untuk menyikapi media agar berfungsi sebagai mana mestinya. Pertama, Insan Pers harus pure Independen dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Kedua, Masyarakat harus turut serta dan proaktifmelakukan pengawasan terhadap konten pemberitaan dari media. Pengawasan media merupakan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat sebagai konsumen media bisa kritis dan tidak mudah percaya begitu saja pada pemberitaan media. Mendorong KPI sebagai lembaga penyiaran dan Dewan Pers Nasional lebih berani dan tegas menindak pelanggaran. Ketiga, perlu adanya payung hukum/regulasi yang mengatur kepemilikan media di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar menghambat dan menghilangkan defiasi /penyelewengan fungsi media dari kepentingan yang menguntungkan pribadi/golongan tertentu saja, akibat dari tak terbatasinya kewenangan pemilik media.

Kebebasan dan keterbukaan informasi merupakan pilar demokrasi. Bagaimana untuk tetap menjaga dan mempertahankan pilar-pilar demokrasi merupakan PR kita semua, tak terkecuali kita sebagai mahasiswa. Dalam lingkup kampus, kita juga dapat berperan mengisi demokrasi, kita punya hak untuk mengawasi, kita punya hak untuk mengkritisi dan memberi saran kepada kampus terlebih kepada pemerintah. Salah satunya, dengan cara mendorong danmenghidupkan pers mahasiswa sebagai sarana edukasi, informasi, pengontrol dan hiburan sesuai fungsi media. Dengan demikian kita sebagai generasi muda secara tidak langsung telah mengisi kemerdekaan.

Berkaitan dengan pelaksanaan pemilu 2014 ini, kita sebagai konsumen media dituntut untuk mampu memilih dan memilah informasi-informasi yang dihadirkan oleh media dengan kritis, cerdas dan bijak, agar kita tidak mudah terprovokasi dengan tayangan-tayangan khususnya kampanye yang belum tentu menggambarkan secara benar sosok calon pemimpin kita. Untuk itu mari kita kawal bersama-sama pelaksanaan pemilu tahun 2014, kita suarakan hak kita, jangan sampai menjadi golongan putih. Karena setiap suara yang kita berikan sangat berarti untuk perubahan Indonesia yang kearah lebih baik lagi, lagi dan lagi. Amin. Yakin usaha sampai.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun