Mohon tunggu...
Don Kisot
Don Kisot Mohon Tunggu... -

Meminati seni budaya. Berusaha kritis dan sering tergelitik dengan ketidakbenaran- ketidakbecusan dalam hidup kehidupan ini.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PR untuk Jokowi-JK, Pembenahan Birokrasi

25 Agustus 2014   01:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:40 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JOKO Widodo-Jusuf Kalla telah dinyatakan sebagai Presiden-Wakil Presiden Terpilih Republik Indonesia (RI). Keduanya akan dilantik pada Oktober untuk memerintah selama lima tahun (2014-2019). Putusan Mahkamah Konstitusi menjadi gong-nya. Meski sebenarnya Komisi Pemilihan Umum (KPK) telah menetapkan Jokowi-JK sebagai pemenang berdasarkan hasil penghitungan suara yang sah dari seluruh daerah pemilihan di negeri ini.

Adapun pemikiran penjegalan demi penjegalan yang akan dilakukan -- agar Jokowi-JK tidak juga dilantik untuk menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono -- dengan berbagai cara bagi saya itu adalah 'kejahatan' yang perlu mendapatkan 'hukuman' yang setimpal. Seperti penolakan untuk Jokowi mundur dari jabatan Gubernur DKI Jakarta melalui DPRD provinsi ibukota negeri ini. Bahkan, bersatupadu -- dalam kebusukan -- dalam pengesahan lewat DPR.

Kini, Jokowi-JK harus memulai fokus terhadap pemerintahan Tanah Air ini. Tentu saja, berbagai permasalahan berseliweran. Dari ketidaksukaan mereka yang terus merongrong terhadap kewibawaan pasangan ini. Keberadaan Tim Transisi saja tidak berjalan mulus karena banyak kritik. Meski itu lebih pada orang-orang 'yang dianggap bermasalah' dan masuk dalam jajaran 'pengurus' tim tersebut.

Satu hal yang perlu mendapat perhatian lebih dari Jokowi-JK dan pemerintahannya tampaknya adalah birokrasi. Banyak yang bisa dikemukakan. Dari lambatnya Palang Merah Indonesia (PMI) mengurus Tanda Jasa mereka yang telah mendonorkan darahnya dari lebih 100 kali. Masa' sih para pendonor -- yang ikhlas saja sudah lebih dari hebat -- harus meminta-minta penghargaan yang diberikan Presiden itu? Lantas, ke mana itu para staf PMI yang berkilah dengan mengatakan bahwa prosesnya tidak semudah yang dibayangkan orang! Mereka harus mendata orang yang sudah mendonor lebih dari 100 kali itu. Dilaporkan ke Departemen Sosial (ini departemen yang mubazir seperti halnya Depkominfo!) dulu lah. Jadi, bisa sampai ke staf presiden urusan donor darah (ada nggak sih!) harus memakan waktu lebih dari setahun.

Pak JK yang salah satu jabatannya Ketua Umum PMI Pusat tahu ga sih masalah yang kayak beginian? Bisa jadi ini diobyekin pada orang yang ingin ketemu Presiden di Istana? Surat-surat permohonan penghargaan donor darah diajukan dulu ke Depsos, tinggal lagi dipanggil oleh Istana!

Yang tak kalah pentingnya adalah para Pejabat Pembuat Komitmen. Kemenangan Jokowi-JK ditengarai karena kecurangan pihak penyelenggara Pemilu baik itu KPU dan jajarannya di daerah, demikian pula Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan jajarannya (juga di daerah). Padahal, bisa jadi para komisioner atau anggota dari KPU dan Bawaslu baik pusat maupun daerah tidak mengerti apa-apa. Meski di sana-sini ada berita orang KPU dan Bawaslu ketemu dengan pejabat partai, tim sukses Capres-Cawapres,  dan yang berkenaan dengan Pemilu dan kasak-kusuk memenangkan salah satu dari kedua pasangan itu.

Orang lupa, komisioner KPU dan Bawaslu baik di pusat maupun di daerah itu tidak memegang uang (benar nggak ya!), namun mereka 'dikendalikan' para birokrat alias para Pejabat Pembuat Komitmen di kedua lembaga Pemilu itu. Jadi, jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membidik para komisioner KPU dan Bawaslu baik di pusat maupun di daerah itu karena kongkalingkong serta kaitannya dengan penyelewengan (korupsi), jangan lupa dimata-matai para pembuat komitmennya tersebut.

Bukan cerita kosong jika banyak Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang kekayaannya melebihi apa yang seharusnya didapatkannya. Main proyek, itu jawabnya. Dulu, pernah ada media (mudah-mudahan masih banyak yang menyimpan klipingnya) tentang jungkir baliknya PNS mencari tambahan untuk hidup keluarganya. Namun, apakah itu mulus-mulus saja? Sungguh, jika pemerintahan Jokowi-JK kelak menelusuri hal ini pasti akan menemui banyak kekagetan. Betapa PNS bisa punya rumah mewah, mobil mewah, dan lain-lain yang mewah-mewah. Coba selidiki, dari itu berasal. Berasal dari keluarga kaya kah? Atau kaya karena setelah memegang jabatan tertentu.

Rasanya pemerintahan Jokowi-JK beserta KPK di zaman duet pemimpin ini dengan mudah memperpanjang daftar Gayusisasi dan PNS yang masuk rutan. Jangan-jangan mereka segera berbenah untuk pura-pura miskin setelah membaca tulisan ini. Wah!

* Negeri Awang-awang dalam sepi.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun