Mohon tunggu...
Neq Ri Rangge
Neq Ri Rangge Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak-anak

kalo orang ngiri, kita nganan aja :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Filsafat Ekonomi: Konsep Uang dalam Ekonomi Syariah

21 November 2022   14:10 Diperbarui: 21 November 2022   14:14 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap manusia di dunia ini pasti mengenal uang. Kalau pun masih ada yang belum, setidaknya ia pasti kenal dengan konsep barter, yaitu kegiatan perdagangan (jual-beli) dengan sistem tukar-menukar barang atau jasa. Pada mulanya, manusia melakukan perdagangan dengan manusia lainnya melalui sistem barter, namun karena keterbatasan-keterbatasan seperti kesulitan mencari nilai yang sama antara satu barang dengan barang lainnya, tidak adanya nilai yang tetap, dan perkembangan  masyarakat yang semakin banyak, menyebabkan semakin kompleksnya kegiatan perdagangan.

Hal ini kemudian mendasari manusia mencari alternatif baru untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan tersebut. Sampai akhirnya manusia menciptakan alat tukar yang kemudian berkembang menjadi uang yang kita kenal saat ini.

Hakikatnya, uang dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat diterima
secara umum sebagai alat tukar (Samuelson dan Nordhaus, 2001). Ilmu ekonomi modern mendefinisikan uang sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran untuk pembelian barang, jasa dan kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang (Takiddin, 2014).

Dulu, setiap uang yang beredar dijamin nilainya 100% oleh emas dan perak. Sistem penjaminan uang dengan emas ini disebut "sistem standar emas" yang muncul pada tahun 1870. Ditandai dengan penjaminan nilai mata uang poundsterling dengan emas oleh pemerintah inggris. Sejak saat itu, banyak negara kemudian menggunakan sistem standar emas ini. Namun, setelah perang dunia pertama, sebuah konferensi yang dihadiri oleh 730 delegasi dari 44 negara diselenggarakan pada tanggal 1-22 Juli 1944 di Bretton Woods, di sebuah kota kecil di negara bagian New Hampshire, Amerika Serikat. Hasil dari konferensi tersebut disebut dengan "sistem Bretton Woods." Sistem Bretton Woods ini menetapkan dolar Amerika menggantikan emas sebagai standar utama pertukaran mata uang dunia, dan hanya dolar Amerika satu-satunya mata uang yang didukung oleh emas. Selain itu, berdasarkan sistem Bretton Woods ini, setiap mata uang kertas dari negara anggota dipatok terhadap dolar Amerika Serikat dengan jaminan emas, yaitu setiap 35 dolar AS dijamin dengan satu ounce emas.

Bretton Woods Conference
Bretton Woods Conference

Namun pada awal tahun 1970-an, Pemerintah Amerika Serikat mengalami kesulitan ekonomi akibat perang Vietnam, ditambah lagi dengan menipisnya cadangan emas, sehingga cadangan emas yang dimilikinya tidak mampu lagi menjamin uang kertas. Pemerintah AS membuat keputusan untuk tidak lagi menjamin dolar AS dengan emas akibat banyaknya aliran penukaran dolar AS dengan emas. Sehingga pada akhirnya, Amerika Serikat mengumumkan kepada dunia pada tanggal 15 Agustus 1971 bahwa tidak akan ada lagi pertukaran emas untuk dolar.

Sejak saat itulah emas tidak menjadi jaminan mata uang kertas. Uang kertas ditentukan nilainya oleh kepercayaan yang didukung ketersediaan cadangan devisa berupa emas dan valuta asing yang dimiliki oleh bank sentral masing-masing negara. Negara-negara dunia pada akhirnya menerima penggunaan nilai tukar mengambang (floating rate) melalui Jamaica Agreement tahun 1976. Ini berarti bahwa penggunaan standar emas akan dihapus secara permanen (Ari, 2013) dan (Kurniawan, 2012).

Hal inilah yang sebetulnya menciptakan ketidakstabilan dalam perekonomin saat ini, dimana merosotnya nilai uang karena inflasi dan krisis ekonomi yang disebabkan oleh tidak adanya kesetabilan nilai dalam uang yang beredar saat ini.

Dalam konsep Ekonomi Islam, uang difungsikan sebagai alat tukar, bukan barang. Oleh karena itu uang tidak boleh dijadikan komoditas perdagangan seperti barang-barang lainnya. Sebagai alat tukar, uang harus dicetak dan distempel pemerintah sehingga menjadi legal. Hal ini supaya uang dipercayai oleh seluruh lapisan masyarakat dan pemalsuan uang dapat diminimalisir.

Menurut hukum Islam, baik uang maupun barang tidak boleh ditimbun. Hal ini karena menimbun uang dan barang yang diperlukan publik akan menyusahkan mereka. Uang adalah alat tukar. Apabila alat tukar ini ditimbun, hal ini akan menyebabkan berkurangnya keberadaan alat tukar ini di tengah-tengah masyarakat padahal mereka sangat memerlukannya. Akibatnya, roda pertukaran dan perekonomian umat akan terhambat dan tersendat (Muthoifin, 2018) dengan demikina uang haruslah beredar di tengah-tengah masyarakat untuk menghidupkan perkonomian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun