Mohon tunggu...
Humaniora

Masa Depan Agama Cinta

2 Februari 2016   15:13 Diperbarui: 2 Februari 2016   15:25 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

John D Caputo| Agama Cinta, Agam Masa Depan| Mizan
ISBN: 978–602–1210–00–0

Order: mizanstore.com | temanbuku.com 

[caption caption="Agama Cinta "][/caption]

Bagaimana masa depan agama di tengah modernisme dan perubahan tradisi masyarakat global? Bagaimana agama menyikapi isu-isu kemanusiaan, sekularisme dan perdamaian? Buku karya John D Caputo ini, memberi perspektif yang menarik bagaimana masa depan agama, dalam kondisi dunia yang chaos ini. Meski buku ini mendasarkan argumentasinya pada konteks teologi Kristen sebagai basis analisisnya, ternyata isu-isu yang disajikan dapat menjadi pelajaran penting bagi kaum muslim, dan bahkan lintas agama. 

Dalam pengantar buku ini, Haidar Bagir mengungkapkan pertimbangan penting, kenapa karya John D Caputo selayaknya diapresiasi sebagai terobosan cara berpikir dalam memadang agama. Ada tiga argumentasi penting yang mendasarinya: Pertama, Karya John D Caputo tentang agama cinta memiliki resonansi yang cukup kuat di kalangan kaum muslim. Dalam catatan Bagir, kritik atas pemahaman agama yang bersendi pada legal-formal, dalam karya Caputo memiliki kesamaan nilai dengan apa yang sedang dipahami oleh umat muslim. Terlebih, konsep sufistik menjadi tawaran di tengah dunia yang sedang chaos. 

Kedua, umat muslim dapat belajar dari karya Caputo tentang bagaimana hidup di tengah era modern. Bahwa, setiap agama sejatinya memiliki tantangan yang sama, yakni dinamika sekularisme. Dalam catatan Bagir, umat muslim sejatinya memiliki tantangan yang sama dengan umat Kristen, meski dalam beberapa aspek, sekularisme di kalangan penganut Kristen lebih kuat dibandingkan kalangan umat muslim. 

Ketiga, Caputo memberikan ruang dialog sekaligus perdebatan dalam argumentasinya tentang “agama tanpa agama”. Ide dekonstruktif ini, bisa jadi menjadi kritik pedas bagi mereka yang memami agama sebagai legal-formal. Dengan bekal pemahaman dan tradisi mistisime St Agustinus dan filsafat dekonstruksi Derrida, Caputo mengajukan modus keberagaman yang relevan bagi era post-sekularisme atau post-modernisme dalam era ini. 
Agama tanpa Agama 

Kekuatan John D Caputo dalam buku ini, adalah bagaimana ia secara kritis mempertanyakan doktrin-doktrin agama, menyelami tradisionalisme-sekularisme, hingga mengajukan konsep agama cinta sebagai jawaban atas pencarian umat manusia. Caputo menulis bahwa, “gagasan di buku ini, bagaimana bergerak melampaui keharfiahan, fundamentalisme, dan takhayul yang sama sekali palsu, tanpa mengulangi kritik Pencerahan terhadap agama yang memandang rendah agama.

Suatu agama tanpa agama, bagaimanapun, membutuhkan kebenaran religius, tetapi sejenis kebenaran yang berbeda dengan omongan ‘agama yang benar berarti agamaku satu-satunya agama yang benar’. Agama-agama, dalam bentuk plural, bersifat unik dan merupakan oase praktik-praktik etis dan narasi-narasi religius yang khas, dan menurut saya menjadi saksi dari berbagai cara yang berbeda dalam mengasihi Allah, tetapi tanpa klaim kepemilikan ekslusif atas kebenaran” (hal. 136). 

Dengan menggunakan perspektif dekonstruksi ala Derrida, John D Caputo sejatinya ingin membongkar kenaifan dalam beragama, serta doktrin-doktrin legitimasi agama yang sering melahirkan kekerasan dan hegemoni. “Agama apapun akan lebih baik tanpa gagasan bahwa ia adalah ‘satu-satunya agama yang benar’ dan yang lain bukan, seakan-akan beberapa agama sedang berada dalam kontes menyingkirkan satu sama lain demi kebenaran religius. Mereka harus membuang gagasan sebagai ‘sang agama yang benar’. Mereka harus berhenti melangsungkan iklan negatif tentang agama orang lain atau orang yang kurang beragama, dan mereka perlu mengubur kebiasaan mengklaim bahwa kepercayaan mereka yang tertentu ialah yang paling pas untuk realitas yang ada di luar sana” (hal. 137). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun