Khulfi M. Khalwani  (Mahasiswa Program Doktoral Keamanan Nasional, Universitas Pertahanan RI)
Ada yang menarik dalam gelaran Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 yang diselenggarakan pada 10--11 Oktober 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta. Yaitu dukungan dan komitmen kolektif lintas stakeholders dalam mendorong pertumbuhan berkelanjutan, menanggulangi krisis iklim, serta mempercepat transisi menuju ekonomi hijau dan biru di Indonesia dan global.
Dari sekian banyak tema dalam forum internasional tersebut, ada yang paling berkesan yaitu materi kebijakan tentang Unlocking Nature-based Solutions yang dipaparkan oleh Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni.
Lebih dari sekedar isu kehutanan, melalui pemaparan tersebut, Indonesia seakan menegaskan posisinya sebagai salah satu negara yang menerjemahkan visi "pertahanan total" (total defense) dalam dimensi ekologis, sosial dan ekonomi berbasis sumber daya hutan. Hal inilah yang menjadi esensi green defense --- paradigma pertahanan berbasis ekologi.
Sebagaimana diuraikan oleh Barry Buzan dan Lene Hansen (2009) dalam The Evolution of International Security Studies, keamanan berevolusi dari sekadar "military-centered security" menuju "comprehensive security" yang mencakup dimensi politik, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Lebih lanjut mereka menegaskan bahwa keamanan adalah konstruksi sosial --- apa yang dianggap sebagai ancaman ditentukan oleh cara suatu bangsa menafsirkan keberlanjutan eksistensinya. Dalam kerangka ini, degradasi hutan, krisis air, dan perubahan iklim adalah ancaman eksistensial yang sama seriusnya dengan invasi militer.
Seperti ditegaskan dalam pemaparan di IISF 2025, hutan bukan sekadar sumber daya, melainkan "living reservoirs of food, energy, and water", yaitu basis kehidupan nasional yang menopang kedaulatan ekonomi sekaligus daya tahan sosial.
Oleh karena itu, komitmen Indonesia terhadap Nature-based Solutions, carbon market governance, dan pengakuan hutan adat bukanlah sekadar kebijakan kehutanan, tetapi merupakan artikulasi baru dari national security epistemology atau cara berpikir baru tentang bagaimana bangsa ini bertahan.
Program-program strategis seperti rejuvenasi hutan, mainstreaming perhutanan sosial, konservasi Way Kambas dan Peusangan Elephant Conservation Initiative di Aceh, serta transformasi karbon menjadi nilai ekonomi baru, lebih dari sekedar agenda lingkungan, tetapi merupakan strategi pertahanan nirmiliter yang memperkuat ketahanan nasional dari akar kehidupan masyarakat.
Dalam satu dekade terakhir, kebijakan kehutanan Indonesia menunjukkan transformasi nyata menuju ekonomi hijau dan ketahanan ekologis nasional. Merujuk paparan tersebut, disebutkan luas kebakaran hutan berhasil ditekan dari 2,6 juta hektare pada 2015 menjadi hanya 213 ribu hektare pada 2025, hasil dari deteksi dini, koordinasi cepat, dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan.
Program restorasi hutan di Taman Nasional Way Kambas, senilai USD 150 juta dengan dampak ekonomi hingga tiga kali lipat, menjadi contoh keberhasilan konservasi yang menciptakan lapangan kerja dan menjaga keanekaragaman hayati. Di Aceh, Peusangan Elephant Conservation Initiative (PECI) memperluas kawasan perlindungan hingga 90 ribu hektare, melindungi sekitar 100 gajah liar.
Pemerintah juga menargetkan rehabilitasi 10 juta hektare lahan kritis dan memperluas pengakuan hutan adat hingga 1,4 juta hektare pada 2029. Melalui perhutanan sosial seluas 8,3 juta hektare yang melibatkan 1,4 juta rumah tangga, nilai ekonomi hijau mencapai Rp 4,44 triliun dengan lebih dari lima juta lapangan kerja hijau tercipta.
Diversifikasi usaha hutan melalui Forestry Multi-Business (MUK) menambah 240 ribu pekerjaan baru, sementara inovasi bioenergi dari nira aren berpotensi menghasilkan 24 kiloliter bioetanol per hektare dan mengurangi impor BBM hingga 50 persen. Semua capaian ini menegaskan arah baru kehutanan Indonesia: menjadikan hutan bukan hanya paru-paru dunia, tetapi juga sumber ketahanan pangan, energi, dan ekonomi rakyat yang berkelanjutan.
Dalam istilah Buzan dan Hansen (2009), keamanan sejati muncul ketika negara dan masyarakat berbagi persepsi dan tanggung jawab atas ancaman yang sama. Ketika masyarakat diberi hak kelola dan manfaat atas hutan, mereka tidak hanya menjadi penerima kebijakan, tetapi juga aktor keamanan ekologis.
Ini bukan pertahanan yang eksklusif, melainkan inklusif --- membangun kekuatan dari bawah (bottom-up resilience). Di sinilah hutan tidak hanya berfungsi ekologis, tetapi juga epistemologis --- menjadi sumber pengetahuan, moralitas, dan solidaritas kebangsaan.
Dalam konteks filsafat ilmu pertahanan, langkah ini juga mencerminkan evolusi epistemologis dari hard power menuju ecological power --- kekuatan yang bersumber dari pengetahuan, tata kelola, dan harmoni manusia dengan alam.
Penulis menangkap, bahwa kebijakan kehutanan yang dipresentasikan dalam forum internasional tersebut tidak hanya menampilkan komitmen terhadap Sustainable Development Goals (SDGs), tetapi juga menunjukkan bahwa Indonesia sedang mempraktikkan teori evolusi keamanan itu sendiri: menjadikan hutan sebagai arena baru mencapai ketahanan nasional. Dalam kerangka ini, carbon economy bukan sekadar mekanisme pasar, tetapi juga strategi kedaulatan energi dan alat diplomasi hijau Indonesia di panggung global.
Dalam dunia yang semakin rapuh oleh perubahan iklim dan krisis sumber daya, maka pertahanan ekologis menjadi bagian dari strategi pertahanan total. Sebagaimana total war di abad ke-21 mungkin bukan lagi tentang menaklukkan musuh, tetapi juga menaklukkan kerentanan ekologis. Maka untuk menghadapi total war modern mungkin juga diperlukan total sustainability.
Sebagaimana diungkapkan dalam paparan "the forest is not ours to own, it is ours to protect."
Dalam kalimat ini tersirat kearifan strategis yang sepenuhnya sejalan dengan evolusi pemikiran Buzan dan Hansen (2009), bahwa keamanan nasional kini bertumpu pada kemampuan manusia menjaga kesinambungan sistem kehidupannya.
Dan di sinilah, Indonesia berdiri di garis depan, memimpin transformasi dari green policy menjadi green security, dari kebijakan kehutanan menjadi filsafat pertahanan masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI