Lebih jauh lagi, akses terhadap alam telah terbukti dalam berbagai penelitian dapat meningkatkan kesehatan mental, mengurangi stres, dan memperkuat hubungan sosial melalui aktivitas kolektif seperti bertani, berkebun, atau merawat hutan. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa lingkungan hidup yang lestari adalah katalisator tak langsung bagi flourishing, terutama di negara agraris dan rural seperti Indonesia.
Meski mencatat skor tertinggi, Indonesia tidak tanpa tantangan. Data GFS juga menunjukkan bahwa flourishing menurun pada kelompok usia lanjut, dan terdapat kesenjangan signifikan antara mereka yang aman secara finansial dan yang tidak. Perbedaan skor mencapai 3 poin antara mereka yang merasa aman secara ekonomi dan yang tidak --- selisih besar dalam konteks indeks skala 10.
Hal ini menjadi peringatan penting bagi pembuat kebijakan: bahwa flourishing bukanlah status tetap, melainkan kondisi yang bisa naik dan turun bergantung pada faktor-faktor sosial dan struktural. Dengan bonus demografi yang akan mencapai puncaknya dalam satu dekade ke depan, perhatian pada generasi muda, termasuk keterlibatan sosial, kesehatan mental, dan keberlanjutan lingkungan, menjadi kunci masa depan kualitas hidup bangsa.
Temuan GFS adalah pengingat bahwa kekuatan Indonesia ada pada manusianya pada nilai-nilai luhur yang selama ini mungkin dianggap biasa: gotong royong, ketulusan spiritual, hubungan erat antartetangga, dan hubungan harmonis dengan alam. Nilai-nilai ini bukan hanya warisan budaya, tetapi modal utama untuk membangun masyarakat yang benar-benar berkembang.
Khulfi M. Khalwani: Direktur Bidang Kerja Sama, Perkumpulan Perencana Pembangunan Indonesia (PPPI)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI