Mohon tunggu...
Khulfi M Khalwani
Khulfi M Khalwani Mohon Tunggu... Care and Respect ^^

Backpacker dan penggiat wisata alam bebas... Orang yang mencintai hutan dan masyarakatnya... Pemerhati lingkungan hidup... Suporter Timnas Indonesia... ^^

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peluang dan Tantangan Menaikkan Garis Kemiskinan

3 Juni 2025   13:02 Diperbarui: 4 Juni 2025   10:05 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hutan untuk Rakyat (dokpri)

Namun, kenaikan garis kemiskinan juga membawa sejumlah tantangan. Secara statistik, jumlah penduduk miskin akan meningkat secara signifikan. Hal ini akan menimbulkan persepsi negatif terhadap kinerja pemerintah, apalagi jika tidak diiringi dengan komunikasi publik yang efektif. Selain itu, meningkatnya jumlah penduduk miskin secara administratif juga menuntut penambahan alokasi anggaran untuk bantuan sosial, yang bisa membebani fiskal negara apabila tidak dikelola secara hati-hati.

Di sisi teknis, tantangan juga muncul dalam hal validasi data. Pemutakhiran data kemiskinan dan integrasi dengan sistem seperti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) harus dilakukan secara presisi untuk menghindari kesalahan sasaran. Risiko information asymmetry dan moral hazard dalam penyaluran bantuan akan meningkat jika sistem data tidak diperkuat.

Meski demikian, pengalaman negara lain menunjukkan bahwa langkah ini memungkinkan dan berdampak positif. Malaysia, misalnya, menaikkan garis kemiskinannya lebih dari dua kali lipat pada tahun 2019, dari 983 ringgit menjadi 2.208 ringgit. Meskipun tingkat kemiskinan resminya menjadi lebih tinggi, kebijakan tersebut mencerminkan komitmen terhadap perlindungan sosial yang lebih luas dan adil.

Dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi Indonesia---yang kini memiliki PDB per kapita mendekati 5.000 dolar AS---kenaikan garis kemiskinan nasional menjadi sekitar 4,74 dolar PPP per kapita per hari adalah langkah rasional. Angka ini mencakup kelompok miskin dan rentan sekaligus, dan sejalan dengan kebutuhan konsumsi masyarakat modern yang semakin kompleks.

Referensi:

  • Alkire, S., Foster, J., Seth, S., Santos, M. E., Roche, J. M., & Ballon, P. (2015). Multidimensional Poverty Measurement and Analysis. Oxford University Press.

  • IMF. (2021). Links Between Growth, Inequality, and Poverty: A Survey. IMF Working Paper No. 2021/068.

  • Sen, A. (2009). The Idea of Justice. Harvard University Press.

  • Singh, T. P. (2022). Inclusive Growth and Poverty Fading. Global Journal of Multidisciplinary Studies, 11(4), 23-30.

  • Soleh, A., & Suwarni, S. (2023). Inclusiveness of economic growth in Indonesia: the poverty approach. JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia), 9(1), 45-56.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun