Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Merayakan Ulang Tahun, Belajar kepada Kehidupan, Satu Jam di Katimbulan

24 Oktober 2021   22:31 Diperbarui: 25 Oktober 2021   13:09 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menikmati kebersamaan dengan keluarga di sebuah kolam di Katimbulan, Tanah Karo (Dok. Pribadi)

Sebuah rumus pengetahuan yang oleh Yuval Noah Harari disebut "Jalan Bata Kuning" memperkenalkan jalan alternatif humanisme. Sebagaimana halnya bila kita menemukan kebuntuan atau kemacetan pada suatu ruas jalan dalam arti sebenarnya, maka kita umumnya akan mencari jalan alternatif.

Katanya, pengetahuan dalam jalan alternatif itu adalah kombinasi antara pengalaman dan kepekaan. Pengetahuan didapat dengan menjangkau pengalaman dalam diri kita dan mengamatinya dengan kepekaan yang tinggi.

Kita perlu menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengumpulkan pengalaman dan mempertajam kepekaan. Sensitivitas atau kepekaan dalam sudut pandang ini tidak sama dengan kemahiran abstrak yang bisa dikembangkan dengan membaca buku atau dengan mengikuti sebuah kelas kuliah.

Namun, pengetahuan seperti ini didapatkan dengan mengasah keterampilan praktis yang hanya bisa menjadi matang dengan menerapkannya melalui praktik lapangan. Saya menggunakan sudut pandang ini untuk mensyukuri pengalaman dan keberadaan selama 3 tahun bergabung di dalam blog jurnalisme khalayak bernama Kompasiana yang berulang tahun ke-13 pada 22 Oktober 2021 yang lalu.

Menurut penjelasan Yuval, ayat utama humanisme adalah menciptakan makna bagi sebuah dunia yang tidak bermakna. Kemudian Wilhelm van Humboldt, sang arsitek utama sistem pendidikan modern pada awal abad ke-19, menjelaskan bahwa tujuan dari eksistensi adalah penyulingan seluas mungkin pengalaman kehidupan menjadi kebijaksanaan.

Hanya ada satu puncak dalam kehidupan, yakni mengukur kedalaman perasaan atas segala hal yang manusiawi. Begitulah moto kaum humanis.

Barangkali cara pandang inilah yang menjodohkan rasa ketika bersua untuk pertama kalinya dengan Kompasiana pada 28 Oktober 2018 yang lalu. Tunas kecil semangat untuk ikut berliterasi melaluinya pun mulai bersemi.

Belajar kepada Kehidupan

Sebagai orang awam dalam dunia kepenulisan, saya hanya menulis hal yang remeh-temeh melalui Kompasiana. Namun, siapa lagi yang akan bersedia memungut serpihan remah-remah pelajaran dari keseharian kita bila bukan kita sendiri sebagai warga.

Meskipun bukan seorang jurnalis profesional, minimal Kompasiana telah memberikan kemungkinan untuk kita di dalamnya bisa membuat berita atas diri kita, keluarga, adat, budaya, dan alam kampung halaman kita sendiri. Kita bisa menuliskan kisah inspiratif dari seorang penyapu jalan, seorang buruh tani, dan orang-orang bersahaja lainnya di sekitar kita melalui Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun