Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggali Kedalaman Makna Cinta Alam dan Kasih Tuhan di Ketinggian Siosar

24 Januari 2021   23:10 Diperbarui: 25 Januari 2021   12:38 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, satu hal yang pasti bahwa meskipun tinggal di dataran tinggi, tidak serta merta membuat warganya menjadi orang yang tinggi hati. Masyarakat Karo pada umumnya, sejak dahulu kala dikenal memiliki tutur kata dan laku hidup yang ramah dan terbuka kepada siapa saja.

Saya tidak akan menambah daftar panjang alternatif jawaban atas pertanyaan itu. Saya akan bermuara ke satu kemungkinan jawaban lain, terkait hubungan tempat tinggi (ketinggian) dengan Firman Tuhan.

Salah satu panorama dari ketinggian Puncak 2000, Siosar (Dokpri)
Salah satu panorama dari ketinggian Puncak 2000, Siosar (Dokpri)
Pendeta Rocky Marchiano Tarigan adalah seorang pendeta majelis jemaat Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) yang melayani jemaat desa Bekerah dan Simacem di kawasan Siosar. Dia juga adalah ketua desa wisata untuk kedua desa bertetangga itu.

Ia bercerita tentang sebuah kemungkinan wawasan (insight) terkait hubungan tempat-tempat yang tinggi dengan hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai ketuhanan. Setidaknya dalam sudut pandang sebagaimana pada masa hidup para nabi. Lebih khusus lagi misalnya sebagaimana dalam riwayat eksodus bangsa Israel dari Mesir menuju tanah Kanaan.

Ulasan ini tentu saja bukan ulasan tentang ajaran agama yang bersifat dogmatik. Lagi pula saya bukanlah seorang penatua, ahli teologia, apalagi seorang pendeta. Saya hanya mencoba menggali makna perkataan seorang pemilik cafe yang kebetulan juga adalah seorang pendeta, di sebuah kawasan relokasi bagi para pengungsi korban bencana.

Nabi Musa misalnya. Dia seringkali dipanggil oleh Tuhan untuk berjumpa dan bercakap-cakap denganNya di tempat-tempat yang tinggi, misalnya saja di Gunung Sinai. Cukup menarik untuk menggali makna penempatan para pengungsi ini di sebuah kawasan tertinggi dalam hubungannya dengan maksud panggilan dan rencana Tuhan.

Pilihan kenapa Musa meriung di tempat-tempat tinggi itu, apa takada pertaliannya dengan keheningan? Atau dengan kemungkinan kita, manusia, dapat dengan mudah merasakan betapa kecilnya kita, yang karena itu menjadi tak terlalu sulit juga untuk menjadikan kita bagian dari alam, bagian dari semesta, serta menerima keagungan Sang Maha Pencipta?

Tentu saja Tuhan memakai akal, pikiran, mata, tangan, dan kaki orang-orang dari berbagai kalangan dan latar belakang untuk menggerakkan dan mewujudkan rencana eksodus para pengungsi ke Siosar hingga bisa menetap sampai saat ini. Orang-orang yang berasal entah dari mana saja, bahkan yang namanya mungkin tidak pernah dikenal hingga saat ini, tapi dipakai Tuhan untuk membantu.

Belajar dari Kisah Musa di Gunung Sinai

Meninggalkan pemahaman sempit sektarian sekalipun tampak sulit, sebenarnya siapa pun mampu memahami bahwa terkadang Tuhan memang memberikan teguran melalui suatu bencana. Namun, apa yang terutama dari hal itu adalah respons manusia atasnya.

Mungkin ada yang cepat merespons, ada yang lambat, bahkan ada juga yang menganggap hal itu sebagai sesuatu yang biasa saja atau bahkan bukan apa-apa. Respons seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh siapa, bila hal itu merupakan bagian dari rencana Tuhan, adalah urusan Tuhan dengan siapa Dia berkenan berurusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun