Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Saya yang Kembali Menyayur dan Belajar Serius Menulis sejak Karantina Mandiri

21 Maret 2020   23:01 Diperbarui: 21 Maret 2020   23:54 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahan-bahan memasak sayur (dok. pribadi)

Di sela-sela acara forum lintas perangkat daerah Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara di Kota Wisata Parapat Kabupaten Simalungun, yang semula dijadwalkan mulai dari tanggal 16 -- 18 Maret 2020, tapi dipersingkat menjadi hanya sehari, mengingat perkembangan pandemi global Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang juga telah mengalami peningkatan penyebaran di beberapa daerah di Indonesia. Demi mendapat kabar dari berbagai media terkait hal itu, maka ada juga rasa was-was dalam hati.

Sampai dengan Jumat, 13/03/2020, tercatat jumlah pasien Covid-19 masih sebanyak 69 orang. Lalu sebagaimana dilansir dari Merdeka.com, pada Selasa, 17/03/2020, menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Virus Corona, Achmad Yuri, bahwa pasien Covid-19 meningkat menjadi 172 orang, dengan penambahan terbanyak dari DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah hingga kepulauan Riau.

Kondisi penambahan ini, menurutnya lantaran mobilitas penduduk yang sangat tinggi, serta kemungkinan terjadinya kontak dari kasus positif cukup besar.

Penambahan pasien ini menurutnya, adalah hasil penelusuran yang dilakukan jajaran dinas kesehatan serta koordinasi dengan kepolisian dan pemerintah daerah. Sementara itu, hingga tanggal 18 Maret 2020, terjadi penambahan kasus baru sebanyak 55 kasus, menjadi 227 orang.

Lalu, hingga hari Kamis, 19 Maret 2020 terdata sudah 309 pasien positif terpapar Corona. Jadi, bila sehari sebelumnya dalam satu hari terjadi pertambahan kasus sebanyak 55 kasus, maka sehari kemudian (18 Maret ke 19 Maret) pertambahan kasus baru meningkat menjadi 82 kasus dalam sehari.

Itu mungkin baru kasus-kasus yang terdeteksi, bisa jadi masih banyak kasus lain yang tidak terdeteksi. Pada Kamis, 19/03/2020 juga, melalui running text pemberitaan beberapa stasiun televisi disampaikan oleh kementerian BUMN, bahwa alat tes Corona dari China sudah mulai masuk, dan pada pekan depan akan mulai digunakan untuk melakukan tes secara massal (rapid test).

Disamping hal itu berguna untuk melakukan pemetaan penyebaran virus yang lebih akurat, mendapatkan data akurat untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganan yang lebih tepat, kita juga mungkin akan melihat peningkatan signifikan penemuan kasus-kasus baru bila hal itu dilakukan.

Tapi kita tidak akan membahas segala hal yang teknis terkait dengan Corona, yang sudah cukup berlimpah pemberitaannya oleh berbagai media.

Termasuk juga sudah ada beberapa aplikasi dan layanan yang dibuka oleh pemerintah, yang setidaknya sudah semakin membaik sejak dibukanya layanan situs resmi satu pintu dan layanan kontak WA resmi yang difalisitasi oleh kementerian komunikasi dan informatika, untuk menjawab berbagai pertanyaan masyarakat seputar persoalan virus Corona ini.

Kita juga tidak akan membandingkan fatality rate dampak Covid-19 di berbagai negara yang terdampak dengan kasus di Indonesia, dan berbagai pukulan kasus ini terhadap perekonomian dan menurunnya nilai tukar mata uang rupiah.

Biarlah, ahlinya yang akan menangani hal itu. Kita sebagai masyarakat cukup untuk mengetahui gambaran umum seluk beluk virus Corona, berbagai dampaknya, dan mematuhi langkah-langkah pencegahan persebaran dan penanganannya, yang disampaikan melalui himbauan-himbauan resmi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Segala informasi itu patut kita ketahui bukan untuk membuat kita semakin panik, tapi perlu untuk kita bisa meningkatkan kesiapsiagaan kita masing-masing.

Walaupun rasanya dengan membandingkan kesiapan China dan beberapa negara lainnya dengan negara kita dalam penanganan pandemi ini, rasanya memang agak mengkhawatirkan dengan kemungkinan bahwa kondisi pandemi Corona yang akan semakin memburuk di negara kita.

Hal ini mengingat perilaku kebiasaan menjaga kebersihan dan perilaku hidup sehat yang masih agak bermasalah di negara kita. Apalagi di kampung-kampung dengan segala seremonial adat istiadat  dengan tingkat volume dan fkrekuensi mengumpulkan orang-orang dalam jumlah banyak yang sangat tinggi.

Ini adalah salah satu tantangan lainnya yang cukup serius. Dalam semua acara ini, sopan santun dan etika sangat ditekankan melalui aktivitas bersalam-salaman. Sebuah perilaku yang cukup berisiko saat ini.

Maka, tidaklah mengejutkan bila potensi tantangan yang serius dari aspek perilaku dan kehidupan sosial dalam penanganan pandemi ini di negara kita, melalui pemberitaan berbagai media dikabarkan tidak kurang dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia juga membuat himbauan untuk jemaat melakukan ibadah dari rumah masing-masing.

Anjuran untuk selalu mencuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir adalah sebagian langkah yang sudah sejak lama digaungkan sebagai salah satu bagian Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) jauh sebelum Corona menyerang.

Tapi ini bukan tanpa tantangan, karena banyak juga warga yang mengeluhkan tentang pasokan air bersih yang tidak mudah di daerah mereka. Bagaimana lagi untuk mencuci tangan cukup sering dengan air mengalir, sementara untuk mendapatkan air masak saja susah?

Atau himbauan agar para orang tua membekali anak-anak mereka dengan 1 botol kecil alkohol setiap orang sebelum berangkat ke sekolah, agar setiap kali mereka selesai menyentuh sesuatu, mereka bisa membersihkan jari jemari dan telapak tangannya. Sementara kenyataannya, alkohol pun sudah susah didapatkan, dan kalau pun ada harganya sudah cukup melambung tinggi?

Atas dasar itulah barangkali, dorongan untuk melakukan karantina diri secara mandiri, belajar di rumah, bekerja di rumah, beribadah dari rumah, sangat penting untuk disadari dan dilakukan sebagai sebuah kebijakan.

Bukan saja karena ini dipandang efektif memutus rantai sebaran virus, tapi karena realitasnya kesiapan pemerintah kitapun masih terbatas untuk melakukan penanganan seandainya didapati kasus yang perlu penanganan.

Di samping itu, kesiapsiagaan kita juga sebagai masyarakat belumlah merata di semua daerah. Menjadi benar pepatah lama, bahwa mencegah adalah lebih baik dari pada mengobati?

Setidaknya, mulai sejak Jumat, 13/03/2020, tidak lama setelah teguran Badan Kesehatan Dunia (WHO) disampaikan kepada presiden RI terkait penanganan Corona agar dilakukan dengan lebih serius, maka tampak beberapa Kementerian/ Lembaga/ dan instansi pemerintah daerah pun mulai semakin meningkatkan kebijakan pencegahan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas, walaupun masih tampak beragam di setiap daerah.

Namun, di samping kebijakan pemerintah, adalah sangat penting bagi masyarakat sendiri untuk meningkatkan kewaspadaannya. Bukan dalam rangka melakukan pemborongan tidak terkendali atas bahan-bahan kebutuhan pokok, tapi perlu untuk keluarga-keluarga melengkapi beras, telur, mie instan, misalnya, yang bisa bertahan lama, setidaknya hingga akhir Maret atau pertengahan April, untuk mengantisipasi kemungkinan yang lebih buruk.

Tanpa mau menutup mata atas realitas yang ada, bukankah beras dan sembako pun berpotensi menjadi langka, sebagaimana halnya masker dan hand sanitizer yang sudah lebih dahulu langka sejak beberapa waktu yang lalu. Kalau pun ada harganya sangat mahal.

Bila masyarakat mau membuat hand sanitizer sendiri pun bahan-bahannya sudah mulai susah dan mahal untuk didapatkan. Masyarakat juga sudah semakin pintar, diam-diam atau terang-terangan, pencarian terhadap alkohol juga sudah semakin marak.

Orang-orang pun semakin paham dan mengetahui dari berbagai sumber tentang alkohol dengan kadar tertentu yang dikatakan cukup efektif dipakai untuk membersihkan dan membunuh virus. Di beberapa tempat, alkohol sudah seharga Rp. 60.000/liter, padahal sebelumnya harga rata-ratanya sekitar Rp. 33.000/liter. Namun, bahkan yang mahal pun sudah habis.

Sebagai masyarakat dan warga negara tentu kita mengharapkan yang terbaik bagi negara dan masyarakat kita. Tapi seandainya memburuk, pastilah setiap orang berharap agar setidaknya dia dan keluarganya terhindar dari mara bahaya dan musibah, dan karenanya mereka menyiapkan diri dan keluarganya.

Aku membayangkan, Wuhan-China, yang dalam jangka waktu singkat sejak ditemukannya pasien positif Corona yang meninggal dunia, langsung melakukan langkah agresif dengan menutup Wuhan, dan dengan ketat mewajibkan semua orang tinggal di rumah, dan Wuhan segera menjadi kota mati.

Tapi sebenarnya itu adalah karena disiplinnya warga dalam mengikuti petunjuk pemerintahnya. Itu pun butuh lebih kurang dua bulan, hingga didapatkan kabar tentang Wuhan yang sudah kembali pulih.

Apa yang kemudian saya (maaf) syukuri dari kebijakan karantina mandiri ini adalah, kami sekeluarga menjadi lebih banyak memiliki waktu bersama di rumah. Saya bahkan kembali suka memasak sendiri sayur untuk dimakan bersama di rumah.

Selain itu, saya menjadi berpikir untuk bisa menjadi lebih serius belajar menulis, meski kenyataannya agak berkurang juga produktivitas dalam menulis.

Memasak sayur (dok. pribadi)
Memasak sayur (dok. pribadi)
Begitulah semua hal yang bisa terjadi di alam, baik yang buatan atau alami, yang baik dan yang buruk, tanpa disadari akan menciptakan keseimbangan-keseimbangan baru. Ada yang kembali melakukan hal-hal yang telah lama ditinggalkan, ada juga yang melakukan hal-hal yang sama sekali tidak pernah terbayangkan.

Rumah bukanlah penjara, dan benar bahwa hakikat hidup adalah bekerja. Bila kebijakan yang ada tidak bisa memenuhi keduanya sekaligus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing orang yang tidak sama, maka ada baiknya setiap orang mulailah berpikir dan bertindak serius untuk bisa bekerja dari rumah. Kalau tidak bisa, maka mari membawa perlakuan rumah ke lingkungan pekerjaan sebisanya.

Benar bahwa untuk mengubah kebiasaan di tengah tuntutan keadaan dan kebutuhan sehari-hari yang tidak kenal kompromi bukan sebuah perkara mudah. Seperti menghubungkan kemampuan memasak sayur dengan keinginan belajar untuk serius menulis.

Tidak jarang, bahwa untuk memenuhi hal yang lebih penting, kita harus mengorbankan hal-hal yang perlu. Tidak mungkin untuk berpikir mendapatkan semuanya sekaligus dalam situasi yang tidak biasa.

Bukankah kita juga sudah belajar bahwa hidup lebih penting dari pada makanan, dan tubuh lebih penting dari pada pakaian? Adakah di antara kita yang dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya karena kekuatirannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun