Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana Melestarikan Sesuatu yang Hilang?

6 September 2019   15:03 Diperbarui: 6 September 2019   16:08 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pdt. Pensiunan Simon Tarigan, STh dan Gubernur Sumatera Utara, Eddy Rahmayadi, pada sebuah kesempatan di acara Ulang Tahun Perkeleng GBKP yang ke-10, 30/08/2019 yang lalu (dokpri)

Apa yang dimaksud dengan budaya pada manusia, sekurang-kurangnya memuat tiga unsur, yakni adat istiadat dalam ide, adat istiadat dalam bentuk upacara, dan artefak. Adat istiadat dalam ide terkait dengan kepercayaan dan falsafah hidup. Terkait dengan upacara terlihat melalui tradisi dalam upacara keseharian hidup manusia, seperti anak lahir, upacara perkawinan, memasuki rumah baru, atau upacara kematian. Sementara itu, artefak menyangkut benda-benda hasil budi dan daya manusia, seperti alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga, atau alat-alat kesenian.

Salah satu yang menarik untuk ditelaah sehubungan dengan zaman yang berkembang adalah budaya dalam hal ide. Berikut adalah sebuah pengalaman dari seorang pendeta yang bergumul dalam harapannya akan budaya, khususnya budaya Karo, salah satu suku bangsa di Indonesia, dengan kenyataan tentang budaya Karo yang hidup dan berkembang saat ini.

Pada awal pelayanannya di tahun 1980, sang pendeta menginformasikan gagasannya yang merupakan mimpinya tentang budaya pada Sidang Klasis Kabanjahe, melalui khotbah perdana dalam pertemuan se klasis. Mimpi itu terkait dengan transformasi budaya melalui iman Kristen. Tentang menjadikan Karo yang beriman dan iman yang berciri Karo, dalam kebersamaan arak-arakan umat Allah di muka bumi.

Dalam perjalanan pelayanannya selanjutnya, mimpi itu belum juga jadi kenyataan, hingga saat ini. Karo seperti mengalami tanda-tanda krisis identitas, di mana sebenarnya gereja juga ikut di dalamnya, karena gereja tidak mungkin hidup tercerabut dari bumi yang sama dengan budaya.

Pada tahun 2000 yang lalu, sang Pendeta dipanggil bersama yang lainnya menjadi Panitia Pembaharuan Tata Gereja GBKP 2005-2015, sekaligus juga menjadi Ketua Panitia Penyusunan GBP GBKP 2005-2010. Pada periode inilah ditetapkan satu Unit Pelayanan "Badan Penggalian, Pelestarian, dan Pengembangan Budaya" (BPPPB) di tubuh Moderamen GBKP. Moderamen merupakan badan eksekutif yang melaksanakan program dan kegiatan gereja GBKP di tingkat Sinodal.

Ia bukannya merasa kalau budaya dan agama sedang berada di persimpangan jalan, tapi hingga pensiunnya ia merasa kalau mimpi tentang agama dan budaya yang berjalan dalam arak-arakan transformasi itu masih tetap sebatas mimpi.

Memang tidaklah separah bila itu, agama dan budaya, berada di persimpangan jalan. Itu adalah sebuah kondisi yang bisa dikatakan setengah beragama, sekaligus setengah berbudaya.

Dia galau, memandang keadaan budaya Karo seperti ada yang hilang atau terhilang, untuk mengatakan bahwa sebagian budaya mungkin hilang karena tidak sengaja. Apa yang mau dilestarikan dari sesuatu yang sudah hilang?

Mungkin sesuatu yang sudah hilang atau terhilang harus lebih dahulu dihidupkan kalau mau dilestarikan. Ia harus digali lagi, kalau memang masih ada yang mau menjadi orang Karo, menjadi orang berbudaya. 

Lalu siapa yang harus menggalinya? Ya, termasuk juga warga gereja, umat beragama, karena gereja, agama, tidak mungkin hidup tercerabut dari budaya.
Gereja, agama, ikut bertanggung jawab menjaga budaya agar tidak habis ditelan zaman. Memang kita harus ikut perubahan zaman, karena itu budaya juga akan ikut berubah, setidaknya bukan hilang.

Berubah bukan berarti hilang, dan itu berarti pengembangan budaya. Siapa mengembangkannya? Termasuk juga gereja, agama. Kata sang pendeta, "Kehadiran Unit BPPPB semoga menjadikan mimpinya menjadi kenyataan, tentang hadirnya tradisi budaya Karo yang religius, sekaligus tradisi religius yang bercorak budaya ke-Karo-an." Katanya lagi, "Biarlah itu terjadi, walaupun kami yang tua-tua ini nanti sudah hilang dari peredaran."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun