Kalau rencana ini terwujud, tentu ini adalah sesuatu yang sangat baik. Selain untuk mengurai kemacetan lalu lintas jalan raya, perjalanan dengan kereta melalui jalur-jalur historis ini juga tentu akan membuka tumbuhnya potensi-potensi pariwisata baru.
Pemberitaan harian SIB, Jumat (28/06/2019)-dokpri
Pemberitaan harian SIB, Jumat (28/06/2019) tentang rencana pembukaan kembali jalur KA Medan-Pancur Batu - dokpri
Hari ini boleh saja kita melihat kota Pancurbatu sebagai kota kecil yang kurang bermakna. Namun, pada masa dulu Arnhemia adalah salah satu pusat pemerintahan Kolonial Belanda. Bukti-bukti peninggalannya masih terlihat dari beberapa bangunan yang dulunya digunakan sebagai gedung instansi pemerintah yang masih berdiri tegak hingga hari ini meski telah dialihfungsikan. Dua di antaranya adalah gedung yang sekarang dijadikan Kantor Camat Pancur Batu, serta gedung Rumah Sakit Umum yang dulunya adalah Kantor Kontrolir untuk perkebunan.
Kantor Camat Pancur Batu, elprinalimbong.wordpress.com
Berbelanja perlengkapan rumah di salah satu kios di jejeran Kedai Panjang Pasar Pancur Batu (dokpri)
Selain itu, di beberapa kawasan di Pancurbatu masih bisa kita temukan sisa-sisa bangunan tua yang sudah ada sejak masa kolonial. Salah satunya adalah kawasan Kedai Panjang serta beberapa rumah penduduk di kawasan Kampung Keling. Namun sayang gedung-gedung tersebut beserta stasiun kereta api yang sudah sejak tahun 1973 tidak beroperasi lagi itu, tak terpelihara dengan baik.
Jejeran bangunan tua peninggalan Belanda yang kini dikenal dengan Kedai Panjang di Pasar Pancur Batu, sumber: https://storgram.com/tag/pancurbatu
Dilansir dari elprinalimbong.wordpress.com, Ngatiman (53), anak dari mantan salah satu pekerja di Perusahaan Kereta Api DSM, mengaku bahwa gedung stasiun kereta api tersebut telah mereka jadikan rumah sejak lama. Bahkah seluruh kawasan sekitar stasiun telah dipadati oleh rumah-rumah penduduk yang mayoritas anggota keluarga mantan pekerja Perusahaan Kereta Api DSM.
Dalam buku Kadet Brastagi (1980), seorang mantan kadet, Achmaddin Yus, menuturkan soal serangan Belanda dari Pantai Cermin yang mengakibatkan Pancurbatu ikut luluh lantak sehingga memutus jalur transportasi antara Medan Area dengan Tanah Karo. Meski sempat dilakukan serangan balasan ke Pancurbatu dan Kabanjahe pada 17 Agustus 1947, namun kedua wilayah itu hanya berhasil diduduki selama 5 jam. Apalagi perlawanan berat harus dihadapi para gerilyawan dengan peralatan seadanya.
Di samping itu, sejarah panas dan berdarah juga pernah terjadi di kota ini, meski masa-masa itu hampir cukup lama berlalu. Begitupun Kota Pancurbatu pernah menyimpan desas-desus soal perkelahian antar pemuda setempat. Namun, kini reputasi buruk ini mulai berkurang meski belum habis sepenuhnya.
Saya yang sesekali mengunjungi Dusun Tebing Ganjang, Desa Durin Tonggal, Kecamatan Pancur Batu, asal kelahiran orang tua, sesekali senang berbelanja ke Pasar Pancur Batu. Situasi pasar kini tampak lebih ramai. Terutama di hari pekan yang jatuh pada hari Sabtu, kemacetan total bisa terjadi di ruas jalan Jamin Ginting yang melalui tengah Kota Pancurbatu.
Pasar Pancur Batu, elprinalimbong.wordpress.com
Berbelanja Aneka Penganan di salah satu sudut Pasar Pancur Batu (dokpri)
Di sekitar pasar ini juga marak perdagangan hewan ternak. Seperti babi, anjing, ayam, bebek, kambing, sapi, dan sebagainya. Juga dagangan para pengrajin besi lebur yang menghasilkan pisau, parang, cangkul, dan sebagainya masih ada yang bertahan di kota kecil ini. Karenanya tidak heran jika pada hari pekan, warga desa-desa di sekitar Pancur Batu, maupun dari Kabupaten Karo dan Kota Medan banyak datang berbelanja ke Pancurbatu.
Nama Arnhemia telah banyak dilupakan, tapi sejarah tak dapat dihapus, bahwa Pancurbatu pernah menjadi kota penting di masa keemasannya.
Referensi:
elprinalimbong.wordpress.com/2013/02/16/pancurbatu-sada-wari-i-arnhemia/amp/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Lihat Sosbud Selengkapnya