Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Pendek untuk Perjuangan Panjang Perempuan

16 Oktober 2020   15:33 Diperbarui: 16 Oktober 2020   15:38 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejumlah pencapaian penting dalam bidang demokrasi, perdamaian, keadilan, dan kesetaraan gender yang dinikmati perempuan saat ini bukan merupakan sesuatu yang otomatis didapatkan setelah Indonesia merdeka, melainkan hasil perjuangan panjang gerakan perempuan lintas kapasitas, kelompok, suku, agama, dan piihan politik.

Perjuangan panjang tersebut terbagi dalam 4 (empat) fase. Pertama, fase gerakan perempuan yang tumbuh pada era kolonialisme yang menekankan pada ide kemerdekaan, otonomi dan kesetaraan pendidikan bagi perempuan. Kedua, fase pada era pemerintahan orde lama yang menekankan pada gerakan akar rumput, per-juangan keadilan sosial dan hak politik perem-puan.

Ketiga, fase pada era pemerintahan orde baru di mana gerakan perempuan harus sejalan dengan kepentingan dan ideologi pemerintah. Keempat, adalah fase pada era reformasi yang menekankan hak politik perempuan, dikotomi publik dan privat, kesetaraan dalam perkawinan serta kekerasan seksual. (Jurnal Perempuan, 2019).

Pada fase kolonialisme, seluruh organisasi perempuan menyadari pentingnya kesatuan cita-cita, gerakan dan aksi untuk memajukan kehidupan perempuan dari berbagai kesenjangan dan diskriminasi. Maka dilaksanakanlah Kongres Wanita I di Yogyakarta, Kongges Wanita II di Jakarta dan Kongres Wanita III di Bandung.

Kongres I, II dan III menghasilkan banyak rekomendasi penting untuk mengatasi kesenjangan dan diskriminasi perempuan dalam bidang pendidikan, kesehatan, perkawinan/ keluarga, hak memilih dan dipilih (politik), kekerasan dalam rumah tangga (poligami) dan kekerasan seksual. Bahkan ikrar persatuan organisasi perempuan yang dibacakan peserta Kongres Wanita I pada tanggal 22 Desember 1928.

Meskipun saat ini sudah beberapa waktu pasca Kongres Wanita I, setelah Indonesia Merdeka, pasca reformasi, tetapi berbagai masalah kesenjangan dan diskriminasi terhadap perempuan masih terus terjadi. Kemiskinan perempuan, ketidaksetaraan upah dan kesempatan pekerjaan, kekerasan dan per-dagangan perempuan, perkawinan anak, kematian ibu dan rendahnya partisipasi politik perempuan di parlemen dan dalam pembangunan merupakan berbagai permasalahan yang masih dihadapi oleh perempuan.

Gerakan perempuan memiliki tanggung jawab tidak hanya untuk mendeskripsikan apa yang terjadi, tetapi harus berpartisipasi dalam pembangunan, konsolidasi gerakan sosial untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, adil dan sejahtera. Selain itu, menjadi alasan penting lainnya bagi perempuan untuk berkumpul saat ini adalah perlunya mengembalikan semangat perempuan saat ini dengan semangat gerakan perempuan untuk memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender bagi perempuan termarginalkan di semua bidang pembangunan dan kehidupan.

Seluruh cita-cita dan ide ini merupakan refleksi sejarah dan pengalaman asli pemberdayaan perempuan dalam beragam isu HAM dan pembangunan. Seluruh pikiran, cita-cita dan pelaksanaan agenda-agenda besar maupun yang sekala sederhana soal perempuan merupakan penghargaan dan penghormatan terhadap pengalaman, gagasan dan prakarsa para perempuan penggerak yang merupakan aktor perubahan di pemerintahan dan masyarakat.

Maka kemudian penting menguatkan kepemimpinan perempuan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, adil dan sejahtera serta saatnya perempuan berdaya. Menjadi tanggung jawab bersama kita untuk memastikan bahwa semua perempuan mendapatkan haknya dalam pemenuhan perlindungan hukum, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, politik dan budaya.

Namun perlu dipahami bahwa beragam gerakan perempuan itu bukan merupakan gerakan perempuan untuk melawan laki-laki, tapi justru untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki dalam proses pembangunan dan kehidupan bermasyarakat.

Cermin Kita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun