Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekali Lagi, Joko Tjandra

5 Agustus 2020   17:09 Diperbarui: 5 Agustus 2020   17:10 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belakangan, Joko Tjandra menjadi headline sekaligus hot issue media on line dan off line. Koruptor berjuluk "Joker," acap bikin repot aparat hukum, membuat riuh forum diskusi dan membawa umpatan jenaka bahkan ekstrem di lesehan pinggiran, dll.

Joko Tjandra memang orang kaya, sekurangnya ia kaya strategi untuk mencuri uang negara dan tak sedikit trik baru selalu disematkan untuk lolos dari sergapan KPK, Kepolisian maupun Kejaksaan juga Saber Pungli pun Saber-saber lainnya.

Sosok koruptor yang menggondol uang tak kurang Rp 904 milyar ini terus menumpahkan cacimaki, doa dan harapan yang beraduk dari sekumpulan orang yang suka dan mereka yang membenci.

Sang Joker harus kita akui, ia betul-betul bulat atau bundar dalam berketetepan hati kala merampok dana yang berasal dari negara itu, tapi rupanya ia tak sebulat tidak sebundar tekad dan keberaniannya saat dicokok aparat berwajib dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya selama 11 tahun dalam masa pelarian, sejak 2009-2020. Dia tak lebih dari Jago Kate. Ayam jantan yang selalu berkokok di dekat kandang maupun induk semangnya.

Bahkan kelihaian strateginya beberapa media melansir Joko Tjandra pernah mengirim dirinya yang palsu ketika pemeriksaan aparat.Namun, akhirnya koruptor berdarah Tinghoa ini harus merintih dalam penangkapannya (30/7/2020) di Malaysia.

Apa yang dilakukan Joker ini jelas tak bisa dibiarkan meracuni kaum milenial apalgi anak-anak kita ke depan. Maka upaya pencegahan, penindakan pun harus intensif dilakukan. Bukan soal banyaknya koruptor yang ditangkap, tapi juga mesti diperjuangkan pula bagaimana mengerem, menekan, bahkan menihilkan atau zero atas perilaku korup yang terus menjelma dalam berbagai wajah di negeri ini.

Kita tahu Joko Tjandra berpendidikan, berpengalaman, namun kedua matra yang digenggamnya itu tak bisa diterjemahkan secara konkret dalam perilaku hariannya. Justru sebaliknya, ia telah menjadi sosok yang weleducated, tapi low attitude.

Ia telah berubah menjadi personal yang devian dan meneguhkan dirinya menjadi musuh aparat, musuh negara bahkan musuh rakyat. Karena dana-dana yang dikorupsi, sejatinya bisa dialokasikan untuk pembangunan negeri ini, sekurangnya membalik rakyat miskin menjadi berdaya dan mandiri.

Tapi, manakala dana-dana tersebut diserobot dijarah di tengah perjalanan, maka kemudian sumpah serapah menganga dari ratusa juta penduduk republik ini.

Joko Tjandra saat lahir pastilah putih bersih seperti halnya kerta putih yang belum tergores sapuan warna dan tulisan apapun, namun sesat piker simpang jalan terus menggerusnya hingga menjadi sosok raja tega hanya untuk memuaskan diri dan kelompoknya.

Apa yang dicuri dan korupsi Joker yang hampir Rp 1 trilyun cukup fantastis, namun sesungguhnya harga diri dan martabatnya tak lebih dari apa yang dicurinya. Ia tak lebih berharga dari isi perut yang selalu menjadi kegelisahan materialnya, kerakusan hatinya dan ketamakan otaknya.

Jika fisik sampah di negeri ini selalu kita optimalkan, berdayakan menjadi komoditas yang bernilai tambah, seperti dibuat pembangkit listrik tenaga sampah atau pernak-pernaik kerajinan tangan UMKM yang berharga tinggi di saat pameran on line maupun of line.

Tapi perilaku dan aksi salah kaprah Joko Tjandra yang menyampah telah menghempaskannya pada titik balik yang berada level paling rendah. Serendah-rendahnya manusia, karena secara tak langsung ia pun juga menghisap uang negara ya uang rakyat.

Dialah predator kampiun yang memang sudah seharusnya berakhir dan diakhiri kisahnya dalam jagat dunia koruptor. Jika harus dikatakan, sepak terjang Joker ini sudah melukai bahkan menyakiti rakyat. Ia Kaya tapi miskin. Miskin integritas, nihil sense of crisis. Rompi orange rupanya menjadi bagian pledoi kala menjawab pertanyaan kawan media.

Maka kemudian penting kita daraskan pasokan pengetahuan, informasi bahkan dampak dan bahaya perilaku korupsi bagi masa depan negeri ini. Membangun orang-orang jujur memang tak mudah, tapi semua itu menjadi tantangan kita bersama.

Bagaimana sekurangnya anak-anak yang masih duduk di bangkus ekolah dan kuliah tak terintrusi praktik-praktik kotor korupsi, gratifikasi dan pungli.

Pendidikan menjadi panasea mencegah praktik gelap korupsi. Edukasi dan jejak moral yang kita tawarkan sejak dini, dan barangkali akan menggenang hingga nanti, yakni tak mencontek, tak menyogok guru/dosen/polisi, tak menggabrul, tak berjoki, tak membeli bocoran soal, tak memalsu nilai akademik, tak memalsu tandatangan, tak bertransaksi jabatan, dll.

Pertanyannya kemudian adalah apakah sejatinya Joker dkk itu sedang memainkan peran Robin Hood  ataukah Zoro yang bersedia mengorban harta dan dirinya untuk kepentingan rakyat yang membutuhkan.

Penggerak Anti Korupsi

Barangkali kedua peran itu dimainkan secara parsial atau agregat dalam kemasan yang begitu cantik, sehingga masyarakat kadang tak percaya jika mereka melakukan korupsi, karena ia baik dengan masyarakat, suka membantu dan ringan tangan.

Korupsi yang dibungkus kebaikan, seperti menyantuni, membantu dan menolong orang miskin sesungguhnya hanya kamuflase atau topeng belaka. Masyarakat acap tak sadar kalau dana yang dicuri, dikorupsi itu miliknya, jatahnya.

Korupsi sangat jelas telah merugikan keuangan negara. Akibatnya, keuangan negara yang seharusnya lebih banyak dipergunakan untuk kepentingan rakyat menjadi semakin berkurang. Anggaran keuangan negara melalui APBN/APBD, yang dari tahun ke tahun masih sangat terbatas menjadi semakin terbatas kemampuannya saat dana itu banyak dikorupsi.

Hal yang paling dirasakan oleh rakyat adalah kemampuan negara semakin terbatas dalam hal menyediakan anggaran demi kepentingan rakyat, khususnya yang dirasakan secara langsung.

Antara lain, adalah  perbaikan infrastruktur, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan transportasi dan pelayanan masalah kesejahteraan rakyat yang lainnya, seperti bantuan bagi keluarga miskin dan anak terlantar, diasabilitas, penanganan bencana termasuk penanganan pandemi covid-19, dan lain-lain.

Menutup sesi ini, maka perlawanan terhadap korupsi harus terus digaungkan. Integritas menjadi salah satu kunci penting dalam menangkal perilaku korupsi yang menjadi musuh bersama kita. Budaya Integritas harus menjadi karakter bangsa dan menjadi identitas sumber daya manusia Indonesia.

Maka pembangunan Zona integritas seperti harus terus ditularkan keberbagai instansi pelayanan masyarakat. Sebagai pelayan masyarakat dan abdi negara kita harus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, memegang teguh sumpah janji yang telah kita ucapkan dibawah kitab suci dan menjadikan peraturan dan undang-undang sebagai pegangan guidence dalam pelaksanaan kerja-kerja pelayanan masyarakat.

Ingat, walaupun KPK, Polisi, keluarga, teman dan atasan kita tidak tahu kalau kita korupsi, tetapi Tuhan itu Maha tahu. Jangan sekali-kali korupsi. Sebaliknya, jadilah aktor utama penggerak perlawanan terhadap korupsi di Indonesia. Penulis optimis dan yakin seluruh pejabat dan rakyat di negeri ini merupakan para aktor penggerak anti korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun