Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Wedhatama dan "Balon" Kita

17 Juni 2020   12:26 Diperbarui: 18 Juni 2020   15:58 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tinta tanda pemilihan. (sumber: KOMPAS)

Menelisik sejarah kerajaan bangsa-bangsa di muka bumi adalah belajar bagaimana terus menerus berkonfrontasi. Jika bereroleh kemenangan maka merupakan modal untuk bertarung lagi.

Pada ranah personal adalah bagaimana berlelah-lelah dalam berkarya, berhasil atau gagal itu soal nanti (Tuhan). Adalah Sigmund Freud, perumus psikoanalisa yang sangat menonjolkan nafsu liar manusia itu pada akhir hayatnya ketika ditanya sari-sari pemikirannya, ia menjawab dengan singkat : mencintai dan bekerja, zeit und arbeit.

Pesan mendalam secara eksplisit dan implisit dari Wedhatama karya besar KGPAA Mangkunegara IV masih relevan di kekinian dan era kesejagatan dalam konteks Pilkada. Dalam serat ini diajarkan kepada siapapun (birokrat, politisi, pejabat bahkan rakyat). 

Dalam konstelasi ini, bagaimana para balon kepala daerah bersikap yang tepat dalam mengarungi perubahan zaman, di mana kita diharapkan untuk selalu waspadeng semu (mampu menangkap gelagat), sesadon ingadu manis (menanggapi segalanya dengan manis).

Wedhatama memberi banyak pelajaran para balon pada sikap tidak sombong, merasa menjerumuskan. 

Bahkan apabila orang telah mengetahui ilmu sejati akan bunga ingaran cubluk, sukeng tyas yen denina (suka dianggap bodoh, gembira jika dihina) namun sinambi ing saben mangsa, lelana teka-teki (setiap ada kesempatan mengembara bertapa atau belajar dengan giat).

Otokritik

Mengahadapi setiap tantangan para balon, diajak untuk selalu sumanggem anyanggemi, nora ketang teken janggut suku jaja (selalu siap sedia, bergeming meski dengan susah payah). Wedhatama menekankan tiga hal dalam kehidupan, yakni wirya arta tri winasis (keluhuran, materi dan kepandaian).

Dalam konteks mengawal visi misi para balon untuk menyejahterakan rakyat, sudah waktunya mereka berikhtiar memberdayakan masyarakat dengan menjunjung tinggi harkat martabat, nguwongake rakyat dan tak tertinggal terhadap kemajuan iptek dunia.

Serat ini lagi-lagi mengajarkan kepada balon yang bakal duduk di Pucuk Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk bersikap inklusif, artinya mau menerima setiap ajaran kebaikan, tidak bersikap yen antuk tuduh kang nyata, nora pisan den lakoni (jika mendapat petunjuk ilmu yang nyata tidak pernah dijalankan). Para balon kepala daerah jangan hanya mengandalkan japa mantra, tapi harus dilakukan dengan aksi nyata.

Sikap reaktif, emosional dan mencaci zaman dan keadaan, seperti Don Kisot yang menyerang kincir angin yang dikira raksasa juga harus dihindari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun