Perdamaian sejati tidak berhenti di atas kertas. Ia harus tumbuh di tanah yang porak-poranda, di tengah masyarakat yang kehilangan rumah, keluarga, dan harapan. Inilah kesadaran yang dibawa oleh Presiden Prabowo Subianto ketika menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Sharm El-Sheikh di Mesir, 13 Oktober 2025 lalu.
Setelah penandatanganan perjanjian perdamaian dan penghentian perang di Gaza, dunia menyambut langkah monumental itu dengan harapan baru. Namun bagi Indonesia, perdamaian bukanlah garis akhir, melainkan awal dari tanggung jawab kemanusiaan yang lebih besar: rekonstruksi dan pemulihan kehidupan.
Dalam forum tersebut, Presiden Amerika Serikat Donald J. Trump menyampaikan bahwa perang yang telah meluluhlantakkan Gaza kini resmi berakhir. Ratusan truk bantuan kemanusiaan mulai mengalir, warga sipil kembali ke rumah mereka, dan para sandera telah berkumpul kembali dengan keluarga. Dunia untuk sesaat menarik napas lega.
Namun Presiden Prabowo memahami, perdamaian tidak bisa hanya dirayakan, ia harus dijaga. Butuh kehadiran nyata, kerja sama global, dan kesungguhan politik untuk memastikan Gaza benar-benar pulih. Karena itu, keikutsertaan Indonesia dalam forum ini bukan sekadar simbol diplomasi, tetapi komitmen jangka panjang untuk berperan dalam proses rekonstruksi dan stabilitas kawasan.
Indonesia memiliki jejak panjang dalam diplomasi kemanusiaan. Dari Palestina hingga Myanmar, dari Aceh hingga Ukraina, suara Indonesia selalu sama untuk menolak kekerasan, menegakkan keadilan, dan membela hak hidup manusia. Dalam konteks Gaza, semangat itu kembali diwujudkan, untuk tidak dengan senjata, melainkan dengan solidaritas dan kemanusiaan.
KTT Sharm El-Sheikh menjadi momentum yang menegaskan bahwa diplomasi bukan hanya soal perundingan antar negara, tetapi juga tentang keberanian moral untuk memulihkan luka manusia. Indonesia hadir membawa nilai itu, nilai yang berakar dari amanat konstitusi: "ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial."
Kini, dunia menatap babak baru. Gaza akan membangun kembali infrastruktur, layanan publik, dan kehidupan sosialnya. Negara-negara di Timur Tengah dan berbagai mitra internasional akan bekerja bahu membahu memulihkan wilayah yang telah lama menjadi simbol penderitaan umat manusia.
Dan di antara mereka, Indonesia hadir, bukan sebagai penonton, tetapi sebagai sahabat. Sahabat yang setia dalam masa sulit, yang percaya bahwa perdamaian bukan sekadar peristiwa, melainkan proses panjang yang menuntut ketegasan dan keteguhan.
Dari Sharm El-Sheikh, cahaya perdamaian telah dinyalakan. Kini, tanggung jawab kita bersama adalah menjaganya agar tak pernah padam, agar Gaza, dan dunia, bisa benar-benar bernapas dalam damai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI