Sederet fakta soal penyebab PT Sritex pailit hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal ribuan karyawan. Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex kini resmi harus tutup permanen mulai, Sabtu 1 Maret 2025. Dalam hal ini, PT Sritex  yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah ini ternyata memiliki utang menggunung yang ditaksir mencapai triliun. Utang yang tak dapat dilunasi tersebut akhirnya membuat Sritex harus gulung tikar dan tak lagi beroperasi mulai Maret 2025.
Berikut sederet penyebab PT Sritex pailit:
1. Utang Triliunan
PT Sritex telah lama bergelut dengan masalah keuangan yang semakin parah, bahkan sebelum pandemi COVID-19. Pada laporan keuangan September 2023, tercatat bahwa utang perusahaan mencapai Rp 25 triliun.
Dalam upaya memenuhi kewajibannya kepada kreditur, termasuk PT Indo Bharta Rayon, Sritex sempat berusaha restrukturisasi utang dan bahkan berjanji akan membayar utang berdasarkan putusan homologasi pada Januari 2022. Namun, janji tersebut tidak dipenuhi, yang akhirnya memicu gugatan lebih lanjut dan berujung pada putusan pailit.
Sebelumnya, berdasarkan laporan keuangan Desember 2020, total utang Sritex sebesar Rp 17,1 triliun. Padahal saat itu, total asset Sritex hanya Rp 26,9 triliun. Sementara, Sritex harus menghidupi lebih dari 17.000 karyawan.Â
2. Krisis Global Hingga Alami Rugi Imbas Banjir Tekstil Tiongkok
Selain masalah keuangan internal, Sritex juga menghadapi dampak dari krisis global yang menyebabkan penurunan pendapatan yang signifikan. Pandemi COVID-19 memukul industri tekstil, di samping persaingan yang semakin ketat dari negara-negara lain, Tiongkok.
Sritex melaporkan adanya gangguan supply chain dan penurunan ekspor, yang disebabkan oleh kondisi geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan ketegangan Israel-Palestina, yang berimbas pada perubahan prioritas permintaan di pasar Eropa dan Amerika Serikat.
3. Digugat Kreditur Lain
Sebelum pailit, Sritex pernah mendapatkan gugatan serupa terkait kewajiban pembayaran utang kepada CV Prima Karya pada 19 April 2021. Dikutip dari Kompas.com (7/5/2021), nilai utang Sritex dalam perkara PKPU No. 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg itu mencapai Rp 5,5 miliar.
Selaku kreditur, CV Prima Karya adalah kontraktor pabrik Sritex dan anak usahanya. Pengadilan mengabulkan gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) serta tiga anak usahanya PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Tak hanya perusahaan induk, anak perusahaan Sritex yakni PT Senang Kharisma Textile (SKT) mendapat gugatan PKPU dari PT Bank QNB Indonesia pada 20 April 2021 dan PT Nutek Kawan Mas pada 10 Mei 2021.
Upaya perbaikan dilakukan dengan merestrukturisasi dua anak perusahaan yakni PT Senang Kharisma Textile (SKT) dan PT Rayon Utama Makmur (RUM). Sritex juga berkomitmen terus membayar hutang. Atas gugatan itu, Sritex selaku debitur berjanji bersikap kooperatif dan terbuka dengan para pemangku kepentingan termasuk bank, pemegang saham dan obligasi, vendor, atau supplier.
Terpaksa PHK Ribuan Karyawan
Kebangkrutan Sritex menandai akhir dari perjalanan panjang perusahaan tekstil yang pernah menjadi kebanggaan Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI