Mohon tunggu...
temali asih
temali asih Mohon Tunggu... Guru -

berbagi dan mengasihi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Anak Kabut Part 1 (Soni Farid Maulana-Ulasan)

13 Desember 2018   18:36 Diperbarui: 17 Desember 2018   09:26 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan pukul empat sore sudah mulai reda. Sejenak aku bersantai meraih gawai sambil bersandar di kamar yang menurutku paling nyaman diantara kamar-kamar di seluruh dunia. Barangkali. 

Kamar yang hanya punya satu lemari ukuran sedang, sebuah rak buku dan dua buah meja kecil. Meja sebelah kanan lemari berfungsi untuk meletakkan laptop dan lainnya sebagai tempat menaruh pernak-pernik serta buku. 

Sebuah kasur ukuran sedang, tepat menghadap jendela yang selalu penuh cahaya. Udara segar bisa bebas keluar masuk dari nako yang senantiasa terbuka. Anehnya walaupun tanpa obat nyamuk, kamar ini terhindar dari nyamuk nakal yang mengganggu. 

Seluruh bagian dinding kamar diberi cat broken white yang sepertiganya terdapat coretan pinsil warna, khas anak-anak. Terlihat sedikit berantakan tapi tidak terlampau mengganggu pandangan mata.

Bila udara di luar kamar sedang panas, kamar tanpa AC ini tetap dingin. Bila hujan, udara dalam kamar justru hangat. Luar biasa. Terkecuali bila setelah hujan berhari-hari dan panas matahari enggan menampakkan diri maka suhu udara di kamar persis villa yang berada di kawasan Puncak. Sangat dingin. 

Entah sejak kapan buku biru itu tergeletak di atas tempat tidur, sepertinya anak-anak yang meletakkannya. Aku mengamati buku itu agak lama. Ah, buku karangan Soni Farid Maulana, Anak Kabut. 

Seingatku aku tak pernah membaca buku ini. Buku antologi puisi yang tipis hanya terdiri dari 68 halaman, 34 judul puisi dan cover biru tua dengan gambar abstrak berwarna hitam yang kurang menarik perhatian.

Aku bahkan lupa pernah membelinya. Untung saja tanda tangan Pak Soni jelas tertera bersama tanggal pengiriman, 19/08/2017, begitu beliau menuliskannya.

koleksi pribadi
koleksi pribadi
Hemm, setahun lebih buku ini dikirim dan baru kini menarik perhatian untuk dibaca. Seperti biasa, caraku membaca kerap tak lazim menurut kawan-kawanku. Sekilas halaman pertama berikutnya halaman akhir kemudian kembali ke lembar awal.

Tepat di MABINI, judul puisi di halaman lima ditulis tahun 1990, pandangan mataku tertuju. Puisi ini sangat menarik perhatianku. Selain puisi tersingkat yang ada dalam buku ini, judulnya pun membuatku bertanya-tanya. Apa arti Mabini. Baru kali ini membacanya dan mendapat tantangan untuk mengerti artinya. 

Isi puisi sederhana:
MABINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun