Sistem zonasi sekolah adalah sistem penerimaan peserta didik baru berdasarkan jarak antara area/daerah tempat tinggal dengan sekolah. Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan sistem zonasi sekolah. Selain Indonesia, negara-negara lain yang menerapkan sistem zonasi adalah negara Malaysia, Jepang, Inggris, Australia, dan juga Amerika Serikat. Namun, di pembahasan kali ini kami menekankan pada pembahasan sistem zonasi di negara Indonesia.
Sistem zonasi sendiri memiliki beberapa syarat untuk penerimaan siswa, tetapi setiap daerah pasti berbeda syarat atau aturannya. Namun, beberapa hal yang secara umum dibutuhkan dalam sistem zonasi adalah berdasarkan kriteria zonasi (area/daerah rumah dengan sekolah), usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar calon siswa/i. Sistem zonasi memiliki dasar hukum Pasal 16 Ayat (1) Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 yang mengatur sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB). Namun, dasar hukum sistem zonasi bertentangan dengan dasar hukum Sistem Pendidikan Nasional, yaitu UU No. 20 Tahun 2003.
Apakah sistem zonasi sekolah sudah cukup efektif? Sistem zonasi sekolah menuai reaksi positif dan negatif dari masyarakat, maupun pemerintah. Bagi pemerintah sistem zonasi sekolah sudah cukup efektif, karena sistem zonasi sekolah sendiri merupakan program dari pemerintah yang dapat memudahkan pemerintah dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) di setiap sekolah. Selain itu, alasan lain pemerintah memberlakukan sistem zonasi adalah untuk penyetaraan kualitas sekolah. Dengan penyetaraan kualitas sekolah, tidak ada lagi istilah "sekolah favorit". Pemerintah memberlakukan itu, agar masyarakat yang tidak berhasil masuk ke sekolah favorit tersebut tidak akan merasa gagal atau tidak puas karena telah diadakan sistem zonasi sesuai dengan daerah/wilayah rumah dengan sekolah. Selain itu, agar kualitas pendidikan bisa merata, sehingga semua murid dapat merasakan kualitas pendidikan yang sama.
Jadi, sistem zonasi diterapkan pemerintah dan menguntungkan bagi mereka, karena Mendikbud (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) sendiri menuturkan bahwa melalui zonasi pemerintah ingin melakukan reformasi sekolah secara menyeluruh. Menurutnya, zonasi merupakan salah satu strategi percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas. (2018)
(dilansir dari: https://tinyurl.com/4nfy2c29).
Namun, dari sudut pandang masyarakat sistem zonasi sekolah belum maksimal dan tidak efektif, karena kualitas pendidikan ada yang "favorit" lagi, sehingga ada beberapa calon siswa/i yang bingung untuk sekolah berkualitas di jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, jarak antara rumah dengan sekolah dapat menghambat penerimaan siswa/i dengan sekolah yang dituju. Oleh karena faktor zonasi (area sekolah) tersebut, anak yang berprestasi pun atau bahkan yang rumahnya dekat dengan sekolah bisa tidak diterima karena terdapat oknum-oknum yang "membeli kursi" agar dapat diterima di beberapa "sekolah favorit" tersebut. Oleh karena itu, berikut beberapa fakta tentang ketidakefektifan yang ditimbulkan dari sistem zonasi:
- Tidak Akuratnya Peta Koordinat
Seperti yang kita tahu, sistem zonasi ini mengutamakan dekat atau tidaknya lokasi rumah calon siswa dengan lokasi sekolah. Namun, titik koordinat di aplikasi Google Map terkadang tidak akurat, sehingga menyebabkan calon siswa gagal lolos dalam sistem zonasi. Hal tersebut merugikan calon-calon PPDB untuk daftar ke sekolah yang diinginkan, yang sebenarnya dekat dengan rumah mereka, karena ketidakakuratan titik koordinat dalam laman PPDB.
(Contoh laman PPDB sistem zonasi sekolah di Bekasi: http://bekasi.siap-ppdb.com).
- Banyak Manipulasi Titik Koordinat
Selain faktor tidak akuratnya titik koordinat, titik koordinat pun dapat di manipulasi atau diubah. Jadi, calon siswa yang memiliki lokasi rumah yang jauh dari sekolah bisa di manipulasi menjadi dekat dengan sekolah, agar ia dapat diterima. Hal itu membuat data-data calon siswa yang dekat dengan sekolah menjadi tergeser dan merugikan bagi mereka.
(dilansir dari:Â https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6141367/disdik-temukan-manipulasi-data-di-ppdb-makassar-ubah-titik-koordinat-kk )
- Ketidaksetaraan Akses
Sistem zonasi membuat perbedaan kualitas sekolah, contohnya seperti calon siswa yang tinggal di wilayah dengan sekolah yang buruk tidak bisa memilih sekolah yang lebih baik karna adanya batasan wilayah, jadi calon siswa tersebut terjebak di wilayah dengan sekolah yang tidak memadai.