Mohon tunggu...
Teguh Teguh
Teguh Teguh Mohon Tunggu... wiraswasta -

Freelancer menulis dan memotret agar dapur tetap ngebul

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Lindungi TKI di Luar Negeri

6 November 2012   04:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:54 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri seakan tak ada selesainya. Setelah beberapa waktu lalu kita dibuat pilu dengan iklan yang memperdagangkan TKI di Malaysia, kali ini, reklame yang menjual TKI terlihat di Singapura.

Anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari mengatakan informasi penjualan TKI berasal dari WNI yang berada di Singapura. Banyak reklame neon yang menjual pekerja rumah tangga (PRT) asal Jawa di Bukit Timah Plaza, Singapura. Sebagian besar TKI asal Jawa tidak digaji selama enam bulan oleh majikannya. Penawaran TKI dengan cara seperti ini lebih tragis daripada yang terjadi Malaysia karena dilakukan secara terbuka tak lagi sembunyi-sembunyi.

Kondisi ini sangat memprihatinkan nyaris seperti praktik jual beli budak di abad pertengahan. TKI tidak punya daya tawar dan lemah posisinya sehingga dengan mudah diperjual belikan.

BNP2TKI dan Kemenakertrans harus segera bertindak dengan berkoordinasi dengan Kedutaan Besar RI di Singapura untuk membereskan masalah ini. Perlindungan kepada WNI yang menjadi TKI harus segera diberikan. Jangan sampai warga negara kita menjadi budak-budak dengan label harga di tubuh mereka.

Mengenai kasus-kasu TKI yang terus bergulir ini, ada dua persoalan utama yang menjadi penyebabnya. Pertama tingginya arus TKI yang masuk ke Malaysia dan singapura tanpa dokumen resmi melalui sejumlah pintu masuk seperti Batam, Pontianak dan Nunukan. Data BNP2TKI menyebutkan Jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang masuk ke Malaysia via Batam secara ilegal mencapai 500 orang per hari. TKI yang tidak mempunyai dokumen posisinya sama saja dengan imigran gelap yang sangat rawan mengalami tindak kekerasan bahkan terancam dihukum mati.

Persoalan yang kedua adalah lemahnya pengawasan baik oleh BNP2TKI dan KBRI setelah para TKI tiba di Malaysia dan Singapura. Pengelolaan dari perekrutan hingga pemberangkatan sepenuhnya dikelola pihak swasta melalui PJTKI. Meski para TKI berdokumen lengkap namun keberadaan mereka bekerja di mana, tidak diketahui oleh agen-agen yang memberangkatkan mereka. Hal ini karena mereka dipindahtangankan kepada agen-agen penyalur tenaga kerja di negara bersangkutan.

Para TKI sudah dihimbau untuk segera melapor ke KBRI setiba mereka di tempat bekerja. Namun kondisi di lapangan tak sesuai yang diharapkan. Banyak aturan-aturan yang menghambat mereka untuk bisa berkomunikasi dengan pihak luar.

Melihat situasi ini hendaknya pihak KBRI secara aktif menjemput bola dengan mendata berapa jumlah TKI resmi dan mengetahui secara pasti di mana mereka bekerja. Secara rutin tiap bulan dilakukan pengecekan terhadap kondisi TKI.

Untuk kasus TKI tanpa dokumen yang masuk secara ilegal sebisa mungkin KBRI dan BNP2TKI melakukan kerja sama dengan agen-agen TKI setempat untuk memantau keberadaan mereka. Pihak KBRI juga perlu ikut serta dalam operasi-operasi rutin yang dilakukan kepolisian setempat sehingga para TKI tanpa dokumen bisa segera mendapat perlindungan dan terhindar dari tindak kekerasan.

Dengan begitu paling tidak kasus-kasus TKI yang di negeri jiran akan berkurang, para TKI di luar negeri sedikit merasa aman dan mengetahui jika pemerintah juga memberikan perhatian kepada nasib mereka di perantauan.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun