Selain fisik, ada faktor mental yang sering terlupakan. Stres ternyata juga bisa memperburuk kondisi nyeri pinggang. Saat pikiran tegang, otot ikut menegang, sehingga tekanan pada tulang belakang semakin besar. Maka, menjaga kesehatan mental dengan cukup tidur, meditasi, atau sekadar menikmati hobi, adalah bagian dari terapi yang tidak kalah penting.
Momen ketika pinggang saya kembali terkilir menjadi renungan berharga. Ia bukan sekadar rasa sakit, tetapi sebuah pengingat tentang keseimbangan hidup. Bahwa membantu orang tua adalah ibadah yang mulia, tetapi menjaga kesehatan diri juga merupakan bentuk bakti. Karena bagaimana pun, tubuh ini adalah titipan yang harus dirawat, agar bisa terus digunakan untuk kebaikan.
Kini saya belajar untuk tidak memaksakan diri. Mengingat kembali kejadian di pasar subuh itu, saya sadar bahwa cinta tidak harus selalu ditunjukkan dengan mengangkat beban berat sendirian. Kadang cinta justru hadir ketika kita mampu menjaga diri agar tetap sehat, sehingga bisa menemani orang tua lebih lama, dengan tubuh yang kuat dan jiwa yang tenang.
Pada akhirnya, rasa sakit ini saya jadikan guru. Guru yang mengajarkan bahwa kesehatan tidak boleh ditawar, bahwa kasih sayang harus sejalan dengan kesadaran diri. Setiap langkah kecil menuju pola hidup sehat adalah investasi, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang-orang yang kita cintai. Karena hidup akan lebih bermakna jika kita bisa tetap hadir bagi mereka yang kita sayangi, tanpa harus terhalang oleh rasa sakit yang sebenarnya bisa dicegah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI