Mohon tunggu...
Teguh H Nugroho
Teguh H Nugroho Mohon Tunggu... Procurement - GA

Aku mencoba merangkai setiap isi hatiku dalam kata, hanya untuk kamu — satu-satunya alasan mengapa aku masih percaya pada cinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Subuh Menemani Ibu ke Pasar, Pulang dengan Pinggang Terkilir: Antara Bakti, Cinta, dan Pelajaran Berharga

3 Oktober 2025   08:40 Diperbarui: 3 Oktober 2025   10:43 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika fajar baru menyingsing, udara dingin menusuk kulit, dan langit masih berwarna abu-abu. Pagi itu, saya menemani ibu ke pasar tradisional, sebuah kebiasaan yang bagi sebagian orang mungkin terasa sederhana, tetapi bagi saya, ada rasa hangat yang selalu tercipta setiap kali mendampingi beliau. Deru motor, hiruk-pikuk pedagang, hingga aroma sayuran segar yang bercampur dengan wangi tanah basah, semua menjadi saksi perjalanan kecil kami di subuh hari.

Suasana pasar subuh begitu padat. Ibu dengan telaten memilih sayuran, menawar harga ikan, hingga memastikan semua kebutuhan rumah terpenuhi. Saya hanya mengikuti dari belakang, sesekali membantu menimbang, atau sekadar menenteng kantong belanjaan. Tidak terasa, tas plastik yang saya bawa semakin berat, penuh dengan hasil belanja ibu yang tidak sedikit. Dalam hati saya merasa bangga bisa sedikit meringankan beban beliau.

Namun, justru di tengah kebahagiaan sederhana itu, saya merasakan sesuatu yang tidak enak di pinggang bagian bawah. Awalnya hanya seperti pegal biasa, mungkin karena posisi menunduk saat mengambil barang. Tetapi setelah beberapa langkah, rasa nyeri itu semakin menusuk, seolah ada sesuatu yang terjepit. Saya mencoba menahannya, berpikir ini hanya sementara, namun rasa sakit terus menjalar hingga ke kaki.

Ternyata, cedera lama yang dulu sempat saya alami kambuh kembali. Sebuah masalah di tulang belakang, yang dalam dunia medis dikenal dengan nama Hernia Nukleus Pulposus (HNP). Banyak orang menyebutnya dengan istilah syaraf terjepit. Kondisi ini bisa muncul ketika bantalan tulang belakang bergeser dan menekan saraf di sekitarnya, menimbulkan rasa sakit luar biasa. Bagi saya, momen itu adalah pengingat betapa rapuhnya tubuh ketika tidak dijaga dengan benar.

Jika ditelusuri lebih dalam, penyebab kambuhnya cedera ini tidak lepas dari kebiasaan sehari-hari. Membawa beban terlalu berat, posisi tubuh yang salah saat menunduk, hingga jarang melakukan peregangan otot bisa memicu kambuhnya HNP. Saat itu, saya memang mengangkat belanjaan dalam posisi terburu-buru, tanpa memperhatikan postur tubuh. Akhirnya, otot pinggang tidak siap menerima tekanan besar, dan nyeri pun tak terelakkan.

Rasa sakit itu tidak hanya fisik, tetapi juga batin. Bayangkan, niat baik untuk menemani ibu justru berbalik menjadi penderitaan karena tubuh yang tidak terlatih. Sambil menahan nyeri, saya berpikir, mungkin ini cara Tuhan mengingatkan saya untuk lebih peduli terhadap kesehatan diri sendiri. Karena sesungguhnya, berbakti kepada orang tua bukan hanya tentang menemani dan membantu, tetapi juga menjaga agar tubuh tetap kuat untuk terus bisa ada bagi mereka.

Setelah pulang, saya segera beristirahat sambil mengompres bagian pinggang dengan air hangat. Rasa sakit sedikit berkurang, meski masih ada nyeri tersisa. Dalam kondisi seperti ini, langkah pertama yang biasanya disarankan dokter adalah istirahat total, menghindari aktivitas berat, dan menggunakan obat pereda nyeri bila diperlukan. Namun, bila rasa sakit berlanjut hingga berhari-hari, konsultasi ke tenaga medis adalah pilihan yang bijak.

Selain obat, terapi fisioterapi juga sering menjadi solusi jangka panjang. Dengan latihan khusus yang dibimbing oleh ahli, otot-otot sekitar tulang belakang bisa diperkuat sehingga beban tidak sepenuhnya ditanggung tulang. Bahkan ada teknik seperti traksi, yaitu peregangan tulang belakang untuk mengurangi tekanan pada saraf. Semua itu tentu membutuhkan komitmen dan kesabaran, karena proses penyembuhan tidak bisa instan.

Namun, lebih penting dari penyembuhan adalah pencegahan agar cedera tidak kambuh kembali. Salah satunya adalah dengan menjaga postur tubuh ketika mengangkat beban. Jangan pernah membungkuk langsung saat mengangkat barang dari lantai, tetapi tekuklah lutut sehingga tenaga bertumpu pada kaki, bukan pada pinggang. Selain itu, hindari membawa beban terlalu berat seorang diri. Kadang kita merasa kuat, padahal tubuh punya batas.

Olahraga teratur juga menjadi kunci. Latihan sederhana seperti berjalan, berenang, atau yoga dapat membantu menjaga kelenturan otot dan kekuatan tulang belakang. Otot yang lentur membuat tubuh lebih siap menghadapi aktivitas harian. Sebaliknya, gaya hidup pasif hanya akan membuat tubuh kaku, sehingga cedera lebih mudah terjadi. Saya pribadi merasa inilah alarm tubuh agar lebih serius mengatur pola hidup.

Pola makan pun berperan penting. Makanan yang kaya kalsium, vitamin D, dan protein membantu menjaga kepadatan tulang dan kesehatan otot. Minum air putih yang cukup juga mendukung kelenturan bantalan tulang belakang. Semua ini seolah sederhana, tetapi jika diabaikan, dampaknya akan terasa seiring bertambahnya usia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun