Mohon tunggu...
Teguh H Nugroho
Teguh H Nugroho Mohon Tunggu... Procurement - GA

Aku mencoba merangkai setiap isi hatiku dalam kata, hanya untuk kamu — satu-satunya alasan mengapa aku masih percaya pada cinta

Selanjutnya

Tutup

Balap

Pecco Bagnaia: Dari Bintang VR46 ke Krisis Desmosedici Kenapa Sang Juara Terpincang?

16 September 2025   09:20 Diperbarui: 16 September 2025   09:20 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan Boss - VR46 Akademi | Sumber: Koleksi Foto dari Instagram @pecco63

Francesco "Pecco" Bagnaia lahir di Turin, Italia, pada 14 Januari 1997. Sejak kecil ia sudah akrab dengan deru mesin dan kecepatan. Kariernya dimulai di ajang minimoto hingga kemudian menembus CEV Moto3, sebuah jalur pembibitan pembalap muda yang melahirkan banyak bintang masa depan.

Perjalanan di Moto3 tidak langsung berjalan mulus. Pada musim debutnya di 2013, Bagnaia bahkan gagal mengumpulkan poin. Namun dari titik terendah itu, ia mulai belajar bahwa talenta saja tidak cukup; perlu disiplin, konsistensi, dan kemampuan membaca balapan.

Dengan Boss - VR46 Akademi | Sumber: Koleksi Foto dari Instagram @pecco63
Dengan Boss - VR46 Akademi | Sumber: Koleksi Foto dari Instagram @pecco63

Titik balik datang ketika ia diterima di VR46 Academy, sebuah proyek ambisius milik Valentino Rossi. Di sana, Bagnaia berlatih langsung di bawah arahan sang legenda. Metode latihan, simulasi balapan, hingga penguatan mental membuatnya lebih matang. Pecco bukan hanya dilatih untuk cepat, tetapi juga untuk tahan banting menghadapi tekanan kompetisi.

Setelah menapaki jalan panjang, puncak kebangkitannya terjadi di kelas Moto2 pada 2018. Bagnaia tampil luar biasa, konsisten podium, dan akhirnya keluar sebagai juara dunia Moto2. Gelar itu membuat pintu menuju MotoGP terbuka lebar.

Ia bergabung ke Pramac Ducati sebelum dipromosikan ke tim pabrikan Ducati Lenovo. Masa adaptasi memang tidak instan, namun ketika semuanya mulai selaras, Pecco menjelma menjadi sosok menakutkan di lintasan. Pada 2022 dan 2023 ia sukses merebut gelar juara dunia, menjadikannya salah satu ikon baru MotoGP sekaligus penerus tradisi pembalap Italia.

Namun setelah masa keemasan itu, sinyal retakan mulai terlihat. Sprint race menjadi batu sandungan. Bagnaia kesulitan menjaga konsistensi dalam format singkat yang menuntut agresivitas sejak awal. "Di sprint, motor terasa benar-benar berbeda. Tanki lebih ringan, cengkeraman berubah, dan sensasi depan motor jadi sulit diprediksi," ungkap Bagnaia.

Sumber: Koleksi Foto dari Instagram @pecco63
Sumber: Koleksi Foto dari Instagram @pecco63

Masalah semakin nyata ketika Ducati meluncurkan GP25. Motor baru ini ternyata tidak sepenuhnya sesuai dengan gaya balap Pecco. "Saya kehilangan perasaan di bagian depan motor. Dulu, saya sangat percaya diri masuk tikungan, sekarang rasanya kosong, seperti tidak terhubung dengan aspal," ucapnya usai balapan di Qatar.

Kondisi tersebut memaksa Bagnaia mengubah gaya balap yang selama bertahun-tahun ia kuasai. Ia yang dulu agresif di masuk tikungan, kini harus menahan diri agar motor tetap stabil. Adaptasi ini tidak mudah, apalagi ketika lawan-lawan seperti Jorge Martn atau bahkan Marc Mrquez terlihat lebih cepat menemukan cara berkompromi dengan karakter baru GP25.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun