Mohon tunggu...
Teguh H Nugroho
Teguh H Nugroho Mohon Tunggu... Procurement - GA

Aku mencoba merangkai setiap isi hatiku dalam kata, hanya untuk kamu — satu-satunya alasan mengapa aku masih percaya pada cinta

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ketika Tuhan Mencelikan Mata Hatiku

17 Juli 2025   21:02 Diperbarui: 17 Juli 2025   21:02 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terima Kasih Tuhan | Foto Ilustrasi Koleksi Pribadi

Ada masa dalam hidupku... di mana aku merasa sudah cukup dewasa untuk memahami hidup, sudah cukup bijak untuk menilai orang, dan cukup kuat untuk bertahan menghadapi apa pun.

Ternyata aku terlalu naif.

Beberapa bulan terakhir, hidup seperti membawa aku ke ruang sunyi yang tak pernah aku undang. Tuhan tidak membentakku, tidak menegurku lewat bencana besar. Ia hanya membiarkan beberapa hal yang paling aku genggam lepas satu per satu. Dan dari situ, pelan-pelan... mata hatiku mulai terbuka.

Aku mulai melihat dengan cara yang berbeda. Melihat bahwa tidak semua niat baik cukup, tidak semua cinta bisa menyelamatkan, dan tidak semua luka bisa disembuhkan hanya dengan harapan. Rasa sakit yang awalnya ingin aku tolak, kini justru menjadi guru.

Ia membawaku pada pelajaran paling mahal: tentang keikhlasan. Ikhlas bukan karena aku kuat. Tapi karena aku terlalu lelah terus memaksakan sesuatu yang tidak ditakdirkan untukku. Aku yang dulu cepat marah ketika tak dimengerti, yang kecewa saat niat baik tak dihargai, yang menuntut balasan dari cinta yang aku beri--- kini mulai belajar menerima bahwa tidak semua harus sesuai dengan harapanku.

Dan dari sinilah, aku mulai paham tentang karma, tentang hukum tabur tuai yang bekerja dalam diam, namun selalu adil dalam waktunya. Apa yang kita tabur, itulah yang akan kita tuai. Entah cepat, entah lambat, entah dalam bentuk yang sama, atau dalam bentuk yang tak terduga, semuanya akan kembali---karena Tuhan tidak pernah lalai.

Jika aku pernah menabur luka, mungkin inilah musim aku menuai perihnya. Jika aku pernah menabur harapan palsu, mungkin inilah saat aku belajar dari rasa kehilangan. Dan jika aku pernah mencintai dengan setengah hati, mungkin kini aku tahu betapa menyakitkannya dicintai tanpa sepenuh jiwa.

Tapi aku juga percaya, jika aku menabur kebaikan, meski tak dihargai, jika aku jujur, meski tak dipahami, dan jika aku tetap memilih sabar saat disakiti--- semua itu tidak akan sia-sia. Karena kebaikan adalah benih yang tumbuh diam-diam di tanah yang tak terlihat. Dan kelak, ketika musimnya tiba, ia akan kembali dalam bentuk yang lebih indah dari yang pernah aku doakan.

Hukum tabur tuai bukan ancaman, tapi pengingat. Bahwa hidup bukan tentang keberuntungan, melainkan tentang benih yang kita tanam hari demi hari---dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan. Dan benih itu tidak akan pernah tertukar hasilnya. Kini aku tidak ingin lagi terlihat paling benar. Aku hanya ingin hidup dengan hati yang bersih, jiwa yang damai, dan langkah yang jujur di hadapan Tuhan.  

Kalau hari ini aku harus kehilangan, biarlah itu jadi bagian dari penyucian. Kalau hari ini aku merasa sendiri, biarlah itu jadi waktu terbaik untuk kembali mengenal diriku sendiri. Dan kalau hari ini aku harus menerima kenyataan yang menyakitkan, biarlah itu menjadi jalan bagi Tuhan untuk membentukku menjadi pribadi yang lebih ikhlas dan rendah hati. Sebab kadang, kehilangan adalah cara Tuhan menyelamatkan. Dan luka adalah cara-Nya menyampaikan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun