Mohon tunggu...
Teguh Iqbal Alam
Teguh Iqbal Alam Mohon Tunggu... Abadikan pikiran dan perasaanmu melalui tulisan

Yakinlah kita akan selalu mampu mewujudkan apa yang ingin dicapai

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partai Non Demokratis dalam Negara Demokrasi

13 Februari 2025   15:05 Diperbarui: 14 Februari 2025   07:26 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Label negara demokrasi tampaknya belum pantas disematkan sepenuhnya ke negeri kita tercinta ini. Pasalnya, demokrasi ternyata belum diterapkan secara penuh dan konsisten. Meskipun negara ini sudah sering melaksanakan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin bangsa, pemimpin daerah, bahkan para wakil rakyat, namun ternyata ada yang luput dari pandangan kita sebagai sebuah bangsa. Pelaksanaan demokrasi memang tampak dijalankan secara proses, tetapi jauh di dalamnya, instrumen politiknya belum konsisten menerapkan sistem demokrasi.

Dilansir dari laman www.kpu.go.id, tercatat jumlah partai politik peserta Pemilu 2024 berjumlah 24 parpol. Jumlah tersebut tentu sangat banyak dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Bahkan, negara besar seperti Amerika Serikat (AS) hanya memiliki dua partai politik saja, yaitu Partai Demokrat dan Partai Republik. Dengan jumlah partai yang sangat banyak, pertanyaan selanjutnya adalah apakah parta-partai tersebut telah menerapkan sistem demokrasi dalam mekanisme pemilihan pimpinannya? Jawabannya ya, tapi hanya tampak dari luar saja.

Partai-partai di negeri ini memang melaksanakan musyawarah nasional (munas) dalam periode tertentu untuk menentukan pimpinan partai. Tetapi kembali lagi ke pertanyaan sebelumnya. Apakah keputusan yang dihasilkan dari musyawarah nasional tersebut merupakan murni kehendak para kader partai atau ada intervensi para elit partai yang mengatur keputusan hasil munas tersebut. Masyarakat tentu dapat menilai sendiri manakah partai yang betul-betul demokratis dan mana yang tidak.

Partai politik yang demokratis tentu melakukan pergantian kepemimpinan dalam periode tertentu. Tegasnya, pimpinan partai pasti akan berganti dan bukan orang itu-itu saja dan tidak diwariskan secara turun-temurun kepada keluarganya. Namun, kita bisa lihat yang terjadi di beberapa partai besar yang ada di negeri kita tercinta ini yang tampaknya masih seperti itu. Ada partai yang ketua umumnya tidak berganti dari masa ke masa. Ada juga partai politik yang kepemimpinannya diturunkan kepada anggota keluarganya. Hal-hal tersebut tentu mencederai sistem demokrasi yang sudah melekat pada bangsa ini.

Saat ini kita sering menjumpai ada partai politik yang mengkritik pemerintah atau tokoh tertentu yang dianggap tidak menjalankan demokrasi atau merusak demokrasi. Pernyataan tersebut harusnya dialamtakan terlebih dahulu terhadap partai-partai politik. Sudahkan mereka menjalankan sistem demokrasi dalam urusan internal mereka? Atau jangan-jangan yang demokratis hanya casing-nya saja, tetapi di dalamnya otoriter?

Tampaknya fenomena tersebut juga menjadi perhatian Presiden RI ke-7 Bapak Ir. H. Joko Widodo. Ia menginginkan ada partai politik yang super tbk yang bisa dimiliki semuanya. Dengan kata lain, Jokowi ingin terdapat sebuah partai yang terbuka dan memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh elemen bangsa untuk menjadi bagian atau pimpinan dari partai tersebut. Keresahan Presiden ke-7 RI ini disampaikan dalam wawancara khusus dengan Najwa Shihab di kediamannya. Apa yang disampaikan Presiden ke-7 tersebut tentu secara tidak langsung menjadi sebuah kritik terhadap partai-partai politik yang belum dekoratis sepenuhnya.

Untuk itu, segenap elemen bangsa perlu merenungkan dalam-dalam terkait fenomena tersebut. Masyarakat diharapkan dapat secara aktif mengkritisi partai-partai politik yang belum terlihat menerapkan sistem demokrasi dalam kepengurusan partainya. Kritikan dari berbagai elemen bangsa diharapkan dapat mengubah kesadaran elit-elit partai politik agar tidak menjadikan partai sebagai mesin untuk memperoleh kekuasaan. Partai politik harus menjadi instrumen politik yang demokratis dan terbuka sehingga dapat sejalan dengan bentuk pemerintahan yang selama ini telah dilaksanakan oleh bangsa Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun