Mohon tunggu...
Teguh Ari Prianto
Teguh Ari Prianto Mohon Tunggu... -

Kabar Terbaru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Antara Siti Utari dan Inggit Garnasih, serta Jejak-Jejak Penting Soekarno di Bandung

19 Desember 2022   08:23 Diperbarui: 19 Desember 2022   08:44 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan Gedung "Indonesia Menggugat" di Kota Bandung. Photo: tribunnewswiki.com


Kota Bandung erat kaitan dengan perjalanan Soekarno muda saat memasuki fase-fase penting pergerakan pra kemerdekaan.

Rentang masa itu indentik dengan Soekarno bersama dua nama istri tercinta yaitu Siti Utari dan Inggit Garnasih.

Ialah Siti Oetari (1905--1986), seorang putri sulung dari Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.

Utari sendiri menjadi istri pertama Soekarno.

Diperistri ketika Soekarno berusia 20 tahun dan Utari berusia 16 tahun.

Mereka menikah pada tahun 1921 silam bertepatan dengan masa-masa Soekarno menempuh pendidikan di sekolah lanjutan atas (SLA) bertempat di Surabaya.

Ayah Utari saat itu sebagai seorang pemimpin gerakan kelompok Islam bernama Sarekat Islam (SI) sekaligus guru bagi Soekarno

Soekarno menikahi Utari sebagai salah satu bentuk sikap hormat Soekarno kepada sang guru.

HOS Tjokroaminoto pun tiada lain sebagai pemilik rumah tempat Soekarno tinggal selama sekolah.

Pernikahan tidak berlangsung lama, Soekarno menceraikan Utari secara baik-baik lalu meneruskan perjalanannya ke Bandung begitu lulus SLA.

Soekarno memilih Bandung dan melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di THS, sekarang disebut ITB.

Keberangkatan Soekarno ke Bandung diiringi semangat menggebu-gebu karena gelora perjuangannya yang tinggi.

Di Bandung, Soekarno tinggal bersama keluarga Sanusi, salah seorang pengusaha dan kolega HOS Tjokroaminoto.

Di dalam rumah rumah Sanusi, adalah seorang istri beliau bernama Inggit Garnasih.

Seorang perempuan berusia tiga puluh tahunan yang kemudian disebut-sebut menjadi istri Soekarno selepas Sanusi menceraikannya.

Inggit diceraikan Sanusi, kemudian dinikahkan dengan Soekarno untuk tujuan agar Inggit mendampingi perjuangan Soekarno.

Inggit Garnasih (17 Februari 1888--13 April 1984) resmi menjadi istri kedua Soekarno pada 24 Maret 1923 di rumah orang tua Inggit di Jalan Javaveem, Bandung.

Pernikahan mereka dikukuhkan dengan Surat Keterangan Kawin No. 1138 tertanggal 24 Maret 1923, bermaterai 15 sen, dan berbahasa Sunda.

Bersama pernikahannya dengan Inggit, banyak hal penting dilakukan Soekarno dalam menyusun pergerakan.

Inggit setia mendampingi Soekarno sampai memasuki masa proklamasi kemerdekaan RI.

Lika-liku perjuangannya membentang dari Bandung, sampai Soekarno mengalami pembuangan ke luar Jawa.

Inggit menjadi saksi Soekarno selama mengikuti proses penahanan di Penjara Banceuy, Penjara Sukamiskin dan saat-saat pembuangan di Ende.

Sebab-sebab Soekarno dipenjara dan mengalami pembuangan karena pola-pola perjuangan yang dinilai mengundang masalah bahkan mengancam kependudukan Belanda di Indonesia.

Soekarno harus berhadapan dengan proses Persidangan Rakyat atau Landrad di Bandung.

Gedung tempat Soekarno disidangkan dalam Persidangan Rakyat, hari ini dinamakan Gedung Indonesia Menggugat di Jalan Perintis Kemerdekaan Bandung.

Bersama dengan adanya persidangan itu, Soekarno menuliskan pledoi atau pembelaannya yang terkenal sampai ke mancanegara.

Tulisan-tulisan Soekarno selama melawan kolonialisasi dari Bandung berhasil disusun kemudian dibukukan.

Ada dintaranya buku berjudul "Di Bawah Bendera Revolusi",  "Penyambung Lidah Rakyat" serta buku-buku penting lain yang tersebar luas hingga saat ini.

Dalam pemikiran politiknya, Soekarno mengumpulkan sejumlah temuan, ide dan sebaran gagasan ideologi dari sesama rekan seperjuangannya.

Salah satu yang utama yaitu lahirnya paham "Marhaenisme", sebagai tonggak sejarah berkembangnya ajaran nasionalisme di Indonesia.

Marhaenisme berfokus kepada sistem ideologi yang mengedepankan sosiodemokrasi dan kebangsaan dengan ciri khususnya yaitu bagaimana kaum pribumi memiliki alat produksi sendiri, terutama dalam bidang ekonomi dan pertanian.

Tantangan Marhaenisme setelah mencapai kepada penguasaan alat produksi sendiri, namun tidak diikuti oleh kepemilikan modal mumpuni sehingga terjadi perlambatan dan tekanan dalam proses usahanya.

Mereka yang tertekan itu kemudian Soekarno menamakannya sebagai "Wong Cilik"

Dalam karir keilmuan bidang arsitek, Soekarno memiliki jejak penting dalam menambah khazanah kearsitekturan di Kota Bandung.

Selain mencipta arsitektur sendiri, Soekarno mengabadikan sejumlah nama bangunan penting di Bandung setelah masa-masa perjuangan pasca proklamasi kemerdekaan.

Soekarno dalam sudut pandang masyarakat Bandung, hingga hari ini masih menjadi tokoh panutan.

Jasa besar dan pengabdiannya baik semasa di Bandung dan Indonesia secara luas, tercatat luas dalam literasi perjuangan Bangsa Indonesia.

Bandung masih mengabadikan berbagai bentuk  peninggalan-peninggalan sejarah tersebut dan publik dapat secara terbuka mengaksesnya setiap waktu.

Usaha tersebut dilakukan banyak pihak untuk melanggengkan perjuangan beliau pada masa sekarang dan masa-masa yang akan datang

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun