Mohon tunggu...
Teddy Sukma Apriana
Teddy Sukma Apriana Mohon Tunggu... Teknisi - Seorang teknisi yang nyambi jadi blogger

Memberi inspirasi untuk dijadikan referensi kehidupan, sehingga memunculkan semangat revolusi dalam hidup.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Situs Video Sharing Lokal, Menyaingi Youtube atau Demi Gengsi?

1 Februari 2016   16:17 Diperbarui: 2 Februari 2016   09:43 1657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Tampilan situs meTube"][/caption]

Tanggal 29 Januari lalu, MNC (Media Nusantara Citra) meluncurkan situs video sharing terbarunya yang bernama meTube. Situs ini merupakan bagian dari situs Okezone.com dan dapat diakses melalui alamat www.metube.co.id (meskipun link ini akan diarahkan ke alamat metube.okezone.com). Menariknya, sebelum peluncuran meTube ini, MNC melalui anak usahanya, MNC Play Media, memblokir akses ke Netflix, situs streaming yang akhir-akhir ini heboh di Indonesia.

[caption caption="Tampila situs vidio.com"]

[/caption]Kehadiran meTube ini juga menambah persaingan dalam bisnis video sharing di Indonesia, setelah Emtek melalui anak usahanya, PT Kreasi Media Karya (KMK) juga meluncurkan situs video sharing-nya, vidio.com. Namun, kehadiran vidio.com ini juga menimbulkan kontroversi, karena pihak Emtek, melalui SCM (Surya Citra Media), meminta pihak Youtube untuk mencekal beberapa video dari Youtuber Indonesia yang mengupload konten-konten dari SCTV dan Indosiar (biasanya dari hasil rekaman sendiri). Bahkan, acara-acara Indosiar dan SCTV di awal-awal bersiaran juga ikut kena cekal dari SCM. Hal tersebut sempat menimbulkan diskusi yang ramai di forum pertelevisian Indonesia yang saya ikuti.

Kehadiran meTube dan vidio.com ini jelas menjadi tanda dimulainya persaingan dalam bisnis video sharing, terutama dengan Youtube, Netflix, dan situs sejenis. Namun masalah ini menuai pertanyaan, apakah ini merupakan kemajuan internet bangsa kita atau justru hal ini mengindikasikan bahwa bangsa kita bangsa "peniru"? Saya akan membahas masalah ini dari beberapa sisi.

Dari sisi masyarakat, terutama netizen, tentu kehadiran meTube dan vidio.com ini mengancam mereka yang gemar mengupload acara TV kesukaan mereka di Youtube. Bisa jadi, sewaktu-waktu, video rekaman acara TV mereka di Youtube tidak bisa tampil di Youtube dengan alasan dicekal oleh pihak stasiun TV. Bahkan, ada kekhawatiran bahwa hasil rekaman mereka di-reupload di situs video sharing masing-masing (MNC dengan meTube, Emtek dengan vidio.com) tanpa sepengetahuan mereka.

Banyak dari netizen yang mengupload video rekaman acara TV kesukaan mereka dengan alasan sebagai nostalgia akan masa mereka, ada juga yang memang agar channel Youtubenya terkenal. Saya sendiri pernah menonton rekaman acara anak-anak di TV Indonesia pada era 90-an melalui Youtube. Ada juga video dari rekaman sebuah berita di TV yang ketika diupload ke Youtube, judul videonya mengundang viewers untuk menonton. Video rekaman konten-konten TV dari Youtuber ini seringkali membantu beberapa orang saat sedang mencari referensi di Internet. Ketika saya SMK, guru Kewirausahaan saya memutarkan video iklan bantuan dana wirausaha yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan UMKM.

Video tersebut merupakan rekaman dari iklan yang ditayangkan di salah satu stasiun TV. Tentu, saya bisa memastikan bahwa guru saya mendapatkan video tersebut dari Youtube. Dan kehadiran meTube dan vidio.com ini saya khawatirkan akan memunculkan sifat "eksklusif" dari pihak stasiun TV akan konten-konten mereka di internet. Sehingga netizen yang ingin melihat acara TV kesukaan mereka namun ada yang terlewat, netizen harus menontonnya di situs yang telah disediakan oleh pihak stasiun TV.

[caption caption="Salah satu video Youtube yang dicekal oleh SCM"]

[/caption]Untuk menanggapi kehadiran situs video sharing lokal ini, beberapa netizen ada yang me-reupload video-video Youtube ke situs-situs tersebut. Mau tidak mau, hal tersebut pasti terjadi. Saya pernah melihat ada video trailer film AADC2 (Ada Apa Dengan Cinta 2) dari channel Youtube resmi Miles Film selaku rumah produksi film tersebut bisa tampil di vidio.com.

Untuk menanggulangi hal tersebut, semuanya tergantung dari pihak pemilik dan produsen konten dalam mengambil sikap tegas namun tetap menjunjung edukasi kepada masyarakat pengguna internet agar memperhatikan hak cipta dari konten yang dibagikan ke internet. Salah satunya mungkin seperti yang dilakukan oleh pihak SCM yang sampai saat ini masih melakukan upaya pencekalan video di Youtube.

Dan kemungkinan besar, pihak MNC juga akan melakukan hal yang sama seiring kehadiran meTube. Namun, jika dilihat dari sisi hukum, sikap yang diambil oleh pihak stasiun TV tersebut masih bisa dimaklumi, karena mereka adalah pemegang hak cipta dari semua konten-konten yang disiarkan oleh stasiun TV tersebut. Bisa dibilang, video yang diupload oleh Youtuber dan juga media sosial lainnya memiliki kelemahan dari segi hak cipta. Itu mengapa, pihak Youtube sudah menekankan orisinalitas karya kepada Youtuber pada bagian Persyaratan. Dan itu mengapa, saat ini muncul acara TV sebangsa "On The Spot" dan acara TV sejenis yang banyak mengambil video dari Youtube.

Dari sisi stasiun TV, tentu kehadiran Youtube ini menambah persaingan, karena Google selaku pemilik Youtube sudah mengintegrasikan seluruh layanannya dalam satu akun Gmail (Google Mail). Sehingga otomatis, stasiun TV akan bersaing dengan banyak saingan di Youtube, daripada bersaing di udara melalui frekuensi publik. Terlebih, Youtube sudah menghadirkan fitur Monetisasi untuk video Youtuber yang menarik banyak viewers.

Namun, mayoritas pengguna Google tidak "ngeh" dengan fitur tersebut. Alhasil, saingan stasiun TV sebenarnya hanya dengan Youtubers aktif yang mengerti akan fitur tersebut. Konyolnya, phak stasiun TV di Indonesia "menyamaratakan" semua pengguna Google tersebut sebagai "pesaing". Sehingga terjadilah sikap yang diambil oleh pihak SCM kepada video-video Youtuber yang berhubungan dengan konten-konten TV mereka.

Namun jika kita amati lebih detail, kehadiran situs video sharing "lokal" meTube dan vidio.com ini juga merupakan salah satu bentuk persaingan mereka dalam "rival abadi" pertelevisian Indonesia antara MNC dan SCM. Mengapa? Kita lihat dari seringnya pihak RCTI (MNC) dan SCTV (SCM) beradu kekuatan dalam menarik perhatian pemirsa di jam prime-time. Saya ambil contoh dari peristiwa yang akan terjadi hari ini (1 Februari 2016), dimana pihak RCTI akan menayangkan sinetron unggulan mereka, Anak Jalanan, sebanyak 3 episode.

Di hari yang sama, SCTV akan merilis sinetron terbarunya, yaitu Elif Indonesia, Orang-Orang Pilihan, dan Rahasia Hati. Dan jam tayangnya pun sama-sama di jam Primetime! Bayangkan bagaimana persaingannya nanti di layar kaca. Kembali ke topik, kehadiran meTube dan vidio.com ini bisa dibilang merupakan adu gengsi antara grup media MNC dengan SCM.

[caption caption="Twit dari akun twitter @MEGASINEMARCTI tentang durasi Anak Jalanan yang akan lebih lama"]

[/caption]Namun, saya melihat bahwa apa yang dilakukan oleh MNC dan SCM dengan meTube dan vidio.com dalam bersaing dengan Youtube merupakan salah satu fitur "pelengkap" dalam layanan VOD (Video on Demand).

Mengapa? karena sebenarnya Trans Media juga sudah melakukannya melalui layanan myTrans. Walaupun, myTrans ini lebih berfokus pada layanan VOD ketimbang menambahkan fitur video sharing seperti meTube dan vidio.com. Dan kita juga bisa melihat di masing-masing situs, meTube lebih menekankan VOD dari konten stasiun TV di bawah naungan MNC (RCTI, GlobalTV, dan iNewsTV. MNCTV tidak saya masukkan karena statusnya yang seharusnya sudah kembali menjadi TPI oleh Mbak Tutut) dan vidio.com yang lebih menekankan VOD dari konten stasiun TV di bawah naungan SCM (SCTV dan Indosiar. O Channel tidak saya masukkan karena kontennya yang kebanyakan home shopping).

Jika MNC dan SCM juga mengunggulkan VOD dalam situs video sharingnya, mengapa mereka tidak bisa melakukan hal yang dilakukan oleh NET.? Stasiun TV baru yang digagas oleh Wishnutama ini sudah mengintegrasikan semua acaranya dalam channel resminya di Youtube. Bahkan, ketika NET. akan melakukan Grand Launching, promosinya bahkan sampai kita harus melihat iklan Grand Launchingnya dulu sebelum menonton video di Youtube (video mashup dari lagu Carly Rae Japsen ditambah musisi pengisi acar Grand Launching NET.) Dan kini, semua acara NET.

bisa kita saksikan melalui channel resmi NET. saja, tanpa perlu kita berkunjung ke website lain. Bahkan, live streamingnya pun menggunakan layanan Youtube. Hal tersebut karena NET. sudah menjadi partner resmi Youtube di Indonesia. Ide untuk mengintegrasikan Youtube ini merupakan gagasan dari Wishnutama dalam konsep Multiplatformnya. Meskipun, proyek Multiplatform "percontohan" ini sudah dilaksanakan pada myTrans, ketika Wishnutama masih menjabat sebagai Direktur Utama TransTV.

Jadi, apa yang sudah dilakukan oleh MNC dan Emtek (SCM) dengan meTube dan vidio.com-nya dalam mengintegrasikan VOD dengan video sharing merupakan langkah tegas mereka terhadap netizen yang mengupload konten TV-nya secara ilegal. Hal tersebut juga merupakan langkah dalam bersaing dengan Youtube sebagai pemain utama dalam persaingan video sharing, dan sekaligus juga merupakan adu gengsi dalam pertelevisian Indonesia. Kita sebagai masyarakat yang sudah paham Internet, harus bisa memahami makna dari hak cipta sebuah karya, baik video-video orisinal buatan Youtuber, dan juga acara-acara stasiun TV produksi in-house atau produksi PH (production house). Jangan sampai, kita tidak peduli dengan masalah ini.

Tetapi, dampak negatif kemunculan situs video sharing lokal yang terintegrasi dengan VOD stasiun TV, adalah timbulnya kesan "eksklusif" dari pihak stasiun TV akan konten-kontennya. Jika MNC dan SCM bisa belajar dari apa yang sudah dilakukan oleh NET. di Youtube, saya yakin stasiun TV tersebut akan belajar untuk "merakyat" dengan kebiasaan internet masyarakat Indonesia yang masih sering mengakses Youtube sebagai hiburan alternatif selain TV.

Semoga kemunculan situs video sharing lokal ini bisa memicu munculnya startup-startup baru Indonesia yang hadir dengan ciri khasnya masing-masing. Namun, terlepas dari persaingan di bisnis video sharing ini, saya berharap agar monopoli dalam penyiaran Indonesia tidak terjadi, baik di udara maupun di dunia maya, karena penyiaran merupakan hal yang diperuntukan untuk publik. Saya juga berharap semoga dunia pertelevisian Indonesia bisa beradaptasi dengan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang lebih senang berkutat dengan media Internet ketimbang media mainstream (TV, radio, dan media cetak).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun