Oleh Teddy Sanjaya, S.Pd (Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang II, Universitas Negeri Manado)
Pendidikan tidak hanya berkutat pada pemberian materi pelajaran semata, tetapi juga mencakup aspek sosial dan emosional yang memainkan peran penting dalam pembentukan individu yang seimbang dan berkualitas.Â
Saya ingin berbagi pengalaman dan pemahaman saya selama menjalani mata kuliah Pembelajaran Sosial Emosional dalam program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan (PPG Prajabatan). Melalui proses ini, saya semakin meyakini bahwa pembelajaran ini tidak hanya akan memberi dampak pada perjalanan karir saya sebagai seorang guru, tetapi juga akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam perkembangan holistik para peserta didik.
Saat merenungi pengalaman belajar ini, saya semakin mengapresiasi pentingnya integrasi aspek sosial dan emosional dalam dunia pendidikan. Pembelajaran Sosial Emosional mencakup beragam kompetensi, seperti kemampuan berempati, mengelola emosi, berkomunikasi efektif, berkolaborasi, dan berpikir kritis. Ini bukan hanya berlaku bagi guru, tetapi juga bagi peserta didik.Â
Dengan memahami dan mengasah aspek-aspek ini, para peserta didik dapat mengembangkan keterampilan sosial yang kuat, memahami dan mengendalikan emosi dengan baik, serta belajar bekerja sama dalam tim.
Namun, sebuah pertanyaan muncul: bagaimana kita dapat mengukur keberhasilan penerapan Pembelajaran Sosial Emosional ini, baik bagi para guru maupun peserta didik? Jawabannya dapat diarahkan melalui indikator-indikator yang jelas dan terukur.Â
Dalam hal ini, pengukuran bisa mencakup perubahan positif dalam perilaku dan interaksi sosial peserta didik, peningkatan dalam kemampuan mengekspresikan emosi dengan bijak, serta peningkatan dalam hasil belajar secara keseluruhan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa attitude (sikap mental) juga memiliki peran besar dalam penerapan dan keberhasilan Pembelajaran Sosial Emosional. Attitude mencakup pandangan, sikap, dan keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitarnya. Bagaimana guru dan peserta didik menerima, mengintegrasikan, dan mengamalkan aspek-aspek pembelajaran sosial emosional secara langsung terkait dengan attitude mereka.Â
Guru yang memiliki attitude positif terhadap pentingnya pembelajaran sosial emosional cenderung lebih termotivasi untuk menerapkannya secara efektif dalam kelas. Di sisi lain, peserta didik dengan attitude terbuka akan lebih siap untuk mengadopsi dan menerapkan keterampilan sosial dan emosional yang diajarkan.
Dalam konteks ini, teori sosial kognitif Albert Bandura memberikan landasan yang kuat. Menurut teori ini, individu belajar melalui pengamatan, peniruan, dan penguatan.Â
Guru yang berperan sebagai model memberikan contoh nyata tentang bagaimana mengelola emosi, berkomunikasi dengan baik, dan bekerja dalam tim. Ketika peserta didik melihat guru mereka menerapkan keterampilan ini dengan sukses, mereka cenderung merasa terinspirasi untuk melakukannya sendiri. Penguatan positif atas perilaku sosial dan emosional yang baik juga akan mendorong peserta didik untuk terus mengembangkan kompetensi ini.