Mohon tunggu...
Andi Tenripada
Andi Tenripada Mohon Tunggu... -

Warga biasa yang mencintai ketercerahan cakrawala

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menemukan Jalan Pemimpin di Sinjai-Sulawesi Selatan; Do It Now Or Never

28 Februari 2013   06:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:33 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(Kali ini saya tidak ingin berbicara tentang gambaran peta kekuatan dan kantong suara, saya menyilahkan para pakar politik dan analisis konflik dan pengamat meruangkannya sendiri. Saat ini kontribusi pemikiran dan nilai menurut saya merupakan jalur yang paling independen dari seorang pembelajar. Lepas dari itu, setelah ini tafsir bukan lagi milik pengarang melainkan milik para pembaca).

Dengan rendah hati, katakanlah ini hadiah sederhana saya untuk dirgahayu Kab. Sinjai yang kemarin memasuki puncak perayaannya ke 449. Saya merasakan euphorianya dari jauh, lewat pesan BBM dan display picture kawan-kawan sedaerah betapa membahagiakannya merefleksikan angka itu, bagi saya angka 449 tanah ‘ si jai’ “sudah lebih dari sekedar “rasa hidup” ala Soekarno, sebuah refleksi dari sinar rasa memiliki tanah ini, republik ini, bangsa ini. Pun di saat bersamaan saya mengucapkan selamat kepada sembilan pasang kandidat calon Bupati/wakil bupati Sinjai yang telah ditetapkan secara resmi oleh KPU Sinjai dua hari sebelumnya. Alamak petanda, betapa riuhnya genderang demokrasi di tanah kelahiran. Mencetak rekor 9 calon nakhodha di sebuah wilayah di selatan Provinsi ini dengan penduduk kurang lebih 250.000 jiwa dan luas wilayah 819,96 km² saya sebut sebagai prestasi membanggakan di tengah geliat pemilukada yang hampir serentak berlangsung di berbagai wilayah Indonesia.
Menemukan Jalan Pemimpin, saya memberi judul tulisan ini hanya sekedar refleksi awal menanggapi apa yang kerap dikatakan para politikus,” jangan samakan pemimpin zaman globalisasi yang kompleks sekarang ini dengan kepemimpinan para pendiri bangsa. Paling paling musuh itu, penjajah Belanda sedangkan sekarang model kepemimpinan sudah berubah. Kita bisa menjawab begini: “ Perubahan model kepemimpinan memang sudah berubah tetapi ada sesuatu yang secara substansial tidak boleh berubah! Yakni kejujuran dan keikhlasan berkorban. Itu yang pupus di bangsa ini, yang kita temukan bukan pemimpin tetapi sekedar pembesar! Arti harfiahnya “pembesar” ini menurut Rahman Arge dalam buku Permainan Kekuasaan-nya itu, besar perut dan tak kenyang-kenyang menyantap milik rakyat dan bangsa. Bagiku, bangsa ini harus dipersatukan dengan komitmen baru: Jangan cari Pemimpin, tetapi temukan”! mencari pemimpin di antara remah-remah egoisme politik hanya akan mendapatkan kerepotan.
Apa instrumentnya? Kesuksesan proses pemilukada sebagai target kasat mata, harus diperkaya oleh kualitas getaran hati dan nalar, agar proses politik itu tidak berhenti pada terbentuknya “kekuasaan baru”. Menyebut tentang getaran hati dan nalar ini, saya teringat dengan PM India, Sri Pandit Jawaharlal Nehru (alm). Mungkin anda pernah membaca atau mendengar cerita berikut: konon, karena begitu rindunya kepada”suara kritis” dari rakyat India namun suara-suara itu tak juga terdengar, Nehru menyuruh staff pribadinya membuat selebaran. Selebaran itu berisi kritikan terhadap pemerintahan dan kepemimpinan Nehru. Dengan begitu, tanpa rakyat India mengetahui bahwa kritik itu berasal dari Nehru sendiri mereka pun mulai berani dan terbuka menyuarakan aspirasi dan harapan-harapannya. Nehru menyambutnya dengan hangat, dengan antusiasme tinggi. Lambang dari getaran hati dan nalar seorang tokoh yang gandrung kehidupan demokratik, yang dijalankan kepada rakyatnya.
Kita semua tahu, godaan kekuasaan pada gilirannya akan membunuh mati getaran hati dan nalar tadi. Dan itulah yang terjadi sepanjang sejarah perpolitikan di Indonesia : “ Kekuasaan menjadi kursi, setelah duduk, lupa berdiri! Dan rakyat lalu menjadi objek likuidasi, gigit jari dan termarginalisasi lagi. Sejarah lagi-lagi berulang!
Sinjai 2013 boleh lah saya menganggap sebagai “tancap gas”. Kandidat jangan hanya ditopang oleh ‘kemauan politik” saja namun sebagai kombinasi ‘keberanian politik” dengan ‘action politik” yang efektif dan konkret. Lihatlah tumpukan permasalahan di depan kita: “kemiskinan, pemerataan pembangunan, birokrasi yang berbelit, peluang korupsi, illegal logging, efektifitas pembangunan 3 pilar, pengembangan ekonomi makro/mikro kita di peta Sulsel dan Sinjai sendiri, penciptaan atmosfir politik, sosial dan keamanan. Sebagai mahasiswa Ekonomi saya menitikberatkan tentu diaspek ekonomi; bahwa yang makro tak terasa efeknya pada yang mikro. Pertumbuhan seakan bertumbuh demi pertumbuhan itu sendiri. Ekonomi rakyat jangan dibiarkan ngurus nasibnya sendiri.
Sebagaimana La Madukelleng berkata: “ Langit tak dapat diraih, bumi tak kunjung digenggam jika sang pemimpin berjarak dari kalbu rakyat!” saya mempertegas Paseng Tomatoa yang berbunyi:
Sadda mappabati’ ada
Ada mappabati’ gauk
Gauk mappannessa tau
Temmettok nawa-nawa maja’
Tellesuk ada-ada belle
Teppogauk-gauk majekko
Temmakkatuna ri padanna Tau
Tettakkalupa ri apolengenna

Suara mewujudkan kata
Kata mewujudkan perbuatan
Perbuatan membuktikan harkat manusia
Tak membersitkan pikiran jahat
Tak mengeluarkan kata dusta
Tak melakukan perbuatan culas
Tak menghinakan sesame manusia
Tak melupakan asal kedatangan (Tuhan)

Ini sudah separuh tahap menuju gelanggang, belum terlambat kupikir para kandidat yang terhormat melakukan ‘tafakur politik” untuk menyucikan perjalanannya bahwa kekuasaan adalah amanah bagi kemaslahatan seluruh rakyat karena bagi rakyat yang tercerahkan, saya meminjam kata-kata Deng Xiaoping (pemimpin China): ‘bukan soal hitam dan putihnya bulu kucing, tapi dapatkah ia menangkap tikus’, bukan soal dilahirkan atau diciptakan (atau gabungan keduanya), tapi dapatkah seorang pemimpin bermanfaat bagi rakyatnya?
Nah bagi rakyat Sinjai (para pelajar, PNS, pekerja, buruh, nelayan, pedagang sayur, tukang becak, masyarakat awam… “Sekarang, sekarang, sekarang!” benarlah kata Eckart Tolle dalam bukunya The Power of Now : ‘Yang kemarin dan yang esok, kejadiannya sekarang!” jadi do it now! Kembalikan Indonesia kata Taufik Ismail, kembalikan Sinjai padaku (hehhehe… ini kata saya ) yang maknanya tak sekedar meraih angka-angka 449 tahun itu, melainkan di setiap detik dan saat yang disebut kemerdekaan (masyarakat adil, makmur) harus direbut dan ditata ulang. Lihatlah, telisiklah seluruh proses yang ada. Kalian tahu apa yang terbaik. Para kaum intelektual/media/LSM/ (yang merupakan agen-agen perubahan) yang tak pernah kurang di tanah itu, turunlah memberikan pencerdasan pada masyarakat. Berikanlah pengawalan pencerahan bagi yang awam khususnya tentang tata laku berpolitik yang baik, kampanye bersih dari unsur money politic (jika tak bisa bersih, silahkan ambil uangnya tapi pilihan nanti dulu!!!). Karena target strategis kita (agen perubahan) adalah gerakan moral, gerakan sosial dan gerakan intelektual. Kita wajib turun memberi rekayasa sosial yang baik di bawah langit Tuhan.
Jika Pilkada Sinjai pertengahan tahun ini kita umpamakan ring tinju, maka kita sungguh-sungguh mengharapkan baik hasil maupun prosesnya berlangsung seperti yang menjadi spirit olimpiade “not only to be a winner, but to take part in a fairfull game”! Tak hanya untuk kemenangan, tetapi mengambil bagian dalam permainan penuh sportivitas. Semoga Ring “9 kandidat’ ini, adalah ring kemuliaan, dimana rakyat meletakkan pilihannya.
Dirgahayu Sinjai dan selamat mengawal pilkada yang bermartabat dan mencerdaskan. Tabe’ maraja….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun