Mohon tunggu...
Laurens Sipahelut
Laurens Sipahelut Mohon Tunggu... -

...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dalil Rob Riemen: Sebut Wilders fasis, supaya kita paham apa yang tengah terjadi

2 April 2015   10:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:38 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tidak banyak yang mau mengecap politikus Belanda Geert Wilders seorang fasis. Pasal, bagi banyak kalangan hal itu membangkitkan kenangan kurang sedap dari masa Perang Dunia Kedua. Akan tetapi, menurut filsuf budaya Rob Riemen, bila dirunut dari arti katanya, predikat tersebut justru sangat cocok dikenakan pada Wilders.

Apakah Anda menuai banyak reaksi setelah tampil sebagai bintang tamu pada acara berita aktual Nieuwsuur, ketika Anda menyebut Wilders seorang fasis?
Pos-el yang saya terima jumlahnya ratusan. Para pengirimnya seperti merasa lega. Orang senang saya mau mengangkat diskusi tentang fasisme ke luar dari ranah emosionalitas. Saya pakai kata 'fasis' bukan sebagai cacian, tetapi sebagai sebutan objektif. Tujuan saya ialah membuat masyarakat sadar bahwa fasisme tengah mewujud. Misalnya, (acara berita) NOS Journaal pukul delapan menyebut Wilders pemimpin gerakan fasistik di Belanda.
Cuma politik saja yang tumben-tumbennya adem ayem. Sebelumnya ada juga politikus yang datang ke saya, termasuk dari (parpol tengah-kanan) CDA dan VVD, yang bilang: kami tidak bisa sebut Wilders fasis, tetapi kami senang kamu menyebutnya begitu.

Di Internet penampilan Anda mendapat respons yang kurang positif.
Betul. Di situ ada foto saya yang disandingkan sama foto Himmler.

Tidak terlalu mengherankan. Acuan ke Perang Dunia Kedua memang kurang populer.
Saya tidak boleh pakai kata 'fasis'; itu sesuatu yang ditetapkan secara kultural. Di Amerika socialist-lah yang jadi cacian, di kita 'fasis'. Menurut saya, pakailah kata sesuai dengan peruntukannya, supaya suatu fenomena bisa dimengerti. Semua kata juga bisa dijadikan cacian. Untuk lalu berhenti memakai kata itu, itu sungguh bodoh sekali. Saya jelaskan maknanya dan kenapa ia tepat dalam konteks ini.

Apa definisi fasisme, menurut Anda?
Fasisme agak susah diartikan, soalnya di baliknya tidak ada gagasan. Ia senantiasa muncul dalam bentuk yang berbeda. Ia bisa dikenali dari teknik yang dipakai, yang bisa digambarkan sebagai politisasi si manusia-massa kasemat, yang tidak mengakui nilai-nilai rohaniah.

Sepertinya kurang afdal bila Anda menyebut Wilders fasis, tetapi Anda sendiri tidak bisa mendefinisikan 'fasisme'.
Definisi bukan segalanya. Ia adalah fenomena dengan banyak warna. Ciri yang membuatnya bisa dikenali ialah, ia mencuat bila suatu masyarakat dirundung krisis. Ciri lainnya ialah kebencian, caci maki. Dalam buku saya, saya menggambarkan sejarah budaya untuk memperlihatkan dari mana ia berasal.

Kalau begitu, mari kita lihat kemiripannya dengan masa lalu. Wilders dan pendukungnya tidak jalan baris-berbaris sambil memakai seragam, seperti yang terjadi semasa Mussolini.
Setelah Perang Dunia Kedua tidak ada lagi yang menyebut dirinya fasis. Orang fasis juga tidak sebodoh itu. Tidak bakal mereka mau pakai baju kebesaran model begitu lagi. Selain itu, persamaannya cukup banyak. Yang pasti, yang menakhodai gerakan adalah orang kuat yang mendayagunakan kesakithatian.

Fasisme Italia anti-liberal. Akan tetapi, Wilders justru membela hak kaum homoseksual.
Mussolini mula-mula juga mengusung suatu agenda kiri. Contoh, dia menggalakkan hak pilih perempuan. Di Italia, negara totaliter datang kemudian. Wilders menyerukan apa yang orang ingin dengar. Begitu masyarakat ribut soal kekejaman terhadap binatang, dia mengusulkan animal cops. Yang kalau perlu dia mentahkan kembali. Apa yang dikatakan oleh Wilders tidak relevan, programnya penuh dusta.

Fasisme merupakan ideologi yang bengis. Apakah Wilders menggunakan kekerasan?
Untungnya kekerasan tersebut belum ada. Kamu harus membandingkan fasisme masa kini Wilders dengan periode awal fasisme abad lalu, bukan dengan periode akhirnya. Mussolini sendiri tidak menggunakan kekerasan, walaupun dia bertanggung jawab atasnya. Saya sendiri juga kurang yakin Wilders akan atau ingin menyakiti orang lain. Namun, dia menyebar kebencian, dia mencaci, dia menunjuk kambing hitam. Hal itu menjadikan orang frustrasi. Hal itu merupakan pesemaian kekerasan dan membangkitkan agresi. Begitu suatu masyarakat diresapi dengan kebencian dan agresi yang cukup, sahabat dekat pun bisa membenci kamu. Lihat saja perang di Yugoslavia. Sifat manusia tidak berubah. Sifat kita itu ingin membidas, ingin membunuh. Beberapa tahun belakangan ini kita bertambah agresif. Lihat saja school killings.

Justru karena banyak orang mempertalikan fasisme dengan kekerasan, dan kekerasan tidak terlihat pada Wilders, penyebutan Anda bahwa Wilders seorang fasis jadi seperti mengada-ada.
Bila dibandingkan dengan tahun dua-puluhan dan tiga-puluhan abad lalu, memang ada hal-hal yang timpang, tetapi bagi saya itu tidak terlalu penting. Bila kamu baru menyebutnya fasisme setelah ia jadi bengis, maka sudah terlambat. Dan Wilders boleh jadi tidak menggunakan kekerasan, tetapi dia menggalakkannya. Lihat saja pernyataan dia tentang harus dikerahkannya tentara ke kota Gouda untuk mengatasi 'orang-orang Maroko resek itu'.

Sekitar satu setengah juta pemilih sepertinya setuju sama itu.
Pemilih Wilders merupakan korban. Dia tidak akan menyelesaikan apa pun. Pada dasarnya, fasisme tidak pernah memberikan sumbangsih kepada apa pun juga. Ia merupakan politik kehampaan ajek. Wilders mana peduli sama kebebasan, atau sama mazhab Yahudi-Nasrani-humanisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun