Mohon tunggu...
TauRa
TauRa Mohon Tunggu... Konsultan - Rabbani Motivator, Penulis Buku Motivasi The New You dan GITA (God Is The Answer), Pembicara Publik

Rabbani Motivator, Leadership and Sales Expert and Motivational Public Speaker. Instagram : @taura_man Twitter : Taufik_rachman Youtube : RUBI (Ruang Belajar dan Inspirasi) email : taura_man2000@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Memahami "Deal Triangle" dalam Negosiasi

24 November 2020   11:02 Diperbarui: 25 November 2020   07:18 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Life Is Negotiation" (Steve Gates)

Banyak orang pasti pernah menghadapi situasi negosiasi. Apakah negosiasi itu terjadi dalam sebuah bisnis, ketika menghadapi sebuah konflik atau lain sebagainya. Singkatnya, banyak orang pernah berada dalam sebuah proses negosiasi.

Apakah negosiasi mudah dilakukan? tergantung. Bisa iya jika Anda tahu caranya. Bisa juga sulit jika Anda sama sekali tidak punya ilmu di dalamnya. Tetapi negosiasi bukanlah suatu hal yang tidak bisa dipelajari. 

Semua orang bisa belajar dan mengembangkan kemampuannya dalam negosiasi dalam berbagai hal yang pada akhirnya akan menguntungkannya.

Ujung daripada kegiatan negosiasi tentu saja adalah tercapainya deal atau kesepakatan dalam hal yang dinegosiasikan. 

Nah, kali ini saya akan bagikan sebuah pemahaman tentang "deal" yang disebut dengan "segitiga sepakat" atau "deal triangle", yang intinya memahamkan kita kalau kesepakatan bisa dilihat tidak hanya dari sisi kita, tetapi juga bisa dilihat dari sisi orang lain. Mari kita lihat lebih jauh tentang "deal triangle. 

1. Deal Sesuai Apa yang Anda Harapkan
Ini adalah segitiga sepakat yang pertama. Siapa yang tidak ingin jika ide dan gagasan Anda diterima dalam sebuah negosiasi? Ya, semua orang pasti ingin jika apa yang menjadi gagasan dan "penawarannya" diterima dalam meja negosiasi.

Seorang karyawan yang tidak naik upah misalnya, maka ketika dia melakukan negosiasi kenaikan gaji dengan pimpinannya dan menyampaikan semua argumennya lalu diterima oleh pimpinan untuk kenaikan upah, maka tentu itu adalah sebuah prestasi.

Contoh lain misalnya ada seorang pemuda yang "tanpa sengaja" menabrak seorang anak di jalan dan ingin diperkarakan oleh orangtua si anak ke pihak berwajib. 

Lalu keluarga si pemuda melakukan negosiasi kekeluargaan hingga akhirnya si pemuda tidak jadi berurusan dengan pihak berwajib karena sudah selesai di level keluarga, ini juga tentu sebuah "prestasi". Bahkan negosiasi juga terjadi hingga level tertinggi antar bangsa dan negara.

Dan semua prestasi ini adalah prestasi ideal karena semua kesepakatannya sesuai dengan apa yang kita harapkan. Ini adalah deal atau kesepakatan yang paling diinginkan oleh setiap orang.

Tetapi apakah mudah mencapai hal ini? ingat, di seberang sana juga ada orang yang sedang melakukan negosiasi dan mengharapkan idenya juga diterima dalam meja negosiasi seperti Anda.

Jadi, jika ini terjadi, maka bersyukurlah.

2. Deal Sesuai Apa yang Lawan Negosiasi Anda Harapkan
Karena negosiasi terjadi antara dua pihak, maka ada kalanya deal juga terjadi sesuai dengan apa yang lawan negosiasi kita harapkan. Sebenarnya kita bisa saja menolak atau mencari alternatif lain dan sebagainya.

Tetapi dalam banyak kesempatan, entah bagaimana cara dan situasinya (apakah terpaksa, deal itu juga tidak terlalu merugikan dan lain sebagainya), kita bisa jadi harus menerima situasi deal yang ditawarkan oleh lawan negosiasi kita.

Seorang teman bercerita kalau ketika dia akan mengontrak sebuah rumah, maka terjadi "negosiasi" alot tentang fasilitas dan harga dari rumah itu. Singkatnya, dia akhirnya terpaksa setuju dengan "deal" yang dikeluarkan oleh pihak yang menyewakan rumah. 

Tetapi setelah dia membandingkan lebih jauh, maka apa yang dia dapatkan tidak berbeda jauh (masih dalam level tidak rugi) sehingga dia memutuskan untuk deal dengan apa yang ditawarkan oleh orang yang menyewakan rumah.

Ini adalah "segitiga sepakat" yang harus kita pahami. Tidak selalu "deal" itu harus berasal dari pemikiran kita. Terkadang datang dari mana saja dan pilihan ada di tangan kita apakah menerimanya atau kita punya pilihan lain.

3. Deal Karena Paksaan "Dunia Nyata"

Di dalam buku "The Art of Negotiation" yang ditulis oleh Michael Wheeler, dia mengatakan kalau kita perlu bersiap dengan kemungkinan ketiga dalam deal yang terjadi dalam sebuah negosiasi yaitu deal yang terjadi akibat paksaan dunia nyata yang sesungguhnya.

Kita inginnya keputusan "A", lawan negosiasi kita inginnya keputusan "B" jika dalam situasi normal, tetapi ternyata ada perubahan waktu deadline keputusan negosiasi oleh salah satu pihak, maka bisa jadi deal yang terjadi bukanlah rekomendasi "A" atau "B", tetapi justru pilihan "C" karena situasi mendesak ini.

Atau bisa jadi karena situasi tertentu, misalnya perusahaan yang terlibat dalam negosiasi mengeluarkan kebijakan baru yang pada akhirnya tidak menggunakan pilihan-pilihan yang ada dan ingin menggunakan pilihan sendiri.

Pada akhirnya, bisa jadi kita sebagai salah satu pihak juga menyetujui "deal" yang diambil itu karena situasi yang ada. Dan ini adalah "segitiga sepakat" yang perlu kita pahami agar tidak muncul persepsi "mengapa tidak usulan saya yang diterima dalam negosiasi?" dan lain sebagainya.

***

Bagaimana dengan Anda? pernah merasakan "segitiga deal" ini dalam sebuah negosiasi? Kalau sudah berarti Anda sudah paham kalau sesuatu yang "tidak sesuai" dengan usulan Anda dalam negosiasi belum tentu tidak baik. Bisa jadi itu adalah situasi yang memang harus terjadi.

Jika Anda belum pernah merasakannya, maka cobalah mulai bernegosiasi dalam banyak hal, sampai Anda bisa merasakan sensasi dalam bernegosiasi. Semoga Anda beruntung dalam setiap negosiasi yang Anda lakukan.

Semoga bermanfaat

Salam
Be The New You
TauRa
Rabbani Motivator

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun