Mohon tunggu...
Tauliah Puji Lestari
Tauliah Puji Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Hustle di Kalangan Mahasiswa : Antara Semangat Produktivitas dan Risiko Burnout

6 Juli 2025   11:23 Diperbarui: 6 Juli 2025   11:23 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Latar Belakang Masalah

Di era digital ini, budaya hustle atau hustle culture menjadi tren yang merajalela di kalangan mahasiswa. Budaya ini mendorong individu untuk bekerja terus-menerus, bahkan di luar jam belajar atau bekerja normal. Mahasiswa merasa terdorong untuk terlibat dalam berbagai aktivitas sekaligus, mulai dari organisasi kampus, proyek freelance, magang, hingga part-time job. Banyak dari mereka meyakini bahwa semakin sibuk seseorang, semakin sukses pula ia terlihat. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa budaya ini juga memunculkan konsekuensi serius seperti kelelahan mental, kecemasan, hingga burnout.

Kondisi ini diperkuat dengan fenomena viral di media sosial, seperti unggahan mahasiswa yang membagikan jadwal padat mereka sebagai bentuk pencapaian. Fenomena ini tak jarang menciptakan tekanan sosial dan perbandingan yang tidak sehat di antara mahasiswa lainnya. Sayangnya, narasi produktivitas yang berlebihan ini sering kali menutupi fakta bahwa banyak mahasiswa mengalami kelelahan emosional yang serius. Dalam jangka panjang, ini bukan hanya memengaruhi kualitas hidup mahasiswa, tetapi juga menurunkan motivasi belajar, kesehatan mental, dan kualitas relasi sosial mereka.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dorongan untuk terus produktif juga lahir dari sistem sosial dan ekonomi yang kompetitif. Persaingan kerja yang semakin ketat, tuntutan untuk memiliki banyak pengalaman sebelum lulus, serta keinginan membangun personal branding di media sosial mendorong mahasiswa untuk tampil seaktif mungkin. Mereka cenderung merasa bersalah jika tidak melakukan apa-apa, bahkan dalam waktu luang. Akibatnya, waktu istirahat yang seharusnya dipakai untuk pemulihan justru diisi dengan aktivitas baru yang menguras tenaga dan pikiran.

Di tengah tekanan ini, mahasiswa cenderung merasa tidak cukup baik meski sudah melakukan banyak hal. Fenomena ini memunculkan apa yang disebut sebagai "toxic productivity" yaitu dorongan untuk terus bekerja meskipun tubuh dan mental sudah kelelahan. Jika dibiarkan terus-menerus, kondisi ini bisa menyebabkan burnout kronis, yaitu kelelahan emosional, penurunan semangat, dan kehilangan rasa makna dalam aktivitas sehari-hari. Maka dari itu, penting untuk menyoroti fenomena hustle culture ini bukan sebagai kebanggaan, melainkan sebagai isu sosial dan pendidikan yang perlu mendapat perhatian.

Analisis Sosiologi

Dari sudut pandang sosiologi, hustle culture bisa dianalisis melalui beberapa teori :

1. Lifestyle (David Chaney)

Menurut Chaney, gaya hidup bukan hanya tentang apa yang kita konsumsi, tetapi juga mencerminkan pola tindakan sosial yang dipilih secara sadar untuk menciptakan identitas diri. Dalam konteks mahasiswa, budaya hustle menjadi cara mereka menunjukkan identitas sebagai individu ambisius dan 'berprestasi'. Namun, pilihan gaya hidup ini kerap kali dipengaruhi tekanan sosial, bukan karena keinginan murni individu.

Mahasiswa hari ini hidup di era yang sangat kompetitif dan sarat akan tuntutan sosial. Media sosial turut memperparah kondisi ini dengan menjadi ruang pamer pencapaian yang konstan. Di sini, narasi "semakin sibuk, semakin hebat" begitu dominan. Mahasiswa berlomba-lomba memamerkan kesibukan mereka di Instagram Story atau LinkedIn dengan harapan mendapat pengakuan. Pola ini menimbulkan tekanan psikologis yang mengarah pada pembentukan identitas semu yang tidak selalu sesuai dengan kondisi mental dan kapasitas individu sebenarnya.

2. Trajectory of the Self (Anthony Giddens)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun