Mohon tunggu...
Tauhidin Ananda
Tauhidin Ananda Mohon Tunggu... Administrasi - Hari ini mimpi jadi kenyataan

pegiat sosial, hobi jalan-jalan kuliner dan nonton bola

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mental Semenjana Inggris dan Karma 1966

17 Juni 2018   14:55 Diperbarui: 17 Juni 2018   15:19 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inggris ketika menjuarai Piala Dunia 1966 (sumber: thesun.co.uk)

Ternyata, setelah ditelusuri, hakim garis berasal dari Uni Soviet yang secara historis menyimpan sentimen anti Jerman sejak PD II. Keputusan kontroversial tersebut mengubah kedudukan menjadi 3-2 dan meruntuhkan moral tim Jerman. Geoff Hurst memastikan kemenangan di menit-menit akhir untuk mencetak hattrick dan menjadikan skor 4-2, Inggris pun juara.

Walau Inggris juara, pil pahit yang diterima oleh lawan-lawan Inggris akibat merasa 'dikerjai' oleh tuan rumah menimbulkan bekas. Sumpah serapah, seolah menjadi karma pembawa bencana dan membuat Inggris selalu gagal meraih gelar juara setelah tahun 1966. Bahkan, hingga kini, Jerman tidak pernah mengakui gol kontroversial yang mengubah kedudukan menjadi 3-2 di babak perpanjangan waktu tersebut.

Tekanan mental penghancur permainan

Rupanya, kejadian dan pencapaian tahun 1966 tersebut seolah menjadi penghalang bagi Inggris meraih gelar juara lagi hingga kini. Menurut mantan pelatih timnas Inggris, yaitu Fabio Capello, para pemain Inggris terlalu terbebani dengan gelar tahun 1966. Kenangan tersebut seolah menjadi beban dan menghantui harapan Inggris yang tak pernah pudar. Akibat tidak kuat menanggung beban berat tersebut, pemain Inggris jadi bermain seperti tidak seharusnya, seperti sedang memakai kostum timnas yang sangat berat bebannya. Pemain tidak dapat bermain lepas.

Selain beban pencapaian masa lalu, pemain Inggris juga tidak memiliki mental yang bagus untuk bermain di bawah tekanan yang besar. Perhatian yang besar, terutama dari media Inggris, bahkan cenderung menghancurkan mental pemain bila pemain tersebut bermain buruk atau melakukan kesalahan. 

Kemudian, ulah para pemainnya sendiri, karena dinilai tidak mau berkorban untuk tim. Pendapatan yang sangat besar, hidup enak, serta sorotan media yang memanjakan para pemain membuat punggawa tim Inggris menjadi 'manja' dan tidak mau berjuang demi kehormatan negaranya.


Dua faktor inilah, karma 1966 serta mental lembek para pemain Inggris, yang akan menghantui setiap penampilan Inggris dalam setiap laga. Entah sampai kapan, karena sesungguhnya hanya para pemain sendiri yang dapat melepaskan diri dari dua faktor tersebut. Para penikmat sepakbola hanya dapat duduk sambil tidak lupa menyiapkan pelengkap yang menambah keasyikan menonton siaran Piala Dunia 2018 di layar kaca.

Sesungguhnya keasyikan tersebut tercipta dengan Kacang Garuda yang setia menemani, jadi jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda di sisi suporter setia. Sambil menonton, berharap ada kejutan yang membuat perhelatan empat tahunan ini kian semarak.      

Setelah menjadi juara tahun 1966, pencapaian terbaik Inggris adalah menjadi semifinalis di Piala Dunia 1990 yang berlangsung di Italia. Kala itu diperkuat generasi terbaik sepakbola Inggris setelah tahun 1966 dengan kehadian Stuart Pearce, Peter Shilton, Paul Gascoigne, David Platt, hingga Gary Lineker dibawah besutan manajer hebat Bobby Robson. Hasilnya? Inggris takluk di kaki Jerman (Barat) lewat adu penalti.

Entah sejauh mana langkah Inggris di edisi Piala Dunia kali ini. Namun, pastinya akan selalu mendapatkan perhatian baik dari suporternya, maupun pembencinya. #

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun