Mohon tunggu...
Taufiq Hidayah
Taufiq Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Money

Menakar Bank Wakaf di Indonesia

15 April 2017   14:51 Diperbarui: 15 April 2017   23:00 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Lahirnya UU No. 41 Tahun 2004 tentangwakaf dan  PP No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan wakaf mengindikasikanbahwa pemerintah sadar akan potensi wakaf yang amat besar. Namun beberapakendala dialami setelah diundangkannya seperti nadzir (Pengelolah asset wakaf)yang belum professional dan terkesan amburadul, sehingga membutuhkan badanpengelolah. Maka tahun 2007 Badan Wakaf Indonesia (BWI) didirikan. Kehadiran BWI bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama inidikelola oleh nadzir yang sudah ada. Namun fokus membina nadzir agar aset wakafdikelola lebih baik dan lebih produktif, sehingga bisa memberikan manfaat lebihbesar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaanekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik.

Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf(ZISWAF) adalah instrumen islam pemecah masalah kemiskinan dan pemutus rantaiharta yang berpusat pada segelitir orang. Tentu jika dimaksimalkan potensinya jugapemanfaatannya. Dari dulu sudah banyak kajian tentang potensi ZISWAF di tanahair. Namun masih jauh api dari panggang padahal ini bersifat wajib. Awareness kita masih tahap menanjak. Apalagi jika kita berbicara infakatau wakaf yang pada dasarnya tidak bisa dihitung secara matematis, karena akanbergantung pada kesadaran dan kerelaan, bukan pada berapa persen yang harusdikeluarkan (Republika, 2017).

Beberapa waktu lalu,Presiden Jokowi melontarkan gagasan untuk mendirikan dan mengembangkan lembagakeuangan (bank) berbasis sistem wakaf. Pemerintah beranggapan bahwa potensibank wakaf sangat besar, namun selama ini kurang digarap secara memadai. Baikdi sisi wakaf aset bergerak maupun tidak bergerak termasuk wakaf tunai. Gagasanini merupakan terobosan strategis karena negara memilikiketerbatasan finansial untuk mengurangi angka kemiskinan dan kesenjanganekonomi.

BelumMaksimal

Selama ini LembagaKeuangan Syariah (LKS) yang dipercaya mengelola dana syariah oleh KementerianAgama belum optimal memanifestasikan manfaat dana wakaf bagi pengembanganekonomi masyarakat. Oleh karenanya, pemerintah bermaksud secara seriusmengelola dana wakaf melalui bank wakaf untuk pemberdayaan ekonomi umat melaluipengembangan sektor UMKM. Wakafini persoalannya ada di sosialisasi. Kalau kurang sosialisasi, tidak heran BWIhanya menghimpun Rp 13 miliar dari potensi dana Rp 377 triliun dan tanah wakaf4,2 miliar meter persegi (Sumadi, 2017), Sehingga Awareness mengenai wakaf dan ekonomi syariah ini harus didorongoleh media. Niat baik pemerintah membentuk UU Wakaf No. 41 Tahun 2004 masihbelum didukung dengan SDM mumpuni. Staf Ahli Bidang Pembangunan Sektor Unggulandan Infrastruktur Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN) Pungky Sumadimenilai kebanyakan nadzir wakaf, khususnya yang tradisional, masih awammengenai pengelolaan harta. Padahal kemampuan asset management itu sangat penting. bila tak memiliki kemampuantersebut, maka tanah wakaf yang diberikan dapat menjadi beban untuk pengelola.

Bank Wakaf

Menindaki hal diatas pemerintah melauiBWI terus menggenjot pematangan terbentuknya Bank Wakaf bersama OJK dan ICMI. PresidenJokowi siap jadi pemodal pertama dan merencanakan sekitar 1 triliun akandiinvestasikannya. Pro dan kontra mewarnai pendiriannya. Ada beberapakeuntungan jika Bank Wakaf teralisasi. Pertama,Service. Dengan sistem perbankan,tentu saja service akan lebihterstandar dan lebih baik dan atas nama profesionalisme yang dibangun olehperbankan akan memberikan kepuasan kepada nasabah atau muwakkif tentang sistempelayanan lebih baik. Kedua, transparansi. Dengan sistems perbankan, umat bisamengontrol harta yang diwakafkan atau diinfakkannya. Dengan disalurkan kepadabank wakaf, setiap orang akan dapat melihat posisi hartanya, aliranpenyalurannya dan digunakan untuk apa. Ketiga, Manajemen. Sistem perbankanjelas akan memiliki sistem lebih ketat, lebih terstandar dan professional.Manajemen perbankan akan menempatkan orang-orang yang memiliki kompetensimumpuni. Keempat, kontrol. Lembaga perbankan mudah dikontrol, setiap orang bisamelakukan kontrol terhadap keberadaan bank ini dengan berbagai aktivitaspenyaluran harta ummatnya. Namun khusus kontrol ini dapat dilaksanakan olehlembaga-lembaga khusus yang memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang ZISWAFyang berbasis pada mesjid, yayasan keagamaan, atau Ormas keagamaan, bahkanmungkin saja MUI. 

Selain itu dua hal pula perludipertimbangkan.Pertama, saat ini ada dua lembaga yang berwenangmengurus wakaf, yakni Baznas dan BWI. Penulis sepakat denga pernyataan Gubernur BI Agus Martowardoyo bahwa lebih baik jika dua lembaga ini disatukan dan dilakukanrestrukturisasi dan penyesuaian wewenang agar juga dapat mengelola wakaf diIndonesia. Kedua, Bank Wakaf diprediksi bakal menjalankan program memudahkan peminjamanpembiayaan pada UMKM, namun harus belajar banyak kepada Bank Syariah yang jugamenjalankan hal yang sama (red: Qardh). Bank Syariah berhasil menurunkan Nonperforming Finance (NLF) atau Pembiayaan Bermasalah 4,89% tahun 2015 menjadi 4,7% tahun 2016 (tempo.co, 2016), dalam hal iniBank Wakaf harus sedini mungkin memikirkan mitigasi resiko pembiayaan. Padaakhirnya segala sesuatu yang tujuannya baik, tak ada alasan untuk takmendukungnnya apalagi atas nama kemaslahatan umat dan bangsa. Wallahu alam bissawab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun