Mengacu pada penelitian di Universitas Hasanuddin, GAP ini memastikan pohon kakao kita tumbuh sehat, minim penyakit, dan menghasilkan buah yang optimal. Ini investasi waktu dan tenaga yang akan terbayar lunas.
Ketiga, jangan pelit pada pohon, karena pohon tidak akan pelit pada kita. Sederhana saja rumusnya, "kalau kita kasih makan pohon, pohon akan kasih makan kita."
Ini bukan anekdot kosong. Pemupukan yang sesuai rekomendasi dan penyemprotan hama yang tepat waktu adalah investasi mutlak.
Pupuk itu makanannya, sedangkan semprotan itu dokternya. Tanpa nutrisi yang cukup dan perlindungan dari penyakit, bagaimana bisa kita berharap panen melimpah?
Jadi, jangan perhitungan soal pupuk dan obat, hasilnya pasti sebanding.
Jadi, Kiamat atau Pesta?
Melihat semua ini, krisis kakao sebenarnya adalah dua sisi mata uang yang sama.
Di satu sisi, ini adalah kiamat bagi para pencinta cokelat di seluruh dunia. Di sisi lain, ini adalah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan oleh para petani di Indonesia.
Masa depan cokelat, dan mungkin masa depan ekonomi kita, tidak lagi bergantung pada keputusan para pejabat di ruang rapat. Melainkan ada di tangan para petani, yang sehari-hari berlumur tanah dan memandang kebun kakao.
Kita bisa jadi pahlawan di tengah kiamat, atau kita bisa jadi penonton yang meratapi nasib. Pilihan ada di tangan kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI