Kedua, rasa syukur. Ini terdengar klise, tapi faktanya begitu. Perempuan yang kuat mental tidak egois dan tahu kapan harus bersyukur. Mereka tidak hanya melihat apa yang mereka lewatkan, melainkan juga apa yang sudah mereka miliki. Pola pikir ini ibarat perisai yang melindungi mereka dari rasa putus asa dan kekosongan.
Terakhir, dan mungkin ini yang paling berat, adalah menetapkan batasan. Dilansir dari Discovery Mood & Anxiety Program, ini adalah ciri penting dari orang yang sehat mentalnya.Â
Dalam budaya kita yang serba "nggak enak-an", kemampuan untuk mengatakan "tidak" tanpa merasa bersalah adalah sebuah revolusi.Â
Seorang perempuan bermental baja tahu batasan dirinya, baik fisik maupun emosional, dan ia berani menegaskan itu—bahkan jika itu berarti dianggap "egois" oleh orang lain. Ia tahu persis bahwa menjaga kewarasan diri jauh lebih penting daripada menyenangkan semua orang.
Jadi, Mental Baja Itu Apa?
Pada akhirnya, mental baja itu tidak semata-mata soal ketegaran, melainkan soal kelengkapan. Ia adalah perpaduan antara disiplin dan jeda, antara tanggung jawab dan ketenangan. Ia bukan soal tidak pernah jatuh, melainkan soal bangkit dan tidak menyalahkan siapapun.
Ia bukanlah sosok yang tanpa cela—ia tetap punya rasa takut dan kelelahan. Tapi ia tahu bagaimana mengelola itu. Ia tahu cara berhenti, mengisi ulang, dan kembali bergerak dengan tujuan yang jelas.Â
Lupakan saja tentang stereotip superwoman yang bisa multitasking. Sejatinya, mental baja itu adalah kemampuan untuk menjadi manusia seutuhnya—dengan segala kelemahan dan kekuatannya—dan tetap waras di tengah tuntutan hidup yang kian absurd ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI