Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Dilema Menjadi Karyawan Kontrak: Pernah Membuat Gelisah, tapi Saya Bisa Melaluinya

20 Oktober 2020   14:39 Diperbarui: 20 Oktober 2020   20:17 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana orang-orang pada umumnya, saya (dulu) adalah pekerja yang mempunyai banyak kemiripan seperti orang kebanyakan: bercita-cita menjadi karyawan tetap. Saya bisa memeroleh berbagai tunjangan, kestabilan (pendapatan), dan asuransi kesehatan. Itulah beberapa diantara banyak sebab dan alasan mengapa saya pernah mendambakan menjadi karyawan tetap.  

Jadi, intinya, yang ada dalam benak saya (waktu itu) adalah tentang memelihara masa depan. Jadi, saya tidak salah, kan?

Dan, karena alasan yang seperti itulah, setidaknya, saya pernah memeroleh dua kali kesempatan itu. Pertama, dari perusahaan yang menggaji saya sejumlah Rp 168.000 sebulan (tahun 1994). Yang kedua, dari sebuah pabrik di Margomulyo, Surabaya.

Tetapi, ternyata, nasib berkata lain. Pada tahun 1996 saya teracuni oleh kisah milik Aditya, teman saya yang menjadi piping engineer. Saya tak ingat persis ceritanya berapa bulan Aditya dikontrak oleh perusahannya. Yang jelas, gajinya, seperti yang dikisahkannya kepada saya, yang berjumlah 25 juta sebulan waktu itu, benar-benar membuat saya cemburu.

Saya segera berandai-andai...

Katakanlah, misalnya, seumpama saya berhasil memeroleh gaji yang sama dengan dia dan kontrak saya hanya 4 bulan. Lalu? Saya, misalnya lagi, setelah itu menganggur selama setahun karena tidak segera memeroleh pekerjaan baru.

Maka, setelah 4 (empat) bulan, setelah kontrak selesai, bukankah tabungan saya adalah senilai Rp 100 juta (4 bulan kali Rp 25 juta)?

Nah, untuk mendapatkan jumlah yang sama; bukankah saya membutuhkan hampir lima atau enam tahun bekerja secara terus menerus di perusahaan yang lama?

Yang kedua: seperti apa yang dikabarkan teman-teman saya, setelah kontrak selesai, (faktanya) mustahil orang-orang proyek akan menjadi pengangguran selama bertahun-tahun.

Hanya beberapa bulan setelahnya, biasanya, mereka segera memeroleh pekerjaan yang baru. Cerita mereka itu sangat meyakinkan. Benar-benar meracuni saya.

Banyak kisah yang saya dengarkan (waktu itu), dari teman-teman saya yang lebih senior, yang membuat saya semakin hari semakin bimbang dan ingin segera mengikuti jejak mereka: menjadi karyawan kontrak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun