Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemilik Kedai Kopi dan Kisah Sekeranjang Harapan

13 Oktober 2020   10:50 Diperbarui: 14 Oktober 2020   09:01 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: thriveglobal.com

Kemarin malam di jalanan Jakarta yang sedang mendung.

Aku tercenung berdiri sebentar di muka sebuah kedai kopi yang sedang dipugar. Menyaksikan dua orang pekerja sedang mengelas besi-besi untuk atap kedai dan entah berapa lagi yang lainnya yang sedang mengecat kursi-kursi. Pertanyaan demi pertanyaan langsung menyerbu kepalaku; mengapa pemiliknya melakukan itu semua? Apakah yakin bakal ada cukup pembeli untuk membayar sewa tempatnya? Bukankah memugar kedai seukuran 6x6 di bilangan Mega Kuningan itu cukup mahal?

Aku, paling tidak menurutku, adalah saksi mata yang lewat jalan ini setiap hari. Menyaksikan kedai makanan cepat saji yang tak laku, yang kursi-kursinya disandarkan begitu saja, dan lantainya dibiarkan berdebu. Kedai itu sudah tidak disinggahi tamu selama berbulan-bulan. Sejak Maret 2020. Dan pemilik baru itu tiba-tiba datang, menyewanya, dan memugarnya menjadi kedai kopi?

Apakah ia tidak tahu jika kedai di sebelahnya juga sudah tutup?

Dan, bukankah juga, kedai kopi yang seratus meter dari tempat itu, di gedung tempat aku berkantor, juga tutup? Di sebelahnya lagi juga sama!

Hari-hari ini, sejak ketika Covid-19 mulai merebak, Corona menjadi ujian berat semua orang. Tiga kedai di gedung tempat aku berkantor saja - seperti kuceritakan, sudah tutup. Pemilik warung roti dan warung-warung makan yang menjadi langganan aku makan setiap malam juga mengeluh karena sedikit pembelinya. Orang-orang kuatir hidup mereka terkapar karena kehilangan pembeli-pembeli setianya.

Apakah usaha yang lainnya juga serupa? Ya, sama. Setidaknya beberapa temanku yang memiliki perusahaan penyedia jasa konstruksi juga mengeluh. Mereka mengatakan sudah tidak mendapatkan kontrak pekerjaan sejak awal tahun ini. Perusahaan tempatku bekerja juga seperti itu. 

El. Ya, masih ada El - temanku yang pernah kukisahkan (sebelumnya). Istrinya yang bekerja menjadi karyawan bagian administrasi sudah dirumahkan oleh perusahaannnya sejak Mei 2020. Usaha ojek-onlinenya terpuruk. Sepi. Ia yang sebelum Covid-19 datang, seperti yang dikisahkannya kepadaku, mengaku bisa mengumpulkan setidaknya 600 ribu sehari ditambah bonus dari aplikasi, setelah Maret 2020 kini hanya bisa mendapatkan pelanggan paling banyak 2 atau 3 orang sehari.

Jika Covid-19 tidak segera pergi , dan jika ia tak mampu lagi membayar cicilan mobilnya, mungkin bulan depan ia harus sudah mengembalikan mobilnya.

Oh, ya, aku sendiri juga begitu. Bisnis jual beli online milikku, yang kukelola bersama teman-temanku, juga melesu. Tidak sesuai yang kuharapkan.  

Apakah si pemilik kedai itu masih membutuhkan alasan yang lain lagi sehingga ia mau menyewa bekas kedai tak laku itu dan memugarnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun