Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Profesionalitas ala Gus Dur, dan Profesionalisme Karir dan Pekerjaan

13 Juli 2020   18:24 Diperbarui: 13 Juli 2020   18:14 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto ilustrasi: www.adcqld.com.au

SAYA sama sekali belum pernah mendengarkan penjelasan tentang istilah "Jabatan Politik" dan "Jabatan Karir" sedetail dan semenarik pikiran Gus Dur, yang saya temukan ketika saya membaca buku "Menjerat Gus Dur", karya Virdika Rizky Utama.

Di halaman 135, di buku "Menjerat Gus Dur" itu, saya menemukan penjelasan menarik tentang "Jabatan Politik" dan "Jabatan Karir" atau, menurut hemat saya, tentang profesionalitas ala Gus Dur, yang menggelitiki jari-jemari saya untuk menuliskan artikel ini. 

Sebenarnya, dan sebelumnya, dari beberapa artikel yang pernah saya baca, saya pernah menemukan penjelasan istilah keduanya. Singkatnya, beberapa artikel itu menjelaskan bahwa: jabatan karir adalah jabatan seorang birokrat yang secara normatif melaksanakan dan menterjemahkan kebijakan yang didefinisikan oleh politisi.

Contoh mudah jabatan karir adalah PNS. Sedangkan jabatan politis adalah jabatan yang dihasilkan oleh proses politik, oleh proses pemilu atau pemilukada. Contoh jabatan politik: Gubernur dan wakil gubernur, Presiden dan wakil Presiden, beserta para menterinya.

Seperti itulah kira-kira penjelasan yang saya peroleh dari beberapa artikel. Tetapi, di buku "Menjerat Gus Dur", saya menemukan penjelasan lain yang (lebih) menarik, setidaknya untuk saya.

Argumen-argumen Gus Dur, seperti yang dituturkan buku "Menjerat Gus Dur" terlihat jauh lebih mentereng ketimbang penjelasan-penjelasan 'sederhana' seperti yang saya temukan di beberapa artikel. 

Gus Dur dengan komprehensif berhasil menjelaskan pikiran 'aneh'nya bahwa penempatan orang (jabatan) sesuai keahliannya itu, semata-mata, hanyalah cerminan dari pola pikir yang konvensional, yang linier, dan satu arah saja sehingga, menurut Gus Dur, profesionalisme yang seperti itu hanya mengenal satu ukuran unit belaka.

Gus Dur mengatakan bahwa tugas menteri sebenarnya bukanlah hanya sekedar menangani satu bidang saja, misalnya: tugas dan tanggung Menteri Riset dan Teknologi itu tidak semata hanya melakukan pekerjaan penelitian dan mengembangkan teknologi.

Hal-hal seperti itu tampaknya tak terlihat di permukaan karena bidang teknologi selama ini, sejak dari dulu kala, hanya dikepalai para teknokrat yang semesta berfikirnya cenderung hanya rasionalis, eksak, dan mekanik sehingga nilai-nilai sosial dan kultural tidak pernah mendapatkan perhatian memadai.

Karena yang menjadi dasar pertimbangan, menurut Gus Dur, bukan semata-mata keahlian yang dimilikinya, tetapi kemampuan berfikir alternatif dan kecakapannya dalam mengelola organisasi dan mengkonsolidasikan bawahannya (para pakar), untuk diarahkan kepada kepentingan organisasi yang lebih besar, tetapi justru itulah yang sebenarnya menjadi sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar keahliannya.

Dengan demikian, ukuran profesionalitas, seharusnya, tidak saja dilihat dari hanya kesesuaian antara profesionalisme-nya dengan lembaga yang ditanganinya. Namun, sejauh mana ia mampu menciptakan iklim kerja yang memotivasi, menciptakan home yang baik, serta mampu menerapkan keahliannya secara bertanggung-jawab kepada bidang dan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya.

Hal ini, bisa kita lihat, ketika jaman pemerintahan Gus Dur, ada banyak menteri yang dianggap "salah kursi", yang tidak sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Misalnya: Susilo Bambang Yudhoyono, yang seorang perwira militer, yang justru diserahi tugas menangani urusan pertambangan dan Energi.

Dan, karena pikiran Gus Dur itu memang tidak sesuai dengan pikiran yang konvensional, yang linier, maka tentu saja pikiran-pikirannya itu menuai banyak kritik tajam masyarakat. Hal ini pun diakui sendiri oleh salah satu pendukung Gus Dur, Al Zastrow. Menurutnya, susunan kabinet Gus Dur memang memancing banyak kritik dari masyarakat.

Dan, memang benar adanya, tak lama setelah Gus Dur mengumumkan susunan kabinetnya, akhirnya keraguan publik, pers dan masyarakat sampai juga pada ultimatum untuk melihat hasil kerja kabinet pada 100 hari pertama. Lalu, benar juga adanya, belum genap 100 hari, perjalanan kabinetnya terlihat tak padu. Saya belum paham, apakah itu karena "salah kursi" atau karena sebab lain. Yang jelas, setelah 50 hari berjalan, reshuffle sudah dilakukan oleh Gus Dur.

Apakah pikiran dan konsep profesionalitas ala Gus Dur itu salah?

Apakah konsep profesionalitas ala Gus Dur tidak cocok diterapkan? Apakah di sekeliling kita tak pernah menjumpai kejadian atau kisah janggal seperti "salah kursi" para menteri?

Konsep profesionalitas dambaan Gus Dur ini, hemat saya, sudah cukup menunjukkan pikiran-pikirannya yang dinamis dan visioner. Cara pikir Gus Dur memang kerap terlihat 'aneh' dan, Anda tahu, juga kerap membuat geram banyak kelompok.

Tetapi, di kehidupan yang lain, sependek pengalaman bekerja saya, saya kadang-kadang atau bahkan kerap menjumpai profesionalitas dambaan Gus Dur yang dianggap sebagian besar orang sebagai hal ganjil. Saya pernah melihat lulusan komputer yang sukses menjadi pemilik sekaligus direktur perusahaan konstruksi. Saya juga pernah lulusan sastra yang sukses memiliki perusahaan tranportasi. Atau ahli ekonomi yang menjadi inspector.

Mereka, teman-teman saya yang 'salah kursi' tetapi sukses itu, seperti tidak perlu tahu dan ahli dalam bidang yang ia pelajari di bangku kuliah. Tetapi, para pegawainya-lah yang harus mengetahuinya dan bekerja untuknya. Tugas mereka yang 'salah jurusan' itu semata-mata hanya menciptakan a great home yang nyaman, a great system bagi pegawainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun