Awalnya, hanyalah hasrat lekas berkuasa. Lalu, fitnah pun ditebar. Tak jelas, siapa berpihak siapa. Siapa menunggang siapa.
Tak berselang lama, manusia-manusia pun dibantai. Memerkosa sesama.
Bapak dan anak tercerai-berai. Mereka berpisah-pisah. Betapa banyak manusia yang akhirnya tak diketahui jasadnya. Tinggal nama.
Negeri ini, lima puluh tiga tahun yang silam, adalah tempat sangat kelabu. Orang-orang dibuat bingung; siapa memainkan peran apa.
Dan, kini, entah, sudah kali keberapa, kita selalu digiring menyaksikan ulangan sejarah kelam itu.
Selalu... di akhir setiap bulan September. Setiap tahun.
Aku merenung-renung. Mengapa September selalu menjadi "ruang" untuk orang-orang bergaduh?
Ada yang tampak berusaha mengingatkan bahayanya satu ideologi tertentu. Ada yang berusaha membangkitkan ketakutan masyarakat. Ada tuduh-menuduh. Benci pun diumbar-umbar.
Bulan September kerap membuat sebagian dari kita tak lagi merasa sebangsa. Agaknya, benar kata orang-orang: negeri yang sangat ajaib ini, ternyata, sedang berperang melawan dirinya sendiri.
Mengapa kita enggan memetik pelajaran? Betapa fitnah dan hasrat berkuasa, dahulu, pernah meluluh-lantakkan bangsa ini.
Mengapa kita tidak lekas paham bahwa fitnah dan hasrat berkuasa itu sudah menghilangkan separuh masa depan bangsa?
Kami adalah rakyat
Di negeri pertiwi
Kami ingin diajak menyemai harapan bersama-sama
Jakarta, menjelang 30 September 2018