Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maafkan Saya yang Terlambat Mencintaimu

10 Januari 2018   13:54 Diperbarui: 11 Januari 2018   09:44 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selama hampir 50 tahun usia saya, sedikitpun saya tak pernah berfikir untuk tertarik kepadamu, meski sebenarnya engkau begitu dekat. Ada yang lain yang lebih memikatku selama ini.

Saya benar-benar tak pernah memikirkanmu, hingga tiba-tiba ada kasus Ahok dan demo yang berjilid-jilid itu...

Ya benar. Karena Ahok dan demo yang berjilid-jilid itulah yang mengantarkanku pada kesimpulan bahwa saya mulai jatuh cinta padamu.

Dari TK hingga perguruan tinggi, saya belajar dan mengumpulkan banyak referensi tentang Islam (baca Islam fundamental). Di banyak forum-forum dan pengajian-pengajian kecil yang saya bentuk, saya selalu bicara tentang Islam fundamental. Saya habiskan hampir 50 tahun usia saya untuk berpikir bahwa Islam fundamental adalah yang terbaik untuk saya. Bukan Islam yang berkembang karena tradisi.

Maka, itulah sebabnya saya tidak pernah bisa mencintai Islam-tradisional yang tersebar di pedesaan dan kiai-kiai dengan pesantren-pesantrennya.

Namun, setelah kasus Ahok dan demo yang berjilid-jilid itu, tiba-tiba orang-orang ramai membicarakan sekat dan dengan gampangnya menyematkan label "kamu bukanlah golonganku", "kamu kafir" dan "kamu salah". Sekat dan label itu dimuntahkan dan dihambur-hamburkan sedemikian rupa di media sosial dan membuat bingung umat. Tengoklah status orang-orang di facebook!

Seperti ruang kelas yang ditinggal gurunya, meja-meja ditabuh tak karuan. Sangat gaduh dan riuh. Apa saja diributkan orang. Jika tidak serupa, sewarna dan sepaham, dengan cepat orang-orang membuat sekat, memisahkan dirinya dari golongan lain. "Kalian kafir!"

Alih-alih berupaya meneduhkan umat dan berusaha membuat dingin, banyak tokoh-tokoh politik dan elit Islam yang saya kagumi dan puja selama ini malah melontarkan kalimat-kalimat provokatif dan membuat keadaan semakin keruh.

Orang-orang meributkan hal-hal yang tidak penting dan itu sangat melelahkan. Kasihan negeri ini ...

Lalu, tiba-tiba ... pada saat saya merasa muak dengan sekat-sekat itu dan sikap kelompok yang menunjukkan identitas yang kebablasan ... saya teringat NU, organisasi Islam yang saya lupakan selama ini! Ohh NU, hanya di tempatmu lah, saya serasa menemukan sosok yang saya rindukan belakangan ini. Sosok yang kebapakan, yang membimbing dan yang meneduhi agar umat negeri ini menjadi damai dan guyub. Ada rasa kangen berjalan kaki di gang sempit di Kudus dan mendengarkan suara para santri membaca Alquran. Suaranya sayup-sayup tetapi meneduhkan. Bukan mendengarkan suara orang ribut dan sibuk mencari dalil.

Tanpa saya sadari, saya sedang mencintai NU.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun