Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Yogya Memang Beda (2) : Suatu Senja di antara Benteng Vredeburg dan Gedung Agung

25 Juli 2011   04:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:24 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_121421" align="aligncenter" width="653" caption="Pintu Gerbang Benteng Vredeburg"][/caption]

Kota Yogyakarta memang jauh lebih hidup dan manusiawi dibandingkan  ibukota Jakarta. Perlu juga diingat bahwa kota ini pernah juga menjadi ibukota Republik pada jaman perang kemerdekaan dulu. Dan tempat di sepotong jalan Achmad Yani, di antara Benteng Vredeburg dan Gedung Agung sekarang menjadi tempat yang memberikan ruang publik yang bermanfaat baik buat warga maupun wistawan. Mereka dapat duduk dengan santai di kursi berwarna hijau atau pun kursi batu sambil menikmati makanan atau minuman khas Yogya yang dijual. Murah. Meriah, dan menenangkan jiwa. Penataan ruang publik seperti ini, walaupun belum bisa disamakan, namun sudah menuju seperti pengaturan ruang publik seperti di kota-kota di mancanegara yang manusiawi  dimana kita dapat duduk-duduk santai melepas lelah.

[caption id="attachment_121422" align="aligncenter" width="653" caption="Pasar Bering Hardjo"]

13115664211779391319
13115664211779391319
[/caption]

Belajar sepenggalan Sejarah di Benteng Vredeburg Dengan Trans Jogja, kami menuju Malioboro dan kemudian turun di Halte tepat di dekat Pasar Bering Harjo. Ramai sekali suasana sekitar jam 2 siang yang cerah namun tidak terlalu panas itu. Tidak jauh dari halte terletaklah Benteng Vredeburg. Merasa penasaran akan isinya, kami segera memasuki halaman yang luas. Nampak cukup banyak pengunjung dan juga kendaraan yang parkir. Ada bus wisata besar dengan plat dari luar Yogya, dan juga kendaraan pribadi yang juga didominasi kendaraan luar Yogya. Berjalan santai menuju pintu gerbang, kami membeli tiket di loket yang terletak di sebelah kanan pintu masuk, Harganya sangat terjangkau, hanya 2000 Rupiah... Harga tiket museum di Indonesia memang saat ini merupakan salah satu yang termurah di dunia. ? Kalau-kalau ada pembaca yang pernah menemukan tiket museum dengan harga lebih murah, mungkin hanya di Brunei yang tidak memungut tiket masuk atau gratis. Beberapa museum di Sabah, Malaysia juga tidak memungut harga tiket. Begitu masuk ke halaman tengah benteng Vredeburg, dua buah patung yang berdiri berdampingan seakan-akan menyambut pengunjung. Patung Pak Dirman sendiri, menggambarkan keadaan beliau ketika berusia masih sangat mudah dan tidak memakai blangko seperti patung beliau yang ada di Jalan Sudirman di Jakarta. PON I : Walaupun PONnya di Solo ternyata Pembukaan diadakan di Yogya

[caption id="attachment_121433" align="alignleft" width="640" caption="Diorama PON I 1948"]

13115691761232432013
13115691761232432013
[/caption]
1311566663542876919
1311566663542876919
Kursi Hijau di depan gedung Agung

Setelah itu kami mengikuti petunjuk jalan dan masuk menuju sebuah gedung yang dari luar kelihatan agak gelap. Disini ruangan yang mempertunjukan Diorama 1. Diorama menceritakan sejarah nasional dan juga diorama tentang sejarah Yogyakarta. Diorama pertama dimulai tentang Pangeran Diponegoro di gua Selarong, dilanjutkan dengan periode kebangkitan nasional. Juga terdapat diorama tentang Muhammadiyah, Taman siswa, Kongres Perempuan Pertama , sampai Pelantikan Sultan Hamengkubuwono IX pada 1940. Yang menarik adalah kalau di Monumen Nasional, diorama selesai setelah mengelilingi ruangan di bawah tanah. Di Vredeburg ini, dioramanya bersambung ke ruangan lain. Setelah selesai dengan gedung pertama, kita kembali keluar ruangan dan menemukan ruang diorama 2 di sebelah kanan kami. Cerita di diorama 2 merupakan kelanjutan dan terus mengikuti perunjuk dan pindah ruangan sampai ke Diorama 4. Rentang waktu terakhir tentu saja sampai ke orde baru sekitar tahun 1970 an. Yang berkesan dengan melihat diorama ini adalah PON pertama yang diadakan pada 1948 di Solo, ternyata uapaca pembukaannya diadakan di depan Hotel Toegoe di Yogyakarta.

[caption id="attachment_121430" align="aligncenter" width="560" caption="Pedagang kaki lima"]

13115678431691554876
13115678431691554876
[/caption]

Gedung Agung: Istana yang sarat dengan sejarah Setelah lebih 1 jam berkeliling di benteng Vredeburg dan kembali mengulangi dan mempertajam pelajaran sejarah nasional yang dulu dipelajari waktu di Sekolah Menengah. Kami segera menyeberang jalan untuk melihat Gedung Agung dari depan saja. Gedung bersejarah yang awalnya merupakan kediaman penguasa baik residen maupun Gubernur pemerintah Hindia Belanda ini dibangun pada awal abad ke 19. Sesuai dengan sekelumit sejarah yang dapat kita pelajari di Vredeburg gedung ini menjadi saksi beberapa kejadian penting dalam sejarah Republik ini. Hijrahnya Pemerintahan RI dari Jakarta ke Yogyakarta pada Januari 1946, kemudian juga pelantikan Jendral Sudirman sebagai panglima Tentara Nasional Indonesia pada Juli 1946. Di depan Gedung Agung, banyak terdapat kursi taman dari kayu yang dicat hijau tua. Tempat yang nyaman untuk sekedar melelas lelah sambil memperhatikan kesibukan di sekitarnya. Dari Gedung Agung kami berjalan ke selatan menuju lampu merah. Terdapat juga sederetan kursi dari batu dengan lampu lampu jalan yang menarik. Di sebrang kami terdapat bangunan-bangunan bersejarah yang cantik. Gedung Bank BNI adlah yang terdekat. Menyebrang jalan juga terdapat kantor pos dan gedung bank Indonesia. Kemudian kembali menyebrang jalan terdapat tugu "Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949". Pas di tepi jalan ada barisan huruf jawa. Sayang saya sudah lupa bagaimana cara membacanya. Kemudian kami segera kembali ke halaman Benteng dan menuju trotoar yang dipenuhi pedagang dan juga tenpat duduk dari batu. Kami segera memesan wedang ronde favorit. Duduk dengan santai melihat ramainya lalu lintas. Bus Trans Jogja, kendaraan pribadi baik sepeda motor, sepeda, mobil, andong terlihat sibuk. Orang pun sibuk dengan kesibukan masing-masing, wisatawan asing, turis nusantara, warga lokal, juga menambah semaraknya tempat ini.

[caption id="attachment_121432" align="alignleft" width="640" caption="Huruf Jawa"]

13115690311200326545
13115690311200326545
[/caption]
13115689411231425286
13115689411231425286
Bangku Taman di dekat Gedung Agung

Kalau belum Ke Malioboro, Yah Belum Ke Yogya

Sepertinya, kalau ke Yogya tanpa ke Malioboro, belumlah puas hati ini, walaupun sesungguhnya sudah ribuan kali kaki melangkah di sepanjang jalan yang terkenal ini. Mulai dari Pasar Bering Harjo, kami menyebrang dan melihat gedung tua bekas bioskop Indra yang pernah terkenal pada akhir 1970 dan awal 1980an. Sayang Gedung Seni Sono sudah tidak ada. Saya jadi teringat bahwa dulu selain Indra ada juga bioskop Permata dan juga Ratih dan Rahayu. Semuanya sekarang sudah almarhum dan almarhumah. Kemudian melewati trotoar yang selaluh ramai dengan pedagang kaki lima.

Tentu saja kalau kita amati, pada tahun 1970 an yang dijual kebanyakan kerajinan tangan dari kulit. Sekarang jualan cendera mata dan kaos dagadu menjadi lebih dominan. Bagusnya harga sudah dipampangkan yang termurah 15 ribu dan termahal 35 ribu untuk yang bordiran. Motifnya beragam, dari sepeda onthel, becak andong, sampai tulisan tulisan lucu dan gambara tokoh pewayangan. Menyusuri jalan ini sampai ke stasiun tugu berjarak lebih dari satu kilo meter, tapi kaki tidak terasa lelah dan mata menjadi puas. Sayang pengunjung menjadi sedikit terganggu dengan banyaknya pengemis berkedok pengamen yang terkadang sedikit memaksa. Dulu belum ada pengemis pengamen ini yang sekarang rentang usianya juga mengagumkan dari anak anak di bawah 10 tahun sampai nenek usia 70 tahunan. Sekali lagi Yogya memang beda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun