Begitu turun dari kendaraan, pandangan langsung tertuju pada deretan batu-batu raksasa di halaman. Beberapa menjulang setinggi dua meter, berlubang-lubang seperti spons raksasa, sementara yang lain hitam pekat dan keras seperti sisa batang pohon purba yang membatu.
Siang itu, Bang Erwin mengajak kami mampir ke kawasan Blondo, Mungkid, di Jalan Raya Magelang. Di sini terdapat workshop sekaligus galeri seni bernama Root Art Centre & Furniture Magelang.
Bangunannya dua lantai dengan desain modern minimalis bergaya beton terbuka dan jendela besar, memungkinkan cahaya alami masuk dan memperlihatkan koleksi di dalamnya --- tampak beberapa patung kayu dan batu besar di balik kaca.
Di bagian depan berdiri formasi batu-batu raksasa yang tampak seperti batu karst dan batu fosil kayu (petrified wood), disusun menyerupai taman batu alami. Teksturnya beragam --- ada yang berlubang-lubang seperti batu kapur yang tererosi air, ada pula yang hitam legam dan keras seperti fosil kayu yang membatu selama jutaan tahun. Komposisi ini memberi kesan dramatis, seolah pengunjung akan memasuki dunia purba, tempat batu bukan sekadar benda mati, melainkan saksi waktu.
Langit mendung menambah atmosfer magis: abu-abu lembut di langit berpadu dengan warna alami batu --- krem, hitam, dan cokelat tua --- menciptakan harmoni visual yang kuat. Secara keseluruhan, tempat ini tampak bukan sekadar toko atau galeri, tetapi juga semacam museum terbuka yang mengundang rasa takjub terhadap alam dan waktu.
Di bagian bawah bangunan terdapat ruang-ruang yang berisi berbagai macam benda seni. Suasana sepi, tak tampak siapa pun di sana.
Di salah satu ruangan, tampak patung kuda berdiri menantang dengan kepala terangkat tinggi dan surai terukir detail, menjadi pusat perhatian utama. Di sisi kiri terdapat beberapa patung kayu lain dengan bentuk dinamis --- menyerupai kuda atau figur manusia --- serta meja dan kursi dari kayu solid yang dikerjakan dengan gaya alami.
Bagian belakang ruangan diisi dengan set meja makan kayu rotan dan lukisan-lukisan besar yang menempel di dinding, memperkuat nuansa artistik. Pencahayaan alami dari luar memberikan efek hangat pada permukaan kayu, menonjolkan serat dan kilap alaminya.
Saya berpindah ke ruang sebelahnya. Rupanya, tempat penyimpanan atau galeri itu dipenuhi berbagai jenis batu fosil atau batu alam --- kemungkinan besar petrified wood, kayu yang telah membatu akibat proses mineralisasi selama ribuan hingga jutaan tahun.
Deretan rak logam di sisi kiri dan kanan ruangan tertata rapi, menampung potongan-potongan batu beraneka bentuk dan ukuran. Sebagian berbentuk lempengan bundar seperti irisan batang pohon, sebagian lain menyerupai bongkahan utuh. Di bagian tengah ruangan tampak batu-batu besar berbentuk silinder, seolah siap dipoles atau dijadikan meja dan kursi alami.