Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Gempa, Monyet, Sejarah, dan Kenangan di Kaliurang

24 September 2025   09:08 Diperbarui: 24 September 2025   09:08 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Parkiran, Kuliner, dan Odong-Odong

Selesai makan, kendaraan kami pindahkan ke Taman Kuliner Telogo Putri. Suasananya tak kalah meriah. Deretan warung menjual aneka kuliner: sate kelinci, bakso, mi instan rebus dengan telur, hingga minuman hangat yang pas dengan hawa dingin pegunungan. Aroma asap sate bercampur dengan udara sejuk, menciptakan kontras yang justru mengundang selera.

Yang paling mencuri perhatian adalah odong-odong yang lewat. Mobil wisata mini berwarna cerah itu dijejali pengunjung, berkeliling kawasan Kaliurang dengan iringan musik khas.

"Ongkosnya Rp10.000," kata petugas parkir, menjelaskan bahwa odong-odong mengantar penumpang keliling ke beberapa tempat menarik di kawasan wisata Kaliurang lalu kembali lagi ke sini.

Awalnya saya hanya melihat, tetapi akhirnya tergoda untuk ikut---bukan ikut naik, melainkan membuntuti jalurnya. Dengan mengikuti odong-odong, kami bisa menghafalkan rute yang dilewati: jalan mana yang berbelok, titik mana yang penting, serta tempat-tempat yang patut dikunjungi.

Odong-odong memang tidak berhenti di tempat-tempat itu, tetapi kami berjanji akan mampir nanti. Setelah sekitar lima belas menit mengikuti odong-odong dan kembali ke Telogo Putri, kami pun memulai perjalanan napak tilas dengan rute yang sama, kali ini bebas berhenti di tempat menarik.

Museum gempa: dokpri 
Museum gempa: dokpri 


MUGESA: Belajar dari Gempa

Tujuan pertama adalah Museum Gempa Prof. Sarwidi (MUGESA). Bangunan ini tidak megah, tetapi memiliki misi penting: edukasi tentang gempa dan bagaimana manusia bisa membangun rumah yang lebih tahan guncangan.

Di depan museum, terpampang papan besar bertuliskan "Solusi Rumah Aman Gempa". Ada foto reruntuhan, ada diagram teknik bangunan. Saat berdiri di sana, saya teringat gempa besar Yogyakarta 2006 yang memorakporandakan ribuan rumah. MUGESA seolah ingin berkata: bencana memang tak bisa dihindari, tapi manusia bisa belajar darinya.

Museum ini kebetulan sepi dan tutup, sehingga kami tidak masuk ke dalam. Namun berhenti sejenak dan berfoto di depannya sudah cukup untuk memperoleh sedikit tambahan pengetahuan tentang gempa. Pesannya jelas: jangan anggap remeh alam. Merapi, gempa, dan bencana lain bukan musuh, melainkan pengingat bahwa kita hanya tamu kecil di muka bumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun