Menyusuri Wahana Lain
Dari sungai, langkah saya terus membawa ke arah lain. Ada petunjuk jalan menuju area camping, paintball, hingga kayak/kano. Seakan Ledok Sambi ingin menegaskan bahwa ia bukan sekadar tempat singgah singkat, tapi juga ruang petualangan lengkap untuk yang ingin bermalam. Tenda-tenda tampak berjajar di sebuah lapangan luas, menunggu rombongan yang hendak menghabiskan malam di bawah bintang.
Wahana paintball juga tampak ramai. Rombongan remaja dengan seragam pelindung berlarian di antara rintangan, sorak sorai terdengar dari kejauhan. Sementara itu, di kolam yang tampak seperti kolam renang, beberapa pengunjung mencoba permainan air ringan. Meski bukan benar-benar untuk berenang, area ini menambah variasi aktivitas air di luar sungai.
Fasilitas yang Lengkap
Satu hal yang cukup saya kagumi adalah bagaimana pengelola menjaga fasilitas umum. Sebuah mushola tersedia dengan kondisi bersih, dilengkapi air yang mengalir lancar. Ini penting, mengingat banyak destinasi wisata sering mengabaikan detail seperti tempat ibadah dan kebersihan. Di sini, rasanya semua dibuat seimbang: bermain boleh, tapi kebutuhan dasar pengunjung juga terpenuhi.
Tak jauh dari mushola, terdapat kantin kopi yang bernama Kopi Ledok. Seperti oasis kecil, kantin ini menawarkan pilihan kopi lokal dan camilan ringan. Tempatnya sederhana, tapi justru memberi nuansa autentik. Sambil menyeruput segelas kopi hangat, pengunjung bisa menatap aliran sungai yang tak jauh dari pandangan.
Satu Jam yang Menyegarkan
Waktu berjalan begitu cepat. Rasanya baru sebentar duduk dan berjalan, tapi ternyata hampir satu jam sudah berlalu. Ledok Sambi bukan tempat yang mewah atau penuh bangunan megah, tapi justru kesederhanaannya itulah yang membuatnya istimewa. Ia menawarkan paket lengkap: udara sejuk, aliran sungai, permainan modern, sekaligus ruang tenang untuk sekadar duduk bersama keluarga.
Bagi saya, kunjungan singkat itu sudah cukup untuk memberi energi baru. Akhirnya, kami memutuskan melanjutkan perjalanan ke kawasan Kaliurang, yang jaraknya tak terlalu jauh. Tujuan utama adalah Telaga Putri sambil mencari makan siang. Ledok Sambi hanya menjadi persinggahan singkat, tapi jejaknya cukup dalam. Ada rasa ingin kembali suatu hari nanti, mungkin untuk camping, atau sekadar duduk lebih lama di tepi sungai.
Mengunjungi tempat seperti Ledok Sambi membuat saya sadar bahwa wisata tak selalu soal destinasi besar dengan tiket mahal. Kadang, justru tempat sederhana dengan sistem donasi sukarela memberi kesan yang lebih membekas. Ada kepercayaan yang terjalin antara pengelola dan pengunjung, ada ruang kebersamaan yang lahir dari aktivitas sederhana, dan ada udara segar yang tak bisa dibeli di kota.
Ledok Sambi adalah contoh bagaimana alam, budaya lokal, dan inovasi wisata bisa bertemu dalam satu titik. Ia lembah kecil yang menyimpan kehangatan besar, dan barangkali, sebuah pengingat bahwa kebahagiaan tidak harus dicari jauh-jauh. Cukup duduk di pinggir sungai, biarkan air menyentuh kaki, dan lihat bagaimana tawa anak-anak memantul di udara. Itu saja sudah cukup.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI