Sesampainya di bawah, suasana semakin terasa hidup. Sebuah papan besar bertuliskan Ledok Sambi Ecopark menyambut kedatangan. Di sekitarnya berdiri bangunan sederhana yang berfungsi sebagai resto dan kafe. Dari sini aroma kopi dan makanan tradisional langsung tercium, menambah keakraban suasana. Sekilas anak-anak muda yang berpasangan dan keluarga dengan anak-anak kecil yang paling banyak di antara pengunjung.
Hal yang mengejutkan: di area terbuka ini terdapat aturan larangan merokok dan vape. Sebuah aturan yang terasa progresif, mengingat banyak tempat wisata masih permisif terhadap asap rokok. Keputusan ini jelas membuat udara di lembah terasa lebih segar, dan pengunjung bisa lebih nyaman, terutama bagi keluarga yang membawa anak kecil.
Tiket Terusan dengan Banyak Pilihan
Tak jauh dari resto, terdapat meja kasir khusus untuk penjualan tiket terusan. Sebuah banner berwarna hijau toska berdiri di depannya, mempromosikan paket lengkap yang sedang diskon. Harga normal Rp115.000, tapi saat itu sedang promo Rp80.000 saja. Tiket terusan ini mencakup banyak wahana sekaligus: flying fox, gel gun, archery, e-scooter, hingga melukis.
Meskipun tidak membeli tiket, saya sempat memperhatikan bagaimana anak-anak dan remaja bersemangat memilih aktivitas mereka. Ada yang langsung mencoba memanah, ada pula yang berkeliling dengan e-scooter, sementara orang tua sibuk mendokumentasikan momen dengan kamera ponsel. Rasanya setiap sudut menawarkan hiburan, baik bagi yang aktif bergerak maupun mereka yang hanya ingin duduk menikmati kopi.
Sungai Jernih, Batu-Batu yang Mengundang
Namun daya tarik utama Ledok Sambi bukan sekadar wahana modern. Sungai kecil yang melintas di tengah lembah ini justru menjadi magnet utama. Airnya jernih, dangkal, dengan bebatuan besar yang menyembul di permukaan. Banyak pengunjung, terutama anak-anak, tampak riang bermain di sini. Ada yang sekadar berendam kaki, ada pula yang berlarian sambil ciprat-cipratan air. Emak-emak muda pun banyak yang asyik duduk-duduk di bebatuan sambil bermesin air yang dingin dan jernih.
Melihatnya saja pun saya sudah merasa sedang dan turut bahagia.
Kedalaman sungai yang hanya sebatas betis orang dewasa membuatnya relatif aman. Sesekali, tawa pecah saat seseorang terpeleset oleh licinnya batu, tapi semua berakhir dengan canda. Di tepian, orang tua duduk di tikar, mengawasi sambil menikmati suasana. Saya pun ikut duduk sejenak, membiarkan kesejukan air menyentuh telapak kaki. Rasanya sederhana, tapi menenangkan.