Pagi di Yogyakarta selalu punya daya sihirnya sendiri. Langkah kecil yang sederhana bisa berubah menjadi sebuah perjalanan penuh cerita. Hari itu, saya memilih memulai hari dengan berjalan kaki dari gang Pahlawan Abdul Hadi menuju Pasar Kluwih, pasar rakyat modern yang berdiri di kawasan Suryoputran, tak jauh dari Keraton Yogyakarta.
Perjalanan itu melewati sisi selatan, timur, dan utara Ndalem Ngabean, lalu tembus ke lapang luas Bangsal Kemagangan, bangunan tua yang masih menyimpan aura sejarah keraton. Dari sana, langkah berlanjut menuju arah Suryoputran---tempat Pasar Kluwih berada.
Pasar Kluwih: Wajah Baru Pasar Tradisional
Langkah saya terhenti sejenak di depan sebuah plang besar berwarna hitam bergambar buah hijau berduri halus, separuhnya terbelah memperlihatkan biji-biji putih yang tersusun rapat. Tulisan "Pasar Kluwih" tercetak jelas di bawahnya, disertai alamat kawasan Suryoputran, Panembahan---jantung kota Yogyakarta yang masih berada di lingkar Kraton.
Di sampingnya, sebuah bajaj warna kuning berhenti, menghadirkan kontras unik: kendaraan kota metropolitan berdiri manis di depan simbol kesahajaan Jawa.
Nama pasar ini memang bukan tanpa arti. Kluwih adalah kerabat dekat nangka dan cempedak, buah dengan kulit hijau berbintil, daging putih kekuningan, dan biji yang bisa direbus atau digoreng. Dalam budaya Jawa, kluwih bukan sekadar buah. Ia menjadi lambang linuwih---keutamaan, kecukupan, dan kesederhanaan. Tak heran jika pepohonan kluwih dulu kerap ditanam di halaman rumah atau pendopo sebagai doa agar penghuni diberi kecukupan hidup tanpa berlebih-lebihan.
Berdiri di depan plang dengan ikon buah ini, saya merasa seolah mendapat pesan simbolis: pasar yang hendak saya masuki bukan hanya ruang transaksi, tetapi juga ruang kebudayaan. Sebuah ruang yang ingin menghadirkan kembali semangat "cukup" dan "berkah" dalam kehidupan sehari-hari warga kota, meski kini dikemas dalam wajah modern yang lebih bersih dan teratur.
Halaman depannya cukup luas, lantai semen blok tersusun rapi, dan bangunannya tampak baru. Wajar saja, karena pasar ini memang baru saja melalui program revitalisasi Pemerintah Kota Yogyakarta di awal 2025. Konsepnya jelas: pasar rakyat yang tetap mengusung identitas tradisi, namun dikemas dengan standar kebersihan dan kenyamanan yang lebih baik.