Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Joko Tingkir Bag 9

6 September 2025   10:06 Diperbarui: 6 September 2025   10:06 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joko tingkir : skrinsyut 


 Bayangan di Balik Jepara

Angin laut Jepara berhembus lembut, membawa aroma asin yang bercampur wangi rempah dari kapal-kapal niaga yang bersandar di dermaga. Mas Karebet berdiri di bawah cahaya mentari sore yang mulai condong, memandang riuhnya pelabuhan. Kapal-kapal jung besar dengan layar putih seperti sayap raksasa berdiri gagah, menunggu perintah untuk berlayar membawa lada, pala, dan cengkih ke negeri-negeri jauh.

Di antara hiruk pikuk pedagang Arab, Gujarat, dan Tionghoa yang berseliweran, sebuah keheningan menyelinap ke hati Karebet. Ia tahu bahwa perintah Sultan untuk mengawal rombongan dagang bukan sekadar tugas biasa. Ada ujian terselubung di baliknya, ada mata yang mengintai, menunggu ia tergelincir.

"Adimas Karebet..." suara lembut memecah lamunannya. Nyai Retna Kencana berdiri tak jauh darinya, mengenakan kain halus berwarna hijau lumut dengan selendang tipis menjuntai di bahu. Cahaya senja memantul di mata Retna, membuatnya seolah memancarkan cahaya sendiri.

Karebet menunduk hormat. "Kanjeng Raden Ayu..." suaranya tenang, meski hatinya berdetak lebih cepat dari ombak yang berkejaran di laut.

Retna melangkah mendekat. "Aku mendengar dua orang prajuritmu tidak kembali bersama rombongan." Tatapannya tajam, seolah menembus segala lapisan rahasia.

Karebet menarik napas panjang. "Mereka mencoba mengkhianati titah Demak. Aku hanya mengingatkan, tanpa perlu mengorbankan nyawa."

Senyum tipis tersungging di bibir Retna. "Bijak. Tapi ingat, Demak adalah lautan dalam. Banyak ikan besar yang menganggapmu duri."

Ucapan itu bagai sembilu, menegaskan firasat Karebet sejak ia melangkah ke istana Demak. Ia bukan darah biru, hanya anak seorang petani Tingkir yang diberi kesempatan. Dan kesempatan selalu membawa iri, dengki, dan jebakan.

Matahari hampir tenggelam saat seorang abdi datang berlari, wajahnya tegang. "Kakang Tumenggung mengundang Paduka Jaka Karebet ke paseban dalam. Ada utusan dari Kudus."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun