Di depan gerbang itu, kami berdiri seperti turis yang tidak terburu-buru. Mbak Gana dengan kamera di tangannya, Mbak Mutiah menatap detail ukiran liong di gapura, sementara Pak Sutiono---paling senior di rombongan---mencoba mengingat-ingat apakah dulu ia pernah melihat bentuk aslinya.
Astro yang paling muda dalam rombongan, sibuk memotret dari sudut rendah, membuat gerbang itu tampak megah seolah-olah akan membuka jalan menuju abad lampau.
Kami berjalan melewati gerbang ini, gerbang menuju Jakarta masa lampau ketika masih atau bahkan sebelum bernama Batavia. Melewati gerbang ini bukan sekadar melintasi jalan, tapi seperti melangkah ke masa lalu.
Suara deru kendaraan tetap terdengar, tapi aroma rempah, dupa, dan minyak gosok dari toko-toko tua membuat suasana berubah. Setiap sisi jalan punya kisah --- tentang leluhur Tionghoa yang datang sebagai pedagang, tentang tragedi, dan juga tentang daya tahan hidup komunitas yang terus eksis.
Setelah berjalan sekitar lima puluh meter, di antara pedagang buah di kaki lima, kami berbelok ke kiri melewati gang dengan suasana pasar tradisional. Nama gang ini resminya adalah Jalan Kemenangan Raya, namun tertutup untuk kendaraan karena di kiri kanannya berderet pedagang, lebih tepatnya ini adalah pasar tradisional yang bernama Pasar Petak Sembilan. Tujuan kami adalah kelenteng tertua di Jakarta yang memang terletak di kawasan Petak Sembilan.
Beberapa langkah masuk ke Jalan Kemenangan Raya ini, riuh kendaraan mulai mereda, berganti denting sendok memukul piring, banyak pedagang makanan khas Tionghoa yang mungkin "haram" di tempat lain. Salah satunya yang sempat saya lihat adalah Sekbak.
Wah penasaran juga nih. Ternyata Sekbak adalah masakan berkuah cokelat pekat khas peranakan Tionghoa, direbus lama dengan rempah seperti bawang putih, kayu manis, cengkih, dan pekak (anis). Melihat namanya, kuliner ini pasti non halal. Aromanya kuat, dan menjadi salah satu kuliner jalanan yang mewarnai suasana khas Petak Sembilan.
Suasana di sini cukup santai, Di antara kios buah naga, jeruk mandarin, dan plastik merah berisi bungkusan persembahan, terlihat lorong-lorong sempit yang menjadi pembuluh darah kawasan ini.
Di beberapa sudut, tampak penjual kue tong ciu pia --- kue bulat berisi kacang hijau, duren, cokelat, atau cempedak. Kueh ini kadang disebut juga kueh bulan, Menjelang Festival Kue Bulan yang jatuh di pertengahan bulan kedelapan penanggalan Imlek, tong ciu pia mulai membanjiri kios-kios. Kotaknya berwarna merah atau emas, dihias motif bulan purnama, kelinci giok, atau bunga krisan. Ada yang dijual eceran di meja kayu sederhana, ada pula yang rapi terbungkus untuk hantaran.